Prologue

697 94 5
                                    

Dryad Studio10

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dryad Studio
10.04 AM

Seolah tengkoraknya baru saja dipukul dengan keras, Jovan kesulitan memproses apa yang baru saja dia dengar. Gigi otaknya berhenti bekerja. Selama dua menit lamanya dia diam tertegun, benar-benar kehabisan kata-kata untuk menanggapi.

Haris berdiri di hadapannya dengan ekspresi wajah bersalah. "Maaf, Jov. Kayaknya udah nggak memungkinkan bagi gue untuk lanjut di band ini."

Kala itu masih pagi, tepatnya pukul 10, yaitu waktu yang mereka sepakati sebagai satu band untuk latihan di studio Dryad. Jovan terkejut saat mendapati bassist mereka itu tiba lebih dulu dari yang lain. Padahal biasanya dia selalu datang yang paling terakhir. Jovan nyaris merayakan kemajuan tersebut ketika tiba-tiba saja, Haris meluncurkan kalimat yang dia kira mustahil dapat keluar dari mulut lelaki itu.

"Gue mengundurkan diri dari Masquerade."

Singkat. Padat. Jelas.

Namun Jovan yakin ada makna lain di dalamnya, sesuatu yang tersembunyi, dan kalimat tersebut nyatanya memiliki arti yang sama sekali beda. Barangkali Haris hanya bercanda untuk April Mop beberapa bulan setelah melewati bulan keempat itu. Mungkin saja sahabat sejak SMA-nya itu tengah menulis lagu perihal perpisahan seseorang dari sesuatu yang dia anggap 'rumah'.

Lantas, tidak mungkin Haris benar-benar ingin mengundurkan diri dari band yang mereka bangun bersama-sama, kan?

Jovan kembali sadar dari lamunannya dan mendengus. Dia menggeleng tak habis pikir sembari meletakkan gitarnya yang masih terbalut casing di dekat dinding studio. "Lo ngomong apa sih, Har? Lucu dah lo hari ini. Udah dateng paling pertama, terus ngelawak lagi!"

"Jov, gue serius," timpal Haris secepatnya. Jovan mendongak dan menatapnya dingin, namun bassist Masquerade itu hanya bisa membalas tatapannya dengan rasa bersalah. "Gue merasa kita nggak ke mana-mana. Kita bahkan belum punya manager sama sekali. Gue nggak bisa fokus ke sesuatu yang nggak pasti."

"'Nggak pasti'?"

Jovan merasa bahwa telinganya sedang rusak karena Haris tidak mungkin baru saja mengucapkan hal tersebut. Tidak pasti? Masquerade telah menjadi 'rumah' mereka, dan dia menyebutnya 'tidak pasti'?!

Dengan langkah tegas, Jovan berjalan mendekati Haris, yang mana pemuda itu mundur selangkah. Jantung Jovan berdegup dua kali lipat lebih cepat. Dia marah, sedih dan kecewa--semua bercampur aduk. Mengapa sekarang dari waktu-waktu lain?

"Har, lo sebaiknya bercanda doang karena kalo nggak, lo bajingan banget." Jovan merasa darahnya mendidih. Keningnya mengerut. "Kita udah berusaha sekeras tenaga buat dapetin spot di festival Goldwing dan kita udah dapet, Har! Lo mau mundur sekarang?? Sekarang, ketika kita udah deket banget untuk dilirik record label? Sekesel-keselnya gue dengan lo, lo itu anggota vital! Kalo lo keluar, yang gantiin lo siapa?!"

"Lo pasti bakal nemu, Jov. Lo selalu punya sense of talent yang kuat."

Pujian itu sama sekali tidak meredakan amarah Jovan. Apabila dia berdiam lebih lama menghadap Haris, dia akan benar-benar melayangkan tinju ke wajah sahabatnya itu. Jovan mengepalkan tangannya, namun membuang muka dan berbalik badan. Napasnya pendek dan terburu-buru.

"Kalo alasan lo jelas dan bukan cuma 'gue nggak mau di band ini lagi karena nggak pasti arahnya ke mana', gue relain," ujar Jovan tertahan.

Haris terdiam beberapa detik lamanya, tidak langsung menjawab. Kemudian terdengarlah helaan napas panjang, yang mana pemuda itu lalu berkata, "Lo bakal nemu pengganti yang lebih jago dari gue--bahkan banyak banget kok. You'll be fine, Man."

Oh. Barulah dia menyadari sesuatu.

Jovan memutar tubuhnya perlahan, kembali menghadap Haris. Dia menatap lurus ke arah sosok yang telah bersamanya sepanjang SMA dan masa-masa awal kuliah. Apabila kekecewaan menampil dengan jelas di wajahnya, Jovan tidak peduli. Biarlah. Haris harus tahu apa yang dia lakukan tidaklah tindakan setia kawan. Mereka berjanji untuk mengembangkan Masquerade bersama-sama sampai mereka menempati bangku di industri musik yang kompetitif.

Kekehan getir lolos dari mulut Jovan. Alisnya mengangkat. "Band mana yang udah merekrut lo?"

Mendengar hal tersebut, Haris langsung membeku di tempat. Wajahnya yang terkejut perlahan berubah menjadi sedih. Buat apa dia merasa sedih? Bukankah peran mereka seharusnya terbalik? Haris bukan yang ditinggalkan.

"La Route," tukas pemuda tersebut, dan Jovan hanya bisa mendengus tak percaya. "Mereka juga akan tampil di Goldwing, dan mereka udah di bawah naungan record label. Maaf, Jov. Gue juga pinginnya bisa kembangin Masquerade sama lo terus--"

"Bullshit! Nggak usah ngeles lagi lo!" Jovan berbalik dan mengangkut kembali gitarnya yang tadi baru saja diletakkan. Dia memelototi Haris sebelum pergi. "Lo bener. Gue akan cari pengganti lo yang lebih jago, lebih tangkas, lebih kreatif dari lo. Keluar aja, Har." Dia terkekeh pahit. "Gue nggak nyangka bakal ketemu lo di Goldwing tapi bukan sebagai bandmates."

Pintu studio terbuka. Farez dan Noel yang tengah asyik bercakap-cakap segera terhentikan dengan atmosfer tegang di dalam studio. Sang gitaris dan drumer Masquerade itu menyadari adanya percekcokan, terutama ketika Jovan bahkan sudah mengemas barang-barangnya, siap untuk pulang.

"Jir, kita kelewat apa nih?" Farez memperhatikan dua anggota band mereka itu secara bergantian.

"Tanya aja sama mantan bandmate lo tuh," ujar Jovan gusar, tidak menunggu respon Farez dan Noel yang ternganga dengan apa yang baru saja mereka dengar. Jovan langsung melewati dua pemuda itu dan lekas pergi dari studio Dryad.

Apakah ini benar-benar terjadi?

Masquerade baru saja kehilangan salah satu anggotanya 6 bulan sebelum festival musik Goldwing yang telah menjadi impian mereka sejak awal lahirnya band tersebut. Tidak cukup, Haris ternyata malah direkrut oleh band terakhir yang seharusnya dia pilih.

•●•

-story begins!-

•••

MASQUERADE | ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang