• PART FOUR •
—— Scarred Melodies ——
• ● | 1 | ● •
Content warning: panic attack
Langkah Dani terhenti di tengah ruangan dengan aroma rosin yang kuat. Pemandangan ganjil di depannya itu membuatnya mengernyitkan dahi. Baru beberapa menit yang lalu dia tinggalkan ruangan tersebut untuk mengambil segelas minuman. Dia menydari ada sesuatu yang aneh ketika lantunan piano yang seharusnya terus bermain seketika terputus sampai kemudian sepenuhnya berhenti.
Pada grand piano di hadapannya, seorang anak laki-laki berusia tak lebih dari 12 tahun duduk di atas bangku; kepala tergeletak sembarang di atas tuts; mata terpejam rapat. Napasnya teratur dan konstan. Punggung naik turun mengikuti irama tarikan napas. Tampaknya anak didiknya itu jatuh tertidur saat sedang memainkan Nocturne Op. 27 No. 2 karya Chopin.
Apakah karena permainannya yang cenderung lambat dan halus?
Dani berjalan mendekati grand piano dan menyipratkan sedikit air dari gelas yang dibawanya ke atas wajah sang anak. Kening dan hidung muridnya itu spontan mengerut akibat adanya sensasi dingin menyentuh kulit. Tak lama kemudian, kelopak matanya membuka dan dia menarik dirinya ke posisi duduk tegak; tangan otomatis terangkat untuk menyeka air dari wajah.
"Bisa-bisanya kamu ketiduran di tengah permainan," tegur Dani.
Walaupun sudah terhitung sadar, mata anak laki-laki itu masih terkadang menutup lebih lama dari kedipan biasa. Dia setengah mati berusaha menahan kantuk. Sebenarnya dari awal latihan pun tampaknya anak ini tidak benar-benar berada di sana, seolah setengah jiwanya masih berada di alam mimpi.
"Maaf... Om."
Dani mengangkat alisnya curiga. "Kamu nggak tidur tadi malem atau gimana?"
Anak itu menggeleng. "Aku latihan selo semalaman."
"Kamu pikir dengan pake alasan 'latihan', ini jadi pengecualian?!"
Dani menyentil ringan dahi anak didiknya tersebut dengan jari. Anak itu mengernyit dan merintih sakit. Sang mentor membungkukkan tubuhnya agar dapat menyamai garis pandang muridnya itu.
"Saya tau kamu ambisius, Kafka, tapi kamu masih anak-anak," ujar Dani sungguh-sungguh. "Jangan ngorbanin waktu tidur kamu lagi. Kamu bisa latihan pas pagi atau siangnya kayak sekarang ini. Paham?"
Anak laki-laki yang bernama Kafka Mahaswara itu beringsut tidak nyaman di atas bangku; melirik kiri untuk menghindari kontak mata. "Tapi... bukan aku yang ambisius."
"Apa?"
"Kalo aku stop main sebelum bener-bener bisa, aku nggak dibolehin keluar."
Dani menautkan alisnya, lalu terkekeh ringan. Ah, pasti orangtuanya mengatakan bahwa dia boleh bermain bola dan berlari-lari di taman sepuasnya setelah menyelesaikan sesuatu--entah latihan, tugas ataupun membereskan kamar. Sungguh tipikal orangtua asia.
KAMU SEDANG MEMBACA
MASQUERADE | ENHYPEN
FanficPengunduran diri salah satu dari anggota band indie Masquerade enam bulan sebelum penampilan mereka di festival musik Goldwing membuat Jovan, sang ketua, kehilangan arah dan semangat untuk maju. Terutama ketika dia bukan hanya kehilangan seorang ang...