Chapter 45

321 20 2
                                    

Sama seperti sebelum-sebelumnya saat kami bertengkar. Hantu itu pasti menghilang entah ke mana. Berhari-hari tanpa niat untuk menampakkan diri. Setelah dia memarahiku malam itu, aku tak pernah lagi merasakan kehadirannya di rumah.

“Mona.”

Aku tersentak dari lamunan begitu seseorang tiba-tiba duduk di depanku. Agrav! Setelah beberapa hari tak terlihat, dia akhirnya muncul juga di sekolah. 

“Kangen, ya sama aku?”

Hidih! Hidungku mengerut begitu pertanyaan konyol itu terlontar dari bibirnya. “Siapa?” aku menatap sekitar dengan bingung lalu kembali menatapnya dan menunjuk diri sendiri. “Aku?”

Seringai kecil muncul di wajah lelaki itu. “Heem.” Kemudian menyandarkan kepalanya dengan tangan. “Iya, kan?”

“Idih.” Aku lebih mengkhawatirkan kepercayaan dirinya yang sudah diambang batas itu. “Kamu..., udah baikan?”

Helaan nafas pendek keluar dari mulutnya. Dia menatap lantai yang sebenarnya tak ada menarik-menariknya sama sekali. Yang ada malah gumpalan kertas berserakan di sana. Aku yakin petugas piket yang kebagian hari ini pasti malas membersihkannya.

“Lebih baik, sih ketimbang dulu.” Setelah itu, dia menatapku sendu. “Waktu aku bicara sama Joe, aku yakin dia dengerin aku, yah..., walaupun dia gak natap aku sama sekali.”

“Gak natap? Tapi kamu terus-terusan curhat sama dia?”

“Ei, sorry ya. Itu bukan curhat, tapi obrolan antara hidup dan mati.” Agrav mengusap pelan dadanya, seolah sesuatu yang berat itu telah terangkat. “Untungnya waktu itu dia biarin aku bicara dulu sebelum dibanting keluar.”

Aku bergumam pelan. “Kenapa kamu bisa sampe dibanting gitu?”

Agrav mengedik acuh. “Entah. Mungkin dia bosen dengerin aku ngoceh terus.” Dia merogoh saku celana mencari sesuatu tapi kemudian mengernyit sebentar dan beralih merogoh saku bajunya. “Kok gak ada?”

“Apa?” 

Dia menatapku dan berdehem pelan. “Sesuatu.”

Aku diam saja karena tidak mengerti apa yang dimaksudnya itu. Sepertinya sesuatu itu memang tidak ada atau hilang mungkin.

Buktinya, lelaki itu kelihatan panik dan bangkit berdiri. “Sebentar, ya.” Lalu dia berlari keluar begitu saja dari kelasku.

Mengedik pelan, aku kembali membaca novel yang sempat kupinjam di perpustakaan sebelum melamun tadi.

Sekitar sepuluh menit kemudian, Agrav benar-benar kembali lagi ke kelasku dengan wajah sendu dan panik. Dari ekspresinya kurasa dia ingin mengatakan sesuatu. Tapi begitu melihat kondisi kelas yang mulai ramai, dia mengambil buku tulisku di meja dan menuliskan sesuatu di sana. 

Kertas kakekku hilang.

Aku mengernyit sebentar seraya memperhatikan lekat, saat aku hendak bertanya, dia sudah tidak ada. Kertas apa maksudnya?

“Wuih, Mona pegang apaan tuh? Surat cinta, ya?” 

Aku tersentak saat Stevia tiba-tiba ada di sebelahku. Dia mendekat dan memekik. “Liat dong!”

“Eits!” sebelum tangannya berhasil meraih kertas itu, aku langsung memasukannya ke dalam saku rok. “Itu Cuma oret-oretan.” Sanggahku.

***

Sore ini, selesai memasak dan mandi, aku langsung merebahkan tubuh ke atas kasur. Membuka ponsel dan mengetikkan pesan untuk Agrav.

Eh, tadi kertas apa maksudnya, Grav?

My Friendly GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang