Chapter 40

348 27 2
                                    

Sepanjang jalan pulang menuju rumah, aku hanya diam. Menatap tanpa minat pada kerikil yang tersebar di jalanan. Pikiranku masih terus memutar apapun yang terjadi hari ini. Padahal sebenarnya tidak ada yang istimewa. Semua berjalan seperti biasanya.  Hanya saja, Agrav hari ini tidak masuk sekolah. Stevia yang mengatakannya tadi.

Aku memutar kejadian kemarin. Apa mungkin gara-gara dia menghantam pintu kayu kamar Kak Auston? Aku hanya khawatir kalau punggungnya cedera. Sebenarnya pulang sekolah ini aku berencana untuk menjenguk Agrav bersama Stevia. Tapi Kak Auston tiba-tiba mengirim pesan singkat kalau aku harus segera pulang. Kak Auston bilang kalau temannya yang paranormal asli itu datang ke rumah.

Kukira kakakku itu hanya bergurau saja dengan ucapannya semalam. Bahkan hari ini dia rela mengambil cuti hanya untuk hal gila semacam ini.  Astaga! Kukira dia sudah kapok karena membawa Mbah Ker yang ternyata hanya ingin mencuri saja di rumah. Padahal setelah itu dia bilang tidak percaya lagi dengan yang namanya paranormal.

Mendadak aku ingin hilang dari muka bumi. Kalau saja tidak ingat dengan janjiku untuk membantu Agrav dan Joe, sudah dipastikan aku akan kabur dari rumah. Tapi sekali lagi, itu hanya angan-angan konyol yang tak akan pernah mungkin terjadi.

Karena sekarang, aku sudah benar-benar berada di ruang tamu bersama kakakku dan Kak Raka, temannya. Buktinya, baru saja aku mendaratkan bokong ke sofa, kakakku itu sudah berkoar menceritakan apa yang terjadi kemarin. 

Selesai mendapat pencerahan dari Kak Auston, Kak Raka menatapku lekat. “Keliatannya kamu bukan anak indigo. Bener kamu bisa liat..., dia?”

Aku melirik Kak Auston yang juga tengah menatapku seolah mengatakan, 'jawab jujur atau uang jajanmu kakak potong.' 

Mau tidak mau aku mengangguk saja. Daripada uang jajanku diselundupkan. Kak Raka menarik lebar senyumnya. Kalau kuperhatikan, teman kakak kali ini kelihatan waras. Biasanya teman Kak Auston itu sama ajaibnya dengan dirinya. Salah satunya ya, Mas Sugeng. Teman kantor Kak Auston yang waktu itu menawarkan Mbah Ker untuk membantu mengusir Joe, yang nyatanya malah asyik mencuri di rumah.

Aku masih kesal jika mengingat itu. Tapi Kak Raka memang kelihatan sedikit berbeda dengan teman Kak Auston lainnya. Bahkan dilihat dari style berpakaian, tutur kata juga sikapnya, dia jauh lebih mengagumkan bahkan dari Kak Auston sendiri.

Dia juga memakai kemeja navy, bukan pakaian hitam-hitam dan jelas tidak memakai ikat kepala—yang entah apa gunanya— seperti Mbah Ker waktu itu.

“Udah berapa lama kenal sama hantu itu?”

Fokusku kembali pada Kak Raka yang masih menatapku. “Hum..., sejak hari pertama kami pindah ke sini.”

Kak Auston yang sedang minum tiba-tiba tersedak dan melotot ke arahku. “Selama itu?! Terus gak bilang sama, kakak?!”

“Auston, santai aja. Jangan berisik.”

Aku tersenyum mengejek seraya menatapnya seolah berkata mamam tuh. Hm, senang juga karena Kak Raka ini ternyata orang yang baik dan dia bahkan membelaku dari amukan Kak Auston. 

Lagipula aku bicara jujur. Sejak hari pertama pindah ke rumah ini, aku memang sudah mengenal Joe. Uhm, atau bukan, tapi hanya sebatas bisa melihat dan mendengarnya berbicara padaku. Tapi setelahnya, hantu bule itu terus memaksa hingga akhirnya kami saling mengenal dan boom! Berbagai kejadian yang tak pernah kuduga sebelumnya mulai bermunculan satu persatu.

“Kenapa ngelamun?” aku mendongak, mendapati Kak Raka tersenyum manis padaku. “Kamu bisa cerita sama, kakak.”

Aku menarik nafas pelan sebelum bersuara. “Kak, emang bener ya, kalo kita masih punya urusan yang belum selesai di dunia, kita gak bakalan bisa balik ke atas?” Kak Raka terdiam. Dia menggeser duduknya mendekatiku seolah penasaran dengan apapun yang akan kukatakan nanti. “Menurutmu begitu?”

Aku diam. Lalu dia kembali melanjutkan karena keterdiamanku. “Darimana kamu tau? Apa dari hantu itu?”

Sejenak aku ragu, namun kepalaku perlahan mengangguk. “Iya, tapi gak juga. Soalnya waktu itu aku Cuma nebak aja.”

“Terus dia iyain tebakan kamu?”

“Ung..., iya. Tapi kayaknya dia juga agak..., ragu.”

Kak Raka mengangguk dua kali seolah paham. “Gimana kalo kamu ceritain sedikit tentang hantu itu, boleh?”

Sedikit keraguan kembali bersarang di kepala. Aku hanya takut kalau Joe tahu ini, dia akan kembali mengamuk seperti kemarin. Seolah mengetahui keraguanku, tangan Kak Raka tiba-tiba mampir di pundakku dan mengusapnya lembut. “Dia gak ada di sini kalo itu yang kamu takutin. Lagian dia gak akan marah.”

Aku masih ragu sebenarnya. Bahkan waktu aku melirik Kak Auston, dia ternyata sedang mengamati sekeliling dengan wajah tegang seolah sedang memastikan ucapan temannya tentang tidak adanya hantu itu di sini.

Sambil memiringkan bibir, aku menatap Kak Raka kembali. Dia masih tetap tersenyum dan menatap lembut padaku seolah meyakinkan kalau benar Joe tidak akan marah jika aku menceritakan semuanya pada Kak Raka. 

Maka, kuputuskan untuk menceritakannya perlahan. Bercerita apapun tentang Joe. Mulai dari awal pertemuan kami, pemaksaannya sampai kami akhirnya berteman, lalu asalnya serta kehidupannya yang suram, juga keterkaitannya dengan Agrav, dan terakhir tentang kejadian kemarin, sampai membuat keningku benjol. Tapi tentang janjiku untuk mereka tidak kuceritakan juga. Karena di sini ada Kak Auston, aku takut kalau dia akan melarang.

Selesai bercerita, kulihat kedua lelaki itu justru menatapku tanpa berkedip. Kak Raka juga mendadak diam dan senyumnya yang sejak tadi mekar mendadak redup. Aku jadi bertanya-tanya, apa aku salah bicara ya? Atau ada yang aneh dengan ceritaku tadi?


My Friendly Ghost




---

Halo, sebelumnya saya mau ucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1445 H bagi yg merayakan, dan mohon maaf lahir dan batin untuk kawan² semua. Masih hawa hawa lebaran kan ya hehe...

Thank you untuk semua readers yg masih terus mengikuti cerita ini sampai detik ini, untuk vote, komentar, dan supportnya juga. Luv yu kalian banyak banyak..

My Friendly GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang