Sudah waktunya Sasya bangkit dari keterpurukkan yang melandanya. Ia tidak boleh terus-terusan memeluk kesedihan. Walau Sasya akui, hatinya masih terasa sakit mengingat hancurnya persahabatannya yang sudah terjalin semenjak kelas X.
Sasya beberapa kali menarik napasnya dalam-dalam, lalu membuangnya. Sebelum akhirnya ia memaksakan senyuman di bibirnya ketika Varen sudah berada di dekatnya.
Sasya berusaha terlihat baik-baik saja.
"Berhubung aku tuh orang yang selalu nepatin janji, makanya hari ini aku traktir kamu pakek gaji pertama aku."
Meskipun wajah Sasya menampilkan senyuman, Varen dapat melihat kesedihan di dalam mata Sasya.
Mata Sasya seolah bercerita tentang isi hatinya. Namun, Varen tidak tau bagaimana cara menghibur sebab hingga kini Sasya tidak pernah menceritakan masalahnya.
"Pertama?" tanya Varen
"Hah?" Sasya mencoba fokus. Barulah Sasya sadar bahwa ia memang baru mendapatkan gaji pertamanya, tapi tidak untuk Agam yang sudah tiga bulanan bekerja di Photocopy Star.
"Ehhh, maksud aku engg--itu," Sasya menggaruk bagian belakang lehernya yang tidak gatal. "Kamu ngertikan?"
"Ya udah, yukkk... buruan masuk," ajak Sasya
Sasya dan Varen janjian makan di Cafe yang letaknya dekat dengan sekolahan. Sebuah Cafe baru yang sedang banyak dibicarakan karena harganya yang cocok bagi pelajar alias terjangkau.
Beberapa saat, Sasya dan Varen terpesona dengan dekorasi Cafe tersebut. Mata Sasya menatap setiap sudut ruangan berwarna putih itu dengan berdecak kagum. Cafe ini sangat cocok bagi pasangan yang tengah berkencan.
"Agam?" lirih Sasya sambil memicingkan matanya.
Sasya tidak salah lihat. Gadis yang sedang duduk di hadapan Niko adalah dirinya sendiri namun berjiwa Agam.
"Mereka lagi ngapain?" batin Sasya penasaran.
Sasya melangkah perlahan mendekati dua remaja tersebut.
"Ssss---"
Kata-kata Sasya tertahan di tenggorokan kala Niko mengeluarkan sebuah buket bunga mawar yang di belinya bersama Bora setelah pulang sekolah. Sasya bisa menebak apa yang selanjutnya terjadi.
Klise. Adegan ini sudah sering Sasya tonton di drama.
Di lain sisi, Bola mata Agam bergetar. Bukan luluh melainkan kaget. Ini terlalu mendadak bagi Agam.
"Sial!!" umpat Agam dalam hati saat mendapati Sasya menyaksikan pernyataan cinta dari Niko.
Mengapa Sasya bisa ada di sini?
Agam mengetahui jika Sasya menyukai Niko. Dan, tau betapa bahagianya Sasya saat memberitahukan Agam tentang Niko yang juga menyukai Sasya. Agam turut senang dengan kabar itu. Walau agak tidak rela jika Sasya berpacaran dengan Niko.
Sasya tidak ada pengalaman berpacaran, hubungan percintaan hanya dilihatnya di drama. Agam takut jika Sasya diapa-apain oleh Niko.
Sekarang Agam gelisah. Kenapa Agam harus terjebak diantara mereka? Bukan ini yang Agam inginkan.
Agam akui, mulanya Agam memang salah paham dengan hubungan Bora dan Niko. Karena itu Agam mencoba menjauhkan mereka dengan kehadirannya di raga Sasya.
Di luar prediksi, Niko malah ikutan salah paham dengan sikap Sasya yang sebenarnya Agam.
Kronologi mengapa Agam dan Niko bisa berdua di Cafe ini sebab ulah Bora si tersangka utamanya.
Boralah yang mengajak Agam dengan alasan 'mau curhat'. Agam yang memang sudah lama menaruh perasaan kepada Bora, sama sekali tidak memasang prasangka apapun. Hingga, Ia sampai, ternyata Niko yang datang. Barulah Agam mengerti semuanya. Lagi pula, sejak kapan Bora 'mau curhat'? Bersama Bora, membuat Agam---peringkat dua bertahan di kelas unggul mendadak jadi bodoh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasakanlah!
Teen Fiction"Kamu nggak pernah bisa menempatkan diri kamu jadi orang lain. Itulah kekurangan kamu." "Aku memang nggak pernah bisa karena aku nggak pernah ada di posisi orang lain. Dan aku nggak akan pernah tau penderitaan orang lain sebelum aku ngerasainnya sen...