Bab 19

129 9 0
                                    

"Gam. Kalau kamu lagi nggak enak badan, jangan dipaksain kerja. Istirahat aja hari ini."

Sasya menerima maksud baik Varen. Namun, ia tidak mau kesedihan terus menguasai hatinya. Dengan banyak melakukan aktivitas, perasaan kecewanya akan sedikit teralihkan.

"Kantin lagi rame banget tuhh." Sasya menunjuk menggunakan dagunya, kemudian berkata dengan suara lirih, "Aku nggak enak sama Tante Vita. Baru juga aku minta kerjaan, malah akunya libur."

Varen adalah seseorang yang begitu pengertian. Bukan maksud Sasya untuk membuat Varen khawatir, namun masalah yang di derita memang tidak bisa ia ceritakan pada siapapun. Termasuk dengan Varen.

Haruskah Sasya berteriak, 'Heyyy, aku sama Agam bertukar tubuh lohh!!' Sasya belum benar-benar gila.

Sedangkan Mama dan Papanya yang sudah tujuh belas tahun hidup seatap dengan Sasya saja tidak percaya. Apalagi orang lainkan?

Sejak kejadian kemarin Sasya sering melamun, ia memikirkan perkataan-perkataan Prita, Ruby, dan Maura tentangnya. Yang memang ada benarnya.

"Sahabat? Iya, kamu nggak pernah anggap kami sahabat, karena kamu ngerasa jadi tuan puteri dan kami cuman dayang-dayangnya kamu. Kami pelayan yang siap ngelayanin tuan puteri manja," ketus Ruby menohok.

Apa sebegitu keterlaluannya sikap Sasya dahulu?

"Biarin aja, biarin si pick me ini dengar!!" tekan Ruby sambil jari telunjuknya ia arahkan tepat di depan wajah Agam.

Tangan Sasya masih mengelap mangkuk untuk wadah mie bakso yang baru selesai ia cuci.

"Karena Prita... dia sahabat aku, Sedangkan Sasya..." Ruby melirik Agam melalui ujung ekor matanya. "Bukan," tekan Ruby dengan sinis.

Wajah ketiga sahabat Sasya kala itu, terlihat berbeda. Ia seperti tidak mengenal mereka lagi. Di mana Prita, Ruby, dan Maura yang dulu Sasya kenal?

Mereka berubah atau aslinya sudah seperti itu?

Hingga, tanpa sengaja Sasya menjatuhkan mangkuk yang ia pegang hingga pecah tak berbentuk.

Sontak, Sasya memegangi dadanya sebab terkejut. Pikirannya telah kembali ke saat ini. Sasya pun buru-buru berjongkok dan memungut kepingan-kepingan mangkuk yang berceceran di lantai.

"Udah, Gam. Aku aja."

Dari ekspresi Varen, pemuda itu tampak panik. Namun nada suaranya masih terdengar tenang di telinga Sasya.

Sasya tidak bohong, ia sangat menyesal akibat kecerobohannya. "Maafin aku Varen."

Sasya bangkit berdiri sambil meremas kain lap berwarna merah di depannya, "Tante Vita marah nggak yaa, ak---"

"Agam, mendingan kamu istirahat aja dulu."

Sasya menatap punggung Varen saat ini yang terkesan dingin. Varen seperti tidak ingin Sasya bantah. Sasya pun mengalah dan menaruh lap tersebut di meja.

"Kalau gitu, aku pergi dulu yaa." Sasya melengkungkan bibirnya ke bawah.

Setelah ini, Varen tidak marah kepada Sasyakan? Entah mengapa? Sasya takut bila Varen berubah. Andaikan Sasya mengikuti saran Varen sedari tadi. Mungkin saja---ah sudahlah, Sasya pun tidak bisa mengembalikan segalanya.

Di lain sisi, Prita memperhatikan Agam yang baru saja keluar dari kantin. Sedangkan Ruby masih menyantap batagor di depannya. Mereka hanya berdua sebab Maura katanya sedang menemani Ansel bermain bola basket.

"Sepupunya Sasya kenapa tuh?"

Ruby mengedikkan bahu menanggapi atas kepenasaranan Prita tanda ia tidak tau dan tidak peduli.

Rasakanlah!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang