Bab 31

44 4 0
                                    

Sulit menjelaskan bagaimana kondisi hati Sasya saat ini. Yang jelas, perasaannya bercampur aduk, tak karuan sekaligus bingung. Deru napasnya bergemuruh. Menatap setiap sudut ruangan bercat merah muda dengan banyak boneka.

Harum pewangi ruangan ini familiar di indera penciuman Sasya.

"Semua itu... cuman mimpi?" pilu Sasya.

Seingat Sasya, ia bertukar jiwa dengan Agam sudah lewat sebulan. Nyatanya? Hari ini masih sama dengan hari Agam mengantarnya pulang.

Waktu itu, motor yang Sasya sebut butut, sialnya mogok di jalan. Sasya yang kecapekan langsung tidur saat setibanya di rumah.

"Kamu nggak pernah bisa menempatkan diri kamu jadi orang lain. Itulah kekurangan kamu."

Perkataan Agam singgah di benak Sasya.

"Aku memang nggak pernah bisa karena aku nggak pernah ada di posisi orang lain. Dan aku nggak akan pernah tau penderitaan orang lain sebelum aku ngerasainnya sendiri!!"

Sasya akui jawabannya memang terkesan sombong. Tidak seharusnya ia bersikap semena-mena, semaunya, seenaknya kepada siapapun terlebih Agam. Sasya begitu merasa bersalah.

"Kalau gitu, coba kamu ngerasain jadi aku bentar aja, bisa?"

Tantangan dari Agam rupanya betul-betul terwujud meskipun hanya mimpi. Namun, sangatlah nyata.

Agam berhasil memberikan pelajaran, juga mungkin karma yang didapat Sasya.

Sebuah pukulan yang membuat Sasya akhirnya sadar.

Sasya memejamkan matanya sambil mengacak-acak rambut panjang dan lurusnya. Namun, kepalanya sakit sekali seperti habis terantuk.

Sasya memajukan bibirnya, setiap momen di mimpi itu teringat jelas di benak Sasya. Benar-benar nyata!

Pintu kamar di ketuk tiga kali berbarengan dengan suara lembut wanita berusia paruh baya yang sangat Sasya rindukan.

Ketika pintu kamar terbuka, Sasya langsung menghambur ke pelukan Dania. Untuk waktu yang lama, Sasya enggan melepaskan dekapannya.

"Sasya mimpi buruk?" tanya Dania sembari mengelus punggung puterinya---menenangkan.

Gadis imut tersebut menganggukkan kepalanya pelan. Sedetik kemudian, ia menggeleng cepat. Sasya bingung, apakah mimpi itu termasuk mimpi indah ataukah mimpi buruk untuknya?

"Kangen Bunda," rengek Sasya.

Dania tersenyum, "Pulang sekolah, Sasya belum makan. Makan dulu. Nanti Sasya sakit loh."

"Bunnndaaaa," rengek Sasya.

"Maafin Sasya yang nggak pernah buat Bunda bangga. Maafin Sasya, Bunda! Sasya sayang banget sama Bunda. Sasya sering kecewain Bunda," tangis Sasya pecah.

Dania melepaskan pelukannya, kemudian memegang kedua bahu Sasya.

"Sasya... Bunda ingin Sasya hidup sehat dan bahagia, hanya itu keinginan Bunda. Bunda sayang sama Sasya melebihi apapun di dunia ini," tutur Sasya.

"Seandainya yang nempatin tubuhnya Sasya itu orang lain, Bunda bisa taukan? Kalau misalkan jiwa Sasya ada di tubuhnya orang lain, Bunda bisa taukan?" Sasya mulai ngawur.

"Bunda janji, jangan sampai nggak kenali Sasya tuh. Kalau nggak, Sasya bakalan ngambek!"

"Sasya sedih kalau Bunda sama Papa nggak kenali Sasya. Sasya sedihhh, Bunda." Sasya kembali menangis.

"Sasya nangis?" tegur Bara yang baru saja pulang bekerja.

Wajah Bara kelihatan lelah, seharian ada banyak pasien dan jadwal operasi. Namun, ia tetap menampakkan raut gembira pada Istri dan Puterinya.

Rasakanlah!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang