Bagian XVI

1.1K 95 6
                                    

SETELAH Mingyu pergi, menjelaskan dirinya kepada sang Kakak adalah hal terakhir yang ingin Wonwoo lakukan, tapi ia tahu Jeonghan pasti akan pergi mencarinya jika Wonwoo tak jua datang ke kantornya. Meninggalkan istana juga bukan pilihan yang tepat; tidak ketika ada sekelompok kecil paparazzi yang menunggunya di luar istana.

Ia mendapati kakaknya sedang mondar-mandir di ruang kantornya, terdapat kerutan di wajahnya. Mata cokelat kegelapan miliknya sekilas hampir mirip dengan matanya sendiri seketika tertuju pada Wonwoo begitu ia memasuki ruangan.

"Jelaskan sikapmu tadi," Jeonghan menggigit bibirnya, memberi isyarat agar Wonwoo duduk.

Namun Wonwoo memilih untuk tetap berdiri. "Tidak ada yang perlu dijelaskan," balasnya.

Jeonghan mengusap pelipisnya dengan tatapan kesal. "Dan aku kira kamu yang memakai cravat-nya karena kamu merasa seperti itu?"

Wonwoo hampir mengerang dengan keras. Ia sudah lupa tentang cravat itu. Seharusnya Wonwoo berganti pakaian sebelum menemui kakaknya.

"Lihat dirimu," timpal sang Kakak lagi, menghindari tatapan Jeonghan. Ia tak pandai berbohong, tapi ia tidak pernah suka berbohong kepada keluarganya. "Kamu tidak perlu khawatir, Kak. Ini bukan apa-apa. Jadi aku hanya menciumnya; apa masalahnya? Itu sama saja dengan... Pasangan yang ingin bercerai dan berciuman untuk terakhir kalinya demi mengenang masa lalu." Wonwoo mengabaikan perasaan tak nyaman dan tenggelam yang muncul di dalam perutnya saat mendengar pernyataan tersebut.

"Mengenang masa lalu, katamu?" Jeonghan mengulangi, suaranya terdengar skeptis. "Sejak kapan kamu menciumnya? Kukira kamu benci pria itu! Dan itu bukan ciuman yang biasa." Sebelum Wonwoo dapat berkata apa-apa, Jeonghan menatapnya dengan tatapan tajam dan penuh pencarian. "Belum lagi kamu tidak seharusnya menginginkan hal seperti itu, apalagi melakukannya dengan orang yang selalu kamu benci!"

Wonwoo merasa sudah berbohong. Ia mempertimbangkan untuk mengklaim jika ia adalah salah satu dari sedikit orang yang mampu merasakan ketertarikan seksual terlepas dari ikatan masa kecil mereka yang fungsional—itu sangat jarang terjadi, tapi itu memang terjadi—kecuali Wonwoo lelah berbohong. Wonwoo sudah muak berbohong kepada keluarganya. Ia mempercayai kakaknya. Ia mempercayai pria itu untuk menjaga rahasianya. Ia percaya jika Mingyu tak akan mengkhianatinya.

Jadi Wonwoo pun duduk, dan ia mulai berbicara. Wonwoo menceritakan semuanya kepada Jeonghan, mengulang kembali kejadian-kejadian yang terjadi beberapa bulan yang lalu setelah perjalanan pertama Joshua ke Planet Bumi. Wonwoo bercerita tentang ikatan Joshua dan kesehatannya yang memburuk. Wonwoo bercerita tentang solusi yang ditemukan Mingyu untuk membebaskan Joshua dari ikatan dan kontrak pertunangannya. Wonwoo mengatakan kepadanya jika Mingyu sebenarnya telah lama memutuskan ikatan dengan Wonwoo.

Wonwoo terus berbicara dan berbicara sampai tak ada lagi yang bisa ia katakan.

Keheningan menyelimuti ruangan ketika Wonwoo akhirnya selesai, tangannya mengepal di pangkuannya sambil menunggu reaksi kakaknya.

Jeonghan tampak tak ada keinginan untuk membalas.

"Tunggu," katanya akhirnya, sambil mengusap-usap rambutnya. "Jadi kamu mengatakan kalau kamu memang sudah tidak terikat dengan Mingyu lagi, tetapi kamu tetap berhubungan seks dengannya?"

Wonwoo merasa ngeri. Tentu saja itu yang akan menjadi fokus Jeonghan. "Itu cuman hormon dan semacamnya," balasnya, sambil melihat ke arah lain selain ke arah kakaknya. "Aku terangsang dan Mingyu satu-satunya pilihan yang tersedia. Itu saja."

Wonwoo merasakan tatapan berat kakaknya padanya namun menolak untuk menoleh ke arahnya, mempelajari tangannya dengan ketertarikan yang mungkin berlebihan.

"Wonwoo..."

Ada begitu banyak penghakiman dalam suaranya sehingga Wonwoo akhirnya membentak, "Ugh, memangnya kamu punya hak untuk bicara!"

Keheningan yang terjadi di antara mereka adalah hal yang paling canggung dalam hidupnya.

"Apa maksudnya itu?" Suara Jeonghan belum pernah terdengar sedingin ini.

Wonwoo meringis. Wonwoo tak benar-benar bermaksud untuk membicarakan itu. Ada beberapa hal yang tidak ingin diketahui atau dibicarakan dengan kakaknya.

"Kamu tidak mungkin percaya kebohongan bajingan itu," kata Jeonghan.

Wonwoo mendongak ke atas. "Mingyu tidak pernah berbohong," balasnya. "Mingyu memang seorang bajingan yang manipulatif dan tidak punya prinsip, tapi aku mengenalnya. Aku bisa mengetahui kapan dia berbohong atau mengelak tentang sesuatu. Dia tidak punya alasan untuk berbohong tentang dirimu. Dan reaksimu membuktikan kalau Mingyu benar."

Rona merah muncul di tulang pipi Jeonghan. Kakaknya jarang sekali tersipu karena malu, jadi Wonwoo mengira jika Jeonghan marah tapi ia tidak yakin. Wonwoo ragu untuk menggunakan telepatinya untuk sekedar mengukur pikiran dan emosi kakaknya. Inti telepati yang dimilikinya masih terasa mentah setelah menyatu dengan inti telepati Mingyu, dan kemungkinan untuk menyentuh orang lain terasa... salah.

"Jadi kamu lebih mempercayai kata-kata orang yang mempermalukanmu di depan umum daripada kata-kataku," kata Jeonghan.

Wonwoo mengerucutkan bibirnya, menatap kakaknya dengan seksama. "Kakak tahu, kamu tidak punya alasan untuk bersikap defensif. Suamimu meninggal satu setengah tahun yang lalu. Itu tidak mencemarkan ingatannya kalau Kakak... Punya kebutuhan fisik."

"Aku tidak membicarakan ini denganmu," kata Jeonghan.

Wonwoo terkekeh. "Jangan terlalu berhati-hati. Aku mengerti. Meskipun tidak seburuk di awal, aku masih memikirkan seks setidaknya lima kali sehari."

Bibir Jeonghan bergerak-gerak membentuk sebuah senyuman kikuk. Jeonghan menggelengkan kepalanya. "Aku masih belum mau membicarakannya denganmu. Ini terlalu... Aneh. Aku terbiasa dulu mengganti popokmu, Wonu."

Wonwoo mengernyitkan hidungnya. "Tidak, mana ada Kakak melakukannya. Kita kan punya pelayan untuk itu. Dan bicara soal pelayan..." Wonwoo mencondongkan tubuhnya ke depan, menyeringai. "Jadi siapa pria ity?" Itu bisa siapa saja. Tak seperti di kediaman Kerajaan Kedua, rumah mereka tidak menggunakan robot untuk melakukan sebagian besar tugas, dan ada lebih dari seratus pelayan di istana mereka, dan seratus lainnya bekerja di kebun.

Jeonghan menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mau membicarakannya. Bagaimanapun, kita punya hal lain yang jauh lebih penting untuk dikhawatirkan."

"Seperti apa?"

Jeonghan menatap matanya, ekspresinya berubah muram. "Seperti bagaimana kita akan menangani reaksi masyarakat terhadap berita-berita ini semu. Menghadapi beberapa pengunjung yang penasaran di kediaman sendiri jelas satu hal yang berbeda, dan menghadiri acara-acara sosial setelah kita dihina dan dipermalukan di depan umum hal yang mengerikan. Belum pernah ada pangeran yang dicampakkan selama ribuan tahun. Mengingat betapa berpengaruh dan dihormatinya Mingyu secara politis, kamu akan menjadi orang yang paling banyak menerima cemoohan dan belas kasihan dari masyarakat. Apa kamu mau menghindari acara-acara sosial untuk sementara waktu?"

Kau tidak akan dipermalukan kalau kau tidak bersikap seperti dipermalukan.

Wonwoo bangkit berdiri. "Tidak, aku tidak mau bersembunyi."

[✓] That Irresistible Poison (MEANIE Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang