2

204 20 80
                                    

Di perjalanan menuju ke tempat lain Sadam terlihat terpejam berharap bisa terlelap sejenak agar malam ini ia terlihat tetap segar. Tapi percuma, usahanya untuk tertidur tak juga berhasil dan yang ia lakukan sekarang adalah memperhatikan lalu lalang kendaraan di sekitar mobilnya.

Dia mengalihkan pandangan ke arah depan, mencondongkan tubuhnya kemudian sedikit memiringkan kepalanya ketika sebuah ingatan akan sesuatu mencuat dari tumpukan jerami dalam kepalanya. "Undangan buat Sherina tadi udah di sampein kan mas Bim?" Tanya Sadam pada Bimo yang duduk di bangku depan, disebelah pak Waluyo, supir pribadi Sadam.

"Udah, anaknya iya-iya aja jawabnya tadi, tapi sambil buru-buru pergi.." Bimo menoleh ke arah kanan, melihat Sadam yang menganggukkan kepalanya dan kembali menyandarkan tubuhnya, terlihat hilang semangat. "Tenang aja, dia pasti datang kok.." seolah tahu isi pikiran manusia yang namanya tengah berada di puncak popularitas itu.

"Gak datang juga gak masalah, gak penting-penting banget juga.."

"Gak usah denial gitu deh! Jelas-jelas lo curi-curi pandang terus tadi.." Bimo kali ini memiringkan tubuhnya demi bisa melihat dengan leluasa perubahan eskpresi dari sang artis. "Lagian kalian tuh kenapa bisa jadi tom and jerry sih? Terinspirasi dari film kartun itu apa gimana?"

"Sssssttt.. berisik ah! Gue mau istirahat dulu!" Pria berusia dua puluh sembilan tahun itu melipat tangannya sebelum memejamkan mata dengan alis yang menukik, kesal.

***

Sherina langsung menyalakan semua alat di dalam ruangan studio yang khusus di buat hanya untuk dirinya seorang, masih ada beberapa ruangan lain di lantai bawah yang biasa di pakai oleh para musisi yang berada di bawah naungan label yang dimiliki i...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sherina langsung menyalakan semua alat di dalam ruangan studio yang khusus di buat hanya untuk dirinya seorang, masih ada beberapa ruangan lain di lantai bawah yang biasa di pakai oleh para musisi yang berada di bawah naungan label yang dimiliki ibunya.

Perempuan itu lantas memutar bola matanya malas saat dering handphone nya memekik minta di perhatikan, dan tertera nama "Big Boss" di layarnya.

"Aduh Ayaaah.. baru juga sampai ini!" Wajahnya seketika berubah muram ketika ia mendengar ucapan Ayahnya yang ternyata sudah menuju ke studionya. "Nanti, aku nyusul.. beneran deh!" padahal dalam hati ia berencana berpura-pura lupa waktu di studio.

Aryo yang baru saja masuk setelah membelikan kopi di caffe yang tak jauh dari studio itu tampak bingung melihat Sherina yang merengut, raut muka yang berarti tanda bahaya bagi Aryo. "Ngapain sih lagian ayah jemput aku? Aku kan bareng Aryo.. beneran deh jam tujuh nanti aku sudah di rumah!"

Sialnya alasan apa pun yang Sherina ucapkan pada ayahnya selalu menjadi angin lalu, tak lama setelah sambungan telepon tadi, Ayahnya kini berdiri di studionya, menatap Sherina yang berada di vocal booth tengah melantunkan suara indahnya. Dengan mudah pak Darmawan membuat Aryo yang saat ini di minta untuk membantu meskipun ia tak mengerti harus apa, kemudian menyingkir dari kursi yang di dudukinya meninggalkan alat-alat rumit di hadapannya. Seketika Sherina menghentikan nyanyiannya saat dengan seenaknya ayah mematikan audio interface yang dengan otomatis membuat headphone juga microphonenya berhenti bekerja.

Love To Hate YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang