Tiba di UGD dengan cekatan pak Waluyo meminjam kursi roda untuk membawa Sherina, sedangkan perempuan itu berada dalam gendongan di punggung Sadam, Bimo pun tak kalah sibuk masuk ke ruangan Unit Gawat Darurat itu untuk memanggil dokter yang tengah berjaga di hari yang menjelang malam, semua terlihat panik seolah terjadi keadaan yang sangat darurat padahal Sherina sendiri terlihat santai meski kakinya terasa sakit hanya saja moodnya untuk membantah kali ini hilang entah kemana.
"Kami segera lakukan tindakan xray ya pak.." ucap seorang suster pada Bimo kemudian mengambil alih Sherina yang sudah berhasil duduk di atas kursi roda. Ketiga pria itu mengikuti kemanapun arah suster itu melangkah.
"Khawatir banget pak?" goda Bimo saat melihat Sadam sedari tadi menatap lurus ke ruangan tempat dimana Sherina di periksa. "Gitu dong jadi cowok.."
"Yaaaaa, gue cuma mau perbaiki hubungan gue sama dia aja sebelum project kita beneran jalan.." ucap Sadam, kali ini ia merubah posisi duduknya, bersandar pada kursi yang berderet itu.
"Memperbaiki hubungan untuk yang lebih serius juga gak masalah sih kata gue mah.."
Sadam mendengus, "Mana bisa, dia udah ada Bagas.."
"Halaah, Bagas doang mah cetek.." Sahut Bimo. Tak disangka orang yang di bicarakan tiba-tiba muncul melalui sambungan telepon pada handphone milik Sherina yang di titipkan pada pak Waluyo sebelum perempuan itu masuk ke dalam ruang pemeriksaan.
"Den Yayang.. ada telepon ini.." Sadam menatap layar handphone dengan case bermotif marmer berwarna putih tulang itu di tangan pak Waluyo sebelum ia mengambilnya. Membaca kontak dengan nama Bagas Adiyasha dengan emoticon love di ujungnya membuat Sadam terkekeh geli entah karena apa.
"Halo sayang, udah di rumah?? Jadi pulang bareng Sadam lagi?"
Mendengar pertanyaan dari Bagas membuat Sadam mengernyit heran, apa Sherina tak memberi tahu keadaannya saat ini pada laki-laki yang katanya adalah kekasihnya itu? "Halo ini gue, Sadam. Sherina lagi di periksa, handphone nya tadi di titip ke gue." ucap Sadam.
"Loh? Sherina kenapa? Mana dia sekarang?"
Sadam menggelengkan kepala, Bagas dan Sherina seperti dia makhluk berbeda dengan satu karakter yang sama di matanya. "Denger gak gue bilang apa? Dia lagi di periksa! Kakinya sakit, terkilir atau kenapa gue gak tahu dan belum tahu.. masa dia gak ngasih kabar lo kondisinya hari ini sih? Katanya pacar?!"
"Sorry, gue hari ini sibuk.. chat terakhir Sherina yang minta ijin kalo hari ini balik bareng lo aja baru gue baca. Tolong kasih handphone nya ke dia, gue mau ngomong!"
"Dia lagi di periksa, udah tiga kali gue bilang loh ini! Nanti gue suruh dia hubungi lo lagi! Udah ya, handphone nya dia lowbat!" ucap Sadam lalu memutus sambungan teleponnya. "Ceritanya aja anak pengusaha ternama, kuliah di luar negri. Gue ngomong berkali-kali gak paham-paham nih manusia!" Sadam masih lanjut menggerutu pada layar handphone dengan wallpaper foto Sherina bersama Bagas. "Nih pak, kalau yang tadi telepon lagi, di reject aja.. bego orangnya!" ucapan Sadam kali ini membuat Bimo terbahak.
Pintu ruangan xray terbuka, Sherina masih duduk di atas kursi roda, bedanya kaki kirinya kini sudah terbalut elastic bandage. Tiga pria yang duduk menunggunya itu sontak berdiri.
"Gimana hasilnya sus?" tanya Bimo lebih dulu.
"Nanti dokter yang jelaskan.. satu perwakilan yang mau mendampingi pasien bisa ikuti saya.." setelahnya Bimo menepuk pundak Sadam, memberi kode agar Sadam saja yang masuk ke ruangan dokter.
"Lo aja mas Bim.." bisik Sadam.
"Lo lah! Bokapnya tadi pagi telpon lo kok jadi gue yang harus dampingi?! Sana!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Love To Hate You
Teen FictionAku suka membencimu dan aku benci mencintaimu! Aku ingin tinggal tapi juga ingin melarikan diri! Dan yang tak ku mengerti mengapa aku terus kembali? Aku memang suka dengan apa yang kita miliki. Tapi lagi, aku suka membencimu dan aku benci mencintaim...