5

167 16 29
                                    

Sadam mengambil tempat duduk di samping Sherina saat mas Rafi mempersilahkan nya untuk duduk. Keduanya sama sekali tak bertegur sapa, bukan tak ingin namun saat Sadam baru akan menyapa, Sherina terlihat sibuk dengan handphonenya.

"Jadi gimana om, tante?" Sadam menatap dua manusia yang duduk di hadapan mereka, terpisah oleh meja berbahan marmer berwarna putih dengan corak abu-abu abstrak.

"Kita sih udah tanya Bimo, udah tanya Desi juga, kata mereka schedule bisa di sesuaikan. Ya tinggal kaliannya aja yang bagaimana?"

Sherina mengernyit mendengar jawaban dari mas Rafi yang duduk tepat di depannya. Meletakkan handphonenya di samping kanan, lantas Sherina menatap kedua orang dewasa di hadapannya. "Tunggu.. tunggu.." ucapnya berbarengan dengan gesture tangannya, salah satu kebiasaan Sherina sejak dulu adalah berbicara dengan tangan yang juga ikut bergerak. "Maksudnya apa nih?" sambungnya "Film?" ia menambahkan ketika pertanyaannya belum juga di jawab.

Mbak Mela mengangguk begitu juga dengan mas Rafi. "Kita bisa atur waktunya. Desi bilang selepas kompetisi balet sama theater nanti, kamu belum ada ambil kerjaan lagi selain ngegodok album sama jadi BA.. Bisa dong Sher?" Ujar mbak Mela yang terlihat meraih handphonenya.

"Seharusnya sih bisa yaaa, momen kalian kembali disatukan itu banyak di tunggu orang. Kalian pasti sudah lihat juga kan isi trending di semua sosial media seperti apa?" sahut mas Rafi, "lagipula, project ini juga pasti butuh waktu satu sampai dua tahun lah, om maunya kita berangkat dari nol sama-sama dan tidak asal-asalan hanya demi 'kasih makan' euphoria orang-orang saat ini. Kita buat menunggu lagi lah mereka." Sambungnya.

"Film genre apa? Thriller? Horor? Perempuan yang dibunuh pasangannya terus gentayangan untuk balas dendam?" Sherina kali ini berusaha menekan kesal.

"Gak banget ide ceritanya! Comedy romance kayaknya lucu om?!" Ucapan Sadam kali ini membuat Sherina mendelik.

"Ide cerita, karakter tokoh, bebas gimana maunya kalian. Kita berdiskusi sama-sama buat cari titik temunya.." Jawab mas Rafi.

"Tapi, tunggu nih. Ice breaking dulu bisa kali ya? Soalnya di lihat-lihat kalian nih kenapa kayak gontok-gontokan gini ya??" mbak Mela yang menyadari jika ada yang janggal dari sikap dua manusia di hadapannya ini menatap keduanya menyelidik.

"Perasaan tante aja.. kita oke kok.." jawab Sadam yang tiba-tiba merangkul Sherina di sebelahnya.

"Tapi gak se-akrab dulu sepertinya..." kali ini mas Rafi ikut menyadari ke kakuan dua anak 'kecil' itu.

"Yaa.. life happens om.." Sherina menyingkirkan tangan Sadam dari pundaknya. Menyamankan posisi duduknya, memangku dagu di tangan dengan siku yang bertumpu pada meja.

"Ooo.. gak akan berubah kalau sesuatu tidak terjadi, right?" ucapan mbak Mela saat ini membuat Sherina merasa di pojokan. Sedangkan Sadam mengangguk setuju. "Jadi, ada apa?"

"Tanya dia, kayaknya dia lebih tahu harusnya.." Sherina memiringkan kepalanya sesaat, menunjuk Sadam tanpa mau menatapnya.

"Lhaaaa.. kok saya?" setelahnya Sadam terkekeh "Lo yang menghindar kok jadi gue yang harus tahu jawabannya?! Aneh!" ujarnya kemudian.

"Mmmmm..." mas Rifa terlihat berpikir. "Inget gak dulu gimana Sadam nembak kamu pas break shooting?" ingatannya mundur ke masa dua puluh tahun yang lalu dan pertanyaan ini berhasil membuat wajah Sherina terasa panas, tak terkecuali dengan Sadam.

"Masih ada kan ya itu rekamannya?" ingatan mbak Mela ikut berjalan mundur.

"Ya ampun, cinta monyet aja itu mah! Si om masih aja inget!" Sadam mengusap wajahnya dengan sebelah tangan sambil terkekeh.

Love To Hate YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang