Chapter 12: Lion's Den

325 40 2
                                    

Genevieve Amaya Mahaprana, S

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Genevieve Amaya Mahaprana, S.H. 

"Pagi, Bu Genevieve." Resepsionis Law Firm menyapa Gigi dengan senyuman sopan. 

"Pagi Jen. Anyway, pak Rowan Bagaskara sudah datang belum ya?" Gigi memicingkan matanya melihat sekitar. Pagi senin ini terlalu sepi, apakah kantornya sengaja dikosongkan untuk Rowan?

"Sudah bu, tadi sama para partners juga sudah masuk ke meeting room 1." 

Gigi mengangguk paham dan berterimakasih. Sungguh kondisi kantornya pagi ini terlalu sepi terlebih lagi dengan kasus-kasus besar yang sedang diusut oleh Law Firm mereka. 

Pintu ruang rapat 1 terbuka sedikit sehingga Gigi berhenti sementara untuk mendengarkan pembicaraan di dalam. 

###

Gigi's POV

"Kami sebagai penasehat hukum Anda harus memahami terlebih dahulu posisi Anda dalam kasus ini." suara salah satu partner memecah keheningan. 

"Kalian memangnya harus tahu seberapa banyak sih, hah?  Dan juga kenapa Tjahyo ngga disini? Saya minta nya dia loh untuk jadi pengacara saya!" Rowan. Itu suara Rowan. Kenapa ia membicarakan papa? 

"Yah Anda tahu sendiri, Tjahyo berhenti mengurus sendiri kasus yang masuk saat anaknya masuk ke Law Firm ini, Tjahyo hanya ingin membantu kasus yang anaknya bantu kerjakan." Suara partner lain menimbrung. Aku familiar juga dengan suara itu. Kolega terdekat Papa.

"Sialan. Kalau begini Saya harus meminta anak kemarin sore itu untuk membantu saya? Yang benar saja!" NO. Please. Jangan. Bagaimana aku bisa menginvestigasi kasus ini secara diam-diam kalau ia meminta bantuanku?

"Sebaiknya bapak menjawab terlebih dahulu pertanyaan kami. Apa yang sebenarnya terjadi?" Salah satu partner berdeham serius. 

Keheningan sementara

"Well, yah, I can say I am a bit clumsy. Saya hanya menegor karyawan saya. Tapi si dungu itu lemah sekali jadi dia langsung terjatuh dan mati." Rowan menjelaskan dengan sangat ringan. Aku sungguh tidak percaya Rowan itu adalah Om Ro yang aku kagumi saat aku kecil. Nafasku tercekat dan perutku campur aduk tapi aku memaksakan diriku untuk melanjutkan mendengarkan perbincangan mereka. 

"Untungnya manajer nya ingin 'tanggung jawab' untuk hal itu," Rowan tertawa lepas, "Ya walaupun saya harus membayar sedikit insentif dan mendorongnya sedikit. Payah juga manajer itu, sungguh sial nasibnya harus punya anak yang punya kanker langka." 

Damn it. Aku sungguh tidak bisa menahan rasa mual yang menegangkan seluruh tubuhku. Sungguh menjijikan. Tetapi dari sini aku menemukan petunjuk baru. Anak sang manajer dan insentif yang diberikan Rowan kepadanya. Kalau saja aku bisa menyingkirkan kedua ini apakah Rowan dapat dijatuhi dakwaan bersalah?

Entahlah. Rasanya sekarang aku ingin kabur saja. 

Aku berjalan menjauh dengan sepelan mungkin dan mendudukan diri pada kursi di bilikku dengan kasar. Ku mengacak halus rambut panjangku dan membuang napas dengan kencang. Breathe. 

The Princess and The MastermindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang