huuft huuft huuft
Gigi berusaha membuka pintu rumahnya dengan peluh bercucuran di keningnya. Matanya mulai terasa berkunang-kunang dan sebelum ia sadari, ia pingsan tepat didepan pintu.
Jesse yang dari sore menunggu kepulangan Gigi mulai sedikit khawatir, ia pun membuka pintu depan dengan niatan menunggu Gigi pulang di depan.
cklek
"Eh? Gi? Gii?" Jesse jatuh ke lantai dengan panik dan menggoyangkan tubuh Gigi, "Gi, bangun gi. Astaga. Gi." Ucapnya keras, ia dapat merasakan dirinya kehilangan pemikiran rasionalnya sedikit demi sedikit.
Okay. Genevieve butuh bantuanku. Jesse mengatur napasnya dan melakukan pertolongan pertama pada Gigi.
Untung, Gigi nampaknya hanya pingsan akibat kelelahan dan kurang makan. Setelah Jesse membaringkan Gigi di ranjang, Gigi mulai sadar kembali.
"Je? Lo kenapa?" Katanya, melihat Jesse dengan mata sembab dan hidung merahnya.
Melihat Gigi yang sangat pucat merangsang air mata Jesse turun lagi, "It's my fault, Gi. Ini salah aku, seharusnya aku ngga buat rencana aneh itu. No. Seharusnya aku ga libatkan kamu di rencana ini Gi, seharusnya aku ngga pernah bilang sama sekali."
"Huh? Wait. No. Ngga gitu Je, lo pikir gue akan diam aja kalau liat ada yang dihukum untuk sesuatu yang ngga mereka lakuin? Je, gue bukan anak kecil, I can take care of myself."
"TAPI BUKTINYA NGGA, GI." Jesse sedikit berteriak, membuat Gigi yang tadinya hendak berdiri kembali terduduk, "NYATANYA NGGA, lo udah menghindari gue beberapa hari ini Gi, lo ngga makan, lo tidur tengah malam terus. Lo ngga bisa jaga diri sendiri. Lo tau ngga seberapa banyak gue nyalahin diri sendiri karena keadaan lo ini? Lo tau ngga gue susah tidur karena mikirin kesehatan lo?" Jesse kembali menggunakan lo-gue mengikuti Gigi.
Gigi mengerjapkan matanya, ia sungguh tidak menyangka Jesse bisa semarah itu. Ia pun tidak menyangka Jesse terluka akan silent treatment yang ia berikan. "Je. Aku ngga bermaksud buat kamu khawatir."
Gigi kembali berdiri dan memegang pergelangan tangan Jesse, "aku tau kamu mau ngelindungin aku Je. Tapi please, pahamin. Aku udah bukan anak kecil, Je. Pahamin juga aku ngga butuh 'overprotective' Jesse, aku butuh Jesse as my partner. Jesse yang bakal support aku tanpa mengekang aku Je." Gigi menghindari tatapan Jesse dan memeluknya erat.
"Maafin aku."
"I am sorry for my behavior and that stupid plan, too." Jesse bersuara.
"No. itu ngga stupid Je, aku tau kamu cuman mau yang terbaik untuk aku." Gigi menatap wajah Jesse dan mengusap pipi halusnya, "Terima kasih, Je."
Mereka membiarkan kesunyian memenuhi ruangan selagi mereka meredam perasaan yang meluap tadi. Saat Gigi kembali merasa cukup kuat untuk berdiri, ia mengambil tasnya dan mengeluarkan berkas yang ia dapat dari kantor.
"Je, aku tau aku ngga bisa banyak bantu cari bukti kalau Om Ro benar-benar membayar orang untuk menggantikan dirinya di penjara." Gigi membuka berkas tersebut dan memberikan Jesse sebuah foto lukisan, "liat, tanda tangan nya dan nama pelukisnya."
Jesse memiringkan kepalanya tidak paham.
"Tadi di lelang lukisan om Ro ada lukisan yang sama Je, dan kamu tau? Lukisan pelukis ini jadi bukti untuk kasus pencucian uang yang lagi berjalan sekarang." Gigi tersenyum manis.
Bingo. Jesse yang tadinya mengernyitkan dahi, mengangkat alis, bingo.
"Ya walaupun ini aja ngga cukup untuk membuktikan bahwa Om Ro juga andil dalam kasus pencucian uang tapi ini cukup untuk jadi awalan yang bagus Je. Kita memang ngga bisa menyelidiki dengan resmi tapi setidaknya kita bisa minta bantuan Hugo." Gigi melanjutkan, "and also, tadi ada partner yang cari berkas ini juga. Kayaknya ini berkas sangat penting untuk kita Je. Better kita scan dengan cepat jadi aku bisa balikin besok Senin."
Jesse mengangguk paham, "this is good, Gi." air muka Jesse berubah, "tapi aku lebih senang kalo kamu istirahat sekarang Gi, tadi kamu abis pingsan. Istirahat ya sekarang, besok kita ke rumah sakit." Ucapnya tegas.
Gigi hanya menatap penuh sayang Jesse dan mengangguk pelan, "siap, Papi."
"Papi?"
"Papi. You act like dads just now." Gigi tertawa ringan seraya menanggalkan bajunya untuk baju yang lebih nyaman.
"Oh, you did not. You scared me, Gi." Jesse memeluk Gigi dari belakang dan mencium leher jenjang Gigi.
【-】【-】【-】
Keesokan harinya, Hugo dan Rafael seperti biasa mengunjungi rumah mereka untuk membahas kemajuan penyelidikan yang mereka lakukan.
"Sorry gue hectic banget minggu ini. I couldn't find a lot, tapi sekarang kita tahu kalau misalnya korban itu ternyata baru dapet panggilan dari kejaksaan untuk kasih kesaksian kasus..." belum selesai Rafael menyelesaikan kalimatnya, Gigi langsung memotong, "pencucian uang Galeri Dasan Haryantio?"
"Bingo," ucap Rafael kaget.
"Kemarin gue nemuin fakta yang menarik. Lelang koleksi pribadi Rowan yang dihandle sama temen gue ternyata kebanyakan isinya karya pelukis Dasan Haryantio." Gigi menganggukan kepalanya, ini semua sekarang masuk akal. Motif sebenarnya Rowan menyingkirkan pekerjanya dengan cara kejam tersebut.
Gigi memecah keheningan dengan menaruh berkas yang ia 'pinjam' dari kantor. "Kasus Ana Pranata. Ternyata kantor gue yang pegang kasusnya. Kayaknya bukan kita aja yang cari berkas ini, kemarin pas gue ambil dari kantor ada orang dari tim Rowan yang juga cari berkasnya."
Jesse yang baru pertama kali mendengar fakta ini mengernyitkan keningnya khawatir, "Gi? That's dangerous! Apa jadinya kalau kamu ketahuan?"
"Aman sih harusnya. Dia ngga liat aku, Je. Secara hukum memang kita ngga bisa ngelaporin Rowan atas dasar pencucian uang tapi gue tau yang bisa siapa." Gigi menatap Hugo dan Rafael bergantian, "Raiden Salim."
【-】【-】【-】
Gigi's POV
"Makasih ya untuk hari ini, see you guys next week." Aku melepas kepergian Hugo dan Rafael dari depan rumah.
Hari ini kita mendapatkan banyak petunjuk baru tetapi sayangnya memang tidak banyak yang bisa kita lakukan, selain membantu dengan mencuri kartu yang dipegang Rowan, sisanya harus kita serahkan kepada sistem.
Aku merasakan penat yang sangat berlebih ketika siang tadi, Ah sepertinya aku memang mendorong diriku terlalu banyak beberapa hari ini.
"Gi, are you okay?" Jesse mengusap punggungku khawatir.
"Yeah. Kayaknya aku butuh istirahat aja," ucapku pelan, tidak ingin membuatnya khawatir. Tetapi oh well.
Saat aku membalikan badanku, aku dapat merasakan mataku semakin kabur dan badanku melemas.
【-】【-】【-】
Normal POV
"Gi. Astaga. Gi." Jesse mengguncankan badan Gigi sedikit.
Untungnya, kali ini Gigi sudah sedikit kuat dari kemarin sehingga ia bisa sadar dengan cepat.
"Eh? Aku pingsan lagi ya?" Gigi meregangkan badannya.
"This won't do. Besok kamu ke RS ya! Aku temenin," ucap Jesse khawatir ketika handphone nya berdering.
Kantor.
"Kenapa Je?" Gigi bertanya ketika Jesse balik dengan muka masam.
"Ngga, itu, kayaknya besok aku ngga bisa nemenin kamu. Besok kita mau bahas terkait donasi ke anak-anak lagi." Kata Jesse kecewa.
"Ah! Bagus dong! Aku yakin aku kecapekan doang kok, Je. I will be fine bymyself."
I think?
Author's Note
BELUM SELESAI KAWAN!!! Aku akan double update ehehehehehehhe.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Princess and The Mastermind
RomanceMr. Mahaprana dan Mrs. Mahaprana. Genevieve tersenyum kecil saat memikirkan hal tersebut. Dirinya sekarang sudah resmi menjadi istri dari seorang Jesse Aiden. Jesse. Aiden. Tetapi perasaan ini hampir runtuh saat Genevieve mendengar yang tidak harus...