•┈┈┈••✦ :💔: ✦••┈┈┈•
Pemakaman orang tua Shasa berjalan dengan lancar tanpa suatu halangan apapun. Shasa juga nampaknya bisa tegar dengan kepergian kedua orang tuanya sekaligus, Ia perlahan mengikhlaskan kepergian mereka. Entahlah, Shasa merasa biasa saja ditinggal Ayahnya, tapi tidak dengan Luna (Bundanya). Mungkin karena semasa hidup, Ayahnya banyak memberikan luka untuknya.Bagaimana pun juga, Ia sangat menyayangi Bundanya lebih dari apapun. Sera yang merasakan itu tak kalah sedihnya dengan Shasa, Sera merasakan bagaimana sakitnya ditinggal oleh seorang Ibu, apalagi kini Shasa benar-benar sebatang kara.
Beberapa orang yang ikut memakamkan kedua orang tua Shasa, perlahan meninggalkan pemakaman satu per satu. Tersisa beberapa orang saja saat ini. Shasa sendiri masih enggan untuk beranjak dari pusara sang bunda.
Gwen dan Sera sedari tadi terus merangkul Shasa guna menenangkan temannya itu
"Aku sekarang sendirian, Gwen, Na," ucap Shasa dengan suara parau nya
"Ngga, Sha. Lo punya kita. Gue, Ana, Sadam, Robin, Januar. Kita semua sama Lo." Shasa mengangguk
"Tapi orang tua ku ...."
"Aku tau gimana rasanya ditinggalin sama orang yang kita sayaaang banget, gapapa kalo mau masih mau nangis, Sha, asalkan jangan berlarut-larut, ya?" ucap Sera
"Yaudah, kita pulang, yuk? Kan harus nyiapin buat tahlilan," saran Robin
"Iya, lebih baik kita pulang." Indra menyetujui perkataan Robin
Sera dan Gwen memapah Shasa untuk berjalan. Namun di tengah perjalanan, Sera mengingat sesuatu
"Kenapa, Na?" tanya Gwen
"Gwen, nanti bilang sama yang lain aja kalo Aku pulangnya nyusul."
"Ya tapi kenapa?" tanya Gwen sekali lagi
"Aku mau mampir dulu ke makam Ibu." Gwen yang mengerti hanya mengangguk dan mempersilakan Sera
©
©"Assalamualaikum, Ibunya Sera yang paling cantik." Sera menyapa gundukan tanah di depannya dengan senyuman sendu
"Sera niatnya kesini nanti sore setelah pulang sekolah, tapi ini aja Sera ngga sekolah. Ibu tau? Tante Luna sama Om Fian meninggal, Bu. Shasa sendirian sekarang, apa boleh kalo Shasa tinggal sama Sera dan Ayah?"
"Sera sama Shasa udah temenan lama, Sera ngga tega kalo harus ngeliat Shasa tinggal sendirian di rumahnya, pasti bakal ngerasa sepi banget. Sera yang ditinggal Ibu aja dan masih punya Ayah, hidup Sera tetap ngerasa sepi."
"Oh iya, kali ini Sera bukan bawa bunga tabur kaya biasanya. Sera bawa bucket bunga mawar putih," ucap Sera setelah meletakkan bucket bunga di atas makam Ibunya
"Bunganya harum kan, Bu? Lihat nih, Bu, Sera juga pake syal buatan Ibu. Ibu sering-sering mampir ke mimpi Sera ya? Sera kangen Ibu."
"Sera pengiiin banget banyak cerita sama Ibu, tapi untuk sekarang Sera harus cepet pulang buat bantuin tahlilan di rumah Shasa. Sera pamit pulang dulu, assalamualaikum."
"Tapi sebelum itu, Sera mau peluk Ibu selama lima menit." Sera memeluk batu nisan milik Ibunya cukup lama
"Ibu Sera yang cantik, makasih ya udah selalu jagain Sera dari kecil bahkan mungkin sampai sekarang. Maaf ya Ibu, kalau selama Ibu hidup dulu Sera sering nakal dan bandel sama Ibu."
"Udah?" tanya Robin yang entah sejak kapan berada di belakang Sera
"Udah, maaf ya lama." Sera merasa tidak enak
"Gapapa, Gue ngerti. Kalo gitu, ayok! Mereka udah sampe rumah Shasa, tinggal kita berdua aja, Gue sengaja nungguin Lo pas Gwen bilang Lo ke makam tante kia."
Mereka berjalan berdampingan menuju tempat parkir
"Eum, Na," panggil Robin
"Kenapa?"
"Besok Lo berangkat, kan?"
"Kalo Shasa udah ngerasa lebih baik dari hari ini, Aku berangkat."
Robin mengangguk, "ada sesuatu yang mau Gue kasih ke Lo."
"Yang lagi berduka Shasa, kenapa Aku yang dikasih sesuatu?"
"Ya ... ini emang udah Gue siapin dari jauh hari buat Lo,"
"Aku penasaran, kenapa ngga sekarang aja?" Sera menggoyangkan lengan Robin
"Besok Na Besok, namanya sesuatu ya ngga boleh dikasih tau sekarang."
"Ish! Ngeselin banget sih!" kesal Sera yang justru membuat Robin semakin senang menjahilinya
✼ • ┈┈┈┈┈┈ 🌻 ┈┈┈┈┈┈ • ✼
Robin, Gwen, Sadam dan Januar, memutuskan untuk pulang karena sudah larut malam dan besok mereka harus sekolah.
"Sha, kita pulang, ya. Lo yang sabar dan Gue yakin lambat laun pasti Lo bisa ikhlas kaya Ana," ucap Gwen
"Iya, Sha. Gue tau rasanya berat banget buat ikhlas, tapi dengan begitu orang tua Lo juga bisa pergi dengan tenang." Januar si bijak ini ikut menimpali ucapan Gwen
"Jangan bilang kalo Lo sendiri ya, Sha? Kita berlima ada buat Lo," tambah Robin
"Dan ada pundak Gue buat Lo bersandar." Sadam berusaha untuk mencairkan suasana
"DASAR BUAYA!" Teriak ke-empat temannya
Shasa hanya bisa mengangguk dan memeluk teman-temannya. Mereka sudah pulang ke rumahnya masing-masing, kini hanya tersisa Sera, Indra, dan juga Shasa.
"Kamu yakin disini sendirian?" tanya Indra dengan nada yang sedikit khawatir
Ayah kaya khawatir gitu? batin Sera
Tapi bagaimana pun, Ia juga khawatir dengan keadaan temannya
"Tinggal sama kita aja ya, Sha? Keinginan kita buat tinggal bareng bisa terwujud sekarang," ucap Sera sembari menggenggam kedua tangan Shasa
"Aku ngga enak sama kalian, Aku cuma anak yatim piatu yang ngga punya saudara dekat buat numpang tinggal. Dan lebih baik, Aku disini aja, Na," jawab Shasa kurang meyakinkan
"Tolong tinggal sama kami, Om sangat khawatir dengan keadaan kamu, Sha." Indra berusaha untuk membujuk Shasa
Sera mengangguk setuju. "Aku tau Kamu ngerasa ngga enak atau apalah, tapi yang paling deket sama Kamu itu Aku, Sha. Ada Aku sama Ayah yang bakal tinggal bareng sama Kamu."
Mau tidak mau, Shasa menuruti kedua orang itu yang tengah tersenyum senang
"Kalo gitu, Aku beresin baju dulu." Shasa beranjak dari duduknya
"Aku bantuin, ya?" Saat akan mengekori Shasa, tangan Sera dicekal oleh Indra
"Selalu berhubungan baik dengan Shasa, dia sudah tidak memiliki orang tua sekarang. Jika suatu saat dia melakukan kesalahan pada mu, maklumi saja."
Apa maksud perkataan Ayahnya itu? Ya Sera akan tetap berhubungan baik dengan Shasa, tapi kalimat terakhir Ayahnya membuatnya bingung
Selama menaiki tangga, Sera terus berpikir
Dulu waktu Ibu meninggal, Ayah ngga nemenin Aku sampai hari besoknya. Tapi hari ini, Ayah selalu ada di dekat Shasa. Tolong hilangkan rasa cemburu ini, Tuhan.
•┈┈┈••✦ :❤️: ✦••┈┈┈•
To Be Continue

KAMU SEDANG MEMBACA
Hadiah dari Tuhan
Ficción GeneralBagaimana perasaan seorang anak, ketika rumah yang dulu penuh dengan kebahagiaan, kini menjadi rumah yang penuh dengan luka? Anasera Dahayu, salah satu anak yang merasakan hal itu. Atau mungkin bukan hanya dirinya saja yang merasakan? Rumah yang har...