☁️ㅣ36. Tidak Ada Akses

3.9K 535 82
                                    

"Ngapain melototin gue? Bantuin!" Agraska menyadarkan lamunan ketiga lelaki yang memperhatikannya sejak ia terbangun dari masa kritisnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ngapain melototin gue? Bantuin!" Agraska menyadarkan lamunan ketiga lelaki yang memperhatikannya sejak ia terbangun dari masa kritisnya.

Wajar saja Leon, Genta, dan Navy melamun tak bergerak karena sejak tadi mereka tak menyangka, Agraska terbangun bukannya terlihat lemah atau berusaha memindai sekitar, lelaki itu justru terburu-buru bangkit hendak turun dari brankarnya.

"Gila, lo!" Leon berdiri dan menghampiri Agraska, segera menahan pergerakan lelaki itu. "Mau ke mana?! Lo baru sadar, lo gak tahu gimana paniknya kami waktu kondisi lo kritis?!"

Agraska meringis merasakan denyutan di pundak kiri serta beberapa bagian di perutnya. Ia tentu saja tidak tahu jika dirinya kritis, lagipula ia tak sadarkan diri, 'kan?

"Bulan." Agraska berkata dengan pelan. "Bulan hilang. Gue harus cari, takutnya dia dibawa sama orang yang ngehajar gue, Leon. Gue harus nyusul mereka."

"Gra, nyawa lo berapa?" Genta menghampiri dengan raut wajah datar, jauh dari biasanya yang tenang. "Lo hampir mati kemarin. Kalau ambulans telat, gue gak tahu harus ngubur lo di mana. Sementara lo bilang lo mau dimakamin di sebelah Ayah lo. Tahu 'kan, lo bahkan belum nemuin makamnya di mana. Gak usah gegabah."

"Sakit hati gue, lo ngomong begitu." Pandangan Agraska teralih, bibirnya digigit kuat untuk menahan kecemasan yang terus mengguncangnya sejak ia membuka mata. Saat dirinya dihajar habis-habisan, Agraska terus melawan dan tak mau kalah, puncaknya ia tak bisa bergerak lagi karena pundak kirinya dilukai oleh senjata tajam. Agraska terjatuh di jalanan begitu saja dan yang mengepungnya pergi meninggalkannya. Susah payah Agraska bangkit, masuk ke dalam mobil untuk melihat kondisi Rembulan. Sayangnya, Agraska terlambat. Rembulan sudah tidak ada di sana.

Saat itu yang Agraska pikirkan adalah Axares. Ia harus mengerahkan semua anggotanya untuk mencari Rembulan. Naasnya ia tak ada tenaga lagi begitu tiba di markas.

"Pak Bos." Navy mendekat. Beberapa kali ia meringis melihat wajah Agraska penuh luka. Kening dibalut perban, mata kanan bengkak, pipi kanan dan kiri lebam, serta sudut bibir keduanya yang robek. Padahal sebelumnya, Agraska belum pernah terluka separah ini. "Gue udah minta bantuan ke Paman gue, lo tahu 'kan dia polisi? Terus semalam dia ngabarin, Bulan udah aman sama keluarganya. Ada yang nyelamatin dia, Bulan baik-baik aja."

"Serius?!" Agraska membelalak, tubuhnya langsung menghadap ke arah Navy dan naasnya itu memberikan reaksi nyeri yang jelas membuat Agraska meraung kesakitan. "Aahh sial, masa gue harus begini, sih? Gue harus ketemu Bulan."

"Gak bisa. Gila, lo! Nanti kalau udah sembuh!" cegah Leon dengan mata melotot.

"Telepon aja, Gra," usul Genta.

"Kalau ada Hp, gue udah telepon Bulan dari tadi. Hp gue ancur kemarin."

Genta menghela napas. "Kalau gitu nanti pinjem Hp gue, tapi lo jangan nekat ke mana-mana. Tunggu sembuh."

Awan untuk RembulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang