Eh, gak berasa banget udah sampe bab 13 dan cerita ini masih gini-gini aja ಥ‿ಥ
~Happy Reading~
***
Pagi itu Sekala bangun. Matanya mengerjap lambat kala usapan lembut terasa membelai surainya. Pandangannya segera naik untuk menemukan presensi Adi yang membungkuk di sisi kasur sembari tersenyum lembut.
"Papa udah pulang?" Sekala mengakhiri pertanyaannya dengan deheman pelan karena suaranya serak sampai nyaris tidak terdengar.
"Kamu udah mendingan?" Adi balik bertanya.
"Memang aku kenapa?"
"Shaka telepon Papa, kamu demam tinggi."
Sekala tidak bersuara lagi. Teringat kalau semalam Shaka mengobati lukanya, lalu kembali ke kamar. Pandangannya beralih menatap sekeliling dan menyadari kalau dirinya tidak sedang tidur di kamar Dylan. Padahal, semalam ia ingat kalau dirinya terlelap di kamar Dylan. Apa Shaka yang memindahkannya?
"Kita sarapan bareng, yuk! Mama tadi masakin sup ayam buat kamu," ajak Adi. Bibirnya tersenyum manis sekali sampai membuat Sekala tertegun karena kalimatnya.
"Mama?"
Adi mengangguk. "Iya," jawabnya meyakinkan.
Sekala bangun perlahan dengan bantuan Adi. Ternyata benar, kepalanya pening sampai membuatnya meringis. Sepertinya ia terlalu lelah sampai membuat imun tubuhnya melemah dan berakhir demam.
Adi menuntun Sekala menuruni tangga perlahan sampai ke ruang makan yang di mana sudah ada Shaka dan Aya yang duduk di kursinya dengan pandangan yang fokus pada ponsel masing-masing.
Tentu Sekala tahu ini tidak biasa. Terasa begitu janggal karena ibunya mau ikut duduk menunggu dirinya hadir di meja makan setelah konflik yang terjadi. Tapi, mengingat di sini ada ayahnya, hal itu menjadi mungkin di benak Sekala.
Memang semua ini terlihat sangat tidak natural dan terkoordinasi yang tentunya berlandaskan paksaan.
"Ayo mulai sarapan. Shaka, Mama, taruh dulu handphonenya," titah Adi yang sekarang sudah duduk manis di kursinya.
Sekala duduk di depan Aya dan satu kursi kosong yang biasa diduduki Dylan. Rasanya aneh berkumpul di meja makan tanpa kehadiran kakak sulungnya yang biasa menebar senyum menyambut kedatangannya.
"Adek makan yang banyak. Shaka, kurangin gorengannya ya, lo katanya gabung sama orkes dangdut kampus. Biar suara lo bagus pas nyanyi nanti." Dylan melirik Shaka dengan tawa tertahan sembari meletakkan sepotong daging di atas piring Sekala.
"Dih, orkes dangdut! Gue ikut band metal ya, anjir, bukan dangdut!" ketus Shaka tidak terima.
Sekala menahan senyumnya ketika bayangan itu melintas. Agenda sarapan yang dulu sering mereka isi bertiga karena Adi tidak pulang dan Aya yang sudah pergi syuting pagi-pagi buta.
Rindu. Sayangnya, rindu pada orang yang sudah pergi ke pelukan Sang Maha itu rasanya sangat menyesakkan.
"Kamu kenapa senyum-senyum?"
Sekala terkesiap ketika suara Aya terdengar di rungunya. Memutus ingatan akan kenangan manis bersama kakaknya. Tatapnya naik untuk menatap Aya yang menatapnya dengan sorot datar penuh rasa tidak suka. Sekejap, kepalanya menggeleng sebagai jawaban cepat selagi kepalanya memikirkan kata yang tepat.
Belum sempat menyelesaikan rangkaian kata, Sekala kembali terkesiap ketika Shaka menyendok sup ayam dan dituang ke dalam mangkok di hadapannya. Shaka tampak sengaja menyendok beberapa potong ayam ukuran besar sampai membuat mangkok itu terlihat penuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity
Hayran KurguSebagai seorang anak, lahir ke dunia dan menjadi berkat untuk orang tuanya adalah kebahagiaan sempurna yang ia damba, bahkan sejak pertama kali dilahirkan. Menjadi harapan serta masa depan orang tua adalah impian setiap anak. Termasuk, dirinya. Lalu...