19. CLYBU|| Cinta, tapi Menyiksa

3K 141 6
                                    

⚠️‼️

Serena tidak berbohong jika bulu kuduknya merinding. Takut melihat senyum Sebastian yang tampak begitu licik. Senyum seperti seorang psikopat yang akhirnya menunjukkan wajah aslinya setelah berhasil mengelabui mangsanya dengan topeng malaikat.

Mulut Serena masih bungkam. Lidahnya terlalu kelu. Jantungnya berdetak cepat. Sampai-sampai dia ingin menariknya lepas.

Ketika merasakan tangan Sebastian menyusup ke dalam pakaian yang dipakainya, spontan saja dia menahannya. Panik... takut... kecewa.

"Kamu... gila." Serena menemukan kesadarannya kembali. Meskipun hanya itu saja yang bisa keluar dari mulutnya. Saking tidak percayanya Sebastian bisa bertindak se-gila itu, dia sampai bingung harus bereaksi bagaimana.

"I am." Sebastian bahkan tidak menyangkalnya. "Karena kamu."

"Emangnya aku salah apa?" tanya Serena, sungguh tidak paham. Kenapa Sebastian membuatnya sefrustrasi ini?

"Salah kamu?" Punggung jari Sebastian menelusuri pipi Serena. Serena memalingkan muka, isyarat tidak ingin disentuh. Menimbulkan salah satu sudut bibir Sebastian terangkat naik, terkesan dengan penolakan sang perempuan. "Emangnya aku salah cinta sama kamu?" Sekarang laki-laki itu malah bisa mengatakan terang-terangan mencintainya.

Namun alih-alih senang atau berdebar dengan sensasi menyenangkan, ungkapan cinta itu malah membuat Serena takut.

"Kamu nggak cinta aku, Bas. Kamu cuma mau menyiksa aku."

"Bagian dari mana aku menyiksa kamu, Ser?"

Serena hampir menyeringai tidak percaya mendengar pertanyaan itu. Sungguh tidak sadar.

"Dengan kamu begini juga udah menyiksa aku, Bastian. Kamu bohong soal nggak punya pacar. Kamu mau bikin aku jadi selingkuhan. Kamu buat aku jijik sama diri aku sendiri. Bisanya bilang aku bukan pelacur kamu nyatanya dengan kamu nggak mau menerima aku bayar utang dengan uang juga kamu mau tetap bebas memakai tubuhku. Dulu aku terima-terima aja karena sadar itu sesuatu yang harus aku bayar, tapi sekarang kamu punya pacar. Kamu... cuma mau bikin aku menderita aja, kan?" cerocos Serena. Sebuah kemajuan yang sangat besar dia bisa mengeluarkan kekesalannya tanpa khawatir menyinggung lawan bicaranya.

Ada hal baik juga ternyata Sebastian menunjukkan kebrengsekannya terang-terangan. Tidak lagi bersikap sok baik yang membuat Serena tidak enak hati jika ingin mengeluarkan unek-uneknya.

"Udah aku bilang hubungan aku sama Sofia hanya sekedar hubungan bisnis. Aku nggak menganggap dia sebagai pacar."

"Nggak ada bedanya. Kamu tetep pacar dia. Di mata keluarga kalian, kalian pacaran. Kalau Sofia dan keluarga kamu tahu tentang aku yang akan menderita siapa? Aku, Bas. Aku," berang. Serena berang.

"Jangan ketahuan kalau begitu." Jawaban itu meluncur keluar dengan santainya. Kontras sekali dengan emosi Serena yang menggebu-gebu — frustrasi.

Atas jawaban itu, di satu titik Serena ingin sekali menampar wajah Sebastian.

"Selalu gitu. Kamu selalu kayak gitu. Nggak pernah peduli dengan apa yang aku rasakan. Nggak pernah mau menempatkan diri di posisi aku. Kamu selalu egois, Bastian."

Bagaimana bisa ada orang yang dari dulu sampai sekarang tidak pernah berubah? Bahkan kebrengsekan Sebastian rasa-rasanya bertambah parah saja.

"Aku kayak gini karena cinta kamu, Ser."

"Nggak," sambar Serena cepat. "Kalau kamu cinta sama aku kamu nggak mungkin mau melihat aku menderita kayak gini."

"Itu yang kamu nggak ngerti. Kamu juga nggak pernah mau liat dari sudut pandang aku. Kamu selalu menganggap aku cuma mau bikin kamu tersiksa. Padahal kenyataannya nggak seperti itu."

Cinta Lama yang Belum UsaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang