Sebastian nyaris seperti orang gila ketika tak kunjung menemukan Serena di tempat-tempat yang kemungkinan perempuan itu kunjungi.
Sebelumnya perawat Serena izin pulang lebih awal tanpa menunggu kedatangannya karena ada urusan lain. Perawat itu sempat menginfokan Serena bilang akan ke taman yang berada di wilayah apartemen.
Tapi, setelah berkali-kali mencari pun, Serena tidak ada.
Sementara hari semakin petang dan awan-awan kelabu terlihat menggelung di langit sana, Serena tak kunjung dia temukan. Panggilannya pun tak kunjung mendapat jawaban.
Sebastian pernah berada dalam posisi seperti ini. Mencari Serena yang hilang tiba-tiba. Tapi, sekarang rasanya jauh lebih panik dan takut dibanding sebelumnya. Karena kondisi Serena yang sangat mungkin tiba-tiba lupa jalan.
Akan lebih melegakan jika alasan Serena tidak mengangkat panggilannya karena memang tidak mau saja. Bukan karena perempuan itu tidak membawa ponselnya.
Menyinggung ponsel, Sebastian langsung merutuki kebodohannya sendiri. Dia bisa melacak lokasi Serena lewat ponsel. Setelah menemukan titik keberadaan ponsel perempuan itu, Sebastian langsung menuju ke taman kota.
Nyatanya setelah sampai tujuan Serena tetap belum ketemu. Padahal dia sudah berada di titik yang tepat dengan lokasi ponsel perempuan itu.
Nomor Serena kembali dia hubungi. Sejurus dengan suara deringan ponsel terdengar begitu dekat dengan tempatnya sekarang. Pandangannya mengedar ke bawah. Mengikuti sumber dering itu berasal. Sampai matanya jatuh pada sebuah ponsel yang tergeletak di antara rerumputan, memperlihatkan layar yang memunculkan namanya.
Sebastian meraihnya. Kenapa ponsel Serena ada di sana? Apa mungkin pemiliknya juga berada tidak jauh dari tempatnya sekarang. Sebaiknya seperti itu. Karena Sebastian tidak ingin memikirkan kemungkinan lain yang akan sangat berpotensi membuatnya kesetanan.
Dia kembali memacu langkahnya. Pandangan mengedar ke sana ke mari. Tidak peduli peluh mulai membasahi diri. Membuat kemeja hitamnya lembab. Pun rambutnya yang terlihat semakin berantakan karena beberapa kali disugar kasar.
Napasnya mulai terengah seiring dengan langkahnya yang cepat berubah menjadi berlari. Langit sudah menggelap sepenuhnya. Sumber penerangan mulai digantikan oleh lampu-lampu taman yang memancarkan cahaya kelembutan.
Tidak peduli kakinya yang mulai kelelahan pun hujan yang mengguyur tubuh, Sebastian mengitari taman itu hanya untuk mencari sosok perempuan yang dia harapkan memang berada di tempat itu. Setidaknya meskipun kemungkinannya kecil, Sebastian hanya ingin berharap.
Harapan yang menjelma menjadi sebuah kelegaan. Kecemasannya luruh. Ketakutannya sirna. Kala sosok perempuan yang dicari-carinya setengah mati akhirnya dia temukan.
***
Sebastian membawa semangkuk sup hangat dan teh herbal ke dalam kamar Serena. Menyimpannya di meja kecil samping ranjang, Sebastian duduk di pinggir kasur, tepat di belakang Serena yang memunggunginya.
"Makan dulu, Ser."
Serenanya masih bergeming. Meskipun matanya memejam, tapi Sebastian tahu Serena tidak sedang tidur.
"Ser — "
Sebastian tidak melanjutkan ucapannya karena Serena sudah lebih dulu bangkit dari berbaringnya. Dia langsung mengatur posisi bantal agar Serena bisa bersandar dengan nyaman.
"Aku suapin," cetus Sebastian ketika Serena ingin mengambil alih sup mangkuk di tangannya.
Serena hanya diam, menurut, membuka mulut tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Lama yang Belum Usai
Teen FictionDulu, mereka pernah saling menyukai. Ironisnya, tidak ada yang berani lebih dulu mengakui. Sekarang, mereka kembali dipertemukan. Bukan jenis pertemuan membahagiakan yang membawa mereka pada happy ending yang diinginkan. Melainkan pertemuan yang me...