24. CLYBU|| Kejutan

2.2K 154 11
                                    



Melipat lengan depan dada, mata Sebastian menatap Serena dalam-dalam. Perempuan itu bersandar di kepala ranjang setelah menumpahkan semua isi perutnya. Wajahnya yang pucat tampak kelelahan. Entah kenapa terlihat rapuh di saat bersamaan.

Kedalaman mata Sebastian menyimpan spekulasi yang diam-diam membuatnya gelisah.

"Nggak seperti yang kamu pikirkan, Bas."

"Kita ke dokter untuk memastikannya."

"Memastikan apa? Ini asam lambungku lagi naik aja. Nanti juga sembuh."

Sebelum Sebastian menanggapi, Serena sudah lebih dulu menyambung. "Minggu lalu aku baru selesai menstruasi. Kita juga belum berhubungan badan lagi belakangan ini. Nggak usah cemas. Aku juga rutin minum pil KB."

"Siapa yang nggak cemas kalau ternyata kamu diam-diam menyembunyikan kehamilan dari aku?"

"Nggak ada yang hamil," pungkas Serena. Tegas. "Hanya karena muntah bukan berarti aku hamil." Bisa jadi karena stres yang menyebabkan asam lambungnya naik dan dia memang stres gara-gara Sebastian.

"Fine, then," sahut Sebastian setelah beberapa saat hening. Kedua tangan yang menyilang depan dada kini tenggelam di masing-masing saku celana bahannya. "Tapi sekarang kamu harus ikut aku. Aku cemas membiarkan kamu sendiri dalam keadaan sakit kayak gini."

"Aku nggak sakit," jawab Serena di detik Sebastian menyelesaikan kalimatnya.

"Kamu bilang asam lambung naik. Itu bukan sakit?" Sebastian mulai jengkel dengan penolakan Serena yang terus-menerus. Dan sejak kapan Serena jadi sekeras kepala ini?

Memalingkan wajah ke samping, menghindari tatapan Sebastian, "aku bisa sendiri, nggak perlu dijagain. Bukan sakit yang serius juga." Sudah terbiasa sendiri. Bahkan ketika sakit parah sampai tidak bisa melakukan apa pun, dia lebih sering sendiri.

Belum ada tanggapan dari Sebastian. Lalu, di detik selanjutnya kalimat laki-laki itu membuat Serena spontan menatapnya dengan bola mata membeliak kaget.

"Aku nginep di sini kalau begitu."

Sebelum Serena sempat mengeluarkan protesan, laki-laki itu sudah naik ke kasurnya yang sempit. Tidak mungkin cukup untuk mereka berdua apalagi tubuh Sebastian tinggi dan besar. Serena bahkan khawatir kasurnya bisa roboh setelah merasakan goncangan akibat laki-laki itu naik.

Faktanya, kekhawatirannya yang hiperbola memang tidak terjadi. Sebastian sudah duduk di sampingnya. Lengan saling menempel tanpa sekat.

"Bas, sempit. Nggak mungkin kita tidur seranjang. Nggak muat."

Laki-laki itu tampak tidak peduli. Dia malah asyik memainkan rambut Serena yang jelas frustrasi menghadapi sikapnya.

Sudah lelah berdebat, Serena memilih tidur di lantai saja beralaskan karpet. Namun, dia baru saja menyibak selimutnya ketika Sebastian tiba-tiba melingkarkan lengan di pinggangnya, menahannya agar tetap pada posisinya.

Hanya untuk dibuat terkesiap karena di detik selanjutnya Sebastian mengangkat tubuhnya dengan mudah dan mendudukkan di pangkuan. "Muat, Ser," katanya. "Gini aja tidurnya," Sebastian berbaring, otomatis Serena ikut telungkup di atas dadanya.

Satu tangan laki-laki itu berada di belakang kepalanya dan satunya lagi di punggung. Tidak memberikan kesempatan untuk Serena bangkit dari atas tubuhnya.

Tahu jika sudah begini Sebastian tidak mungkin dilawan, pada akhirnya Serena pasrah saja. Mendebat atau melawan laki-laki itu hanya membuang-buang energinya yang sudah terkuras.

Dalam jarak sedekat ini, detak jantung Sebastian terdengar jelas di telinganya. Serena merasakan bibir Sebastian tertanam di puncak kepalanya dengan tangan menepuk-nepuk punggungnya pelan.

Cinta Lama yang Belum UsaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang