Serena bertanya-tanya kenapa Sebastian seperti sangat ingin mengajaknya kabur?
"Ada apa?" Serena bertanya ketika melihat perubahan raut Sebastian yang tampak gelisah. Sepanjang mengenal Sebastian, dia tidak pernah melihatnya segelisah itu.
Maju melangkah mendekat, Serena menyentuh lengan Sebastian hati-hati. Seolah jika disentuh sedikit lebih keras saja, Sebastian bisa pecah. Karena sungguh kondisi Sebastian sekarang terlihat begitu rentan.
Serena tidak pernah terbayangkan akan melihat sosok Sebastian dalam kondisi seperti itu. Begitu resah. Gelisah. Bingung. Rasa frustrasinya tergambar jelas.
Serena terdiam ketika Sebastian merengkuhnya dalam pelukan erat alih-alih menjawab pertanyaan. Kepala lelaki itu tenggelam di pundaknya. Sehingga hela napasnya yang kasar dan bahkan entah kenapa terdengar sedikit memburu begitu jelas di telinganya.
Ada apa?
Apa Sebastian harus segelisah itu hanya karena dia masih menjadi orang nggak enakan padahal laki-laki itu selalu bilang untuk jangan terus seperti itu?
Sesaat, di antara peluk yang terbagi hanya hening yang menguasai mereka.
Di tengah kebisuan itu, Serena sedang sibuk menebak-nebak apa yang sebenarnya sedang terjadi kepada Sebastian? Sementara Sebastian sendiri memang sedang sibuk menimbang-nimbang sesuatu sampai kepalanya rasanya mau pecah saking dilemanya.
"Bas, ada apa?" Serena kembali bertanya setelah Sebastian mengurai pelukan. Dan tatapan lelaki itu masih sama. Terlihat kebingungan.
Untuk seperkian detik Sebastian hanya menatap Serena. Lalu, bibirnya terbuka seperti ingin mengatakan sesuatu, sebelum kembali mengatup rapat bersamaan dengan mundur satu langkah, melepaskan tangannya dari lengan sang perempuan.
Menggeleng dengan gamang, Sebastian berbicara dengan intonasi pelan. "Maaf udah bentak kamu."
"Kamu keliatan bingung. Ada masalah?" Alih-alih merespons permintaan maafnya, Serena tetap berpegang pada rasa khawatirnya.
Sebastian mengangguk-angguk — terkesan sekenanya. Terlihat tidak sungguh-sungguh menunjukkan bahwa dia tidak ada masalah apa pun.
"Kamu istirahat sekarang." Tangannya mengelus kepala Serena. "Maaf kamu capek-capek kerja disambut aku yang langsung marah-marah."
Serena belum sempat merepons kala Sebastian sudah lebih dulu melanjutkan. "Aku mau di ruang kerja dulu. Masih ada kerjaan yang harus aku kerjakan."
Lagi-lagi, Sebastian seolah tidak menunggu jawaban Serena. Setelah mengatakan itu dan mengusap kepala Serena untuk sekali lagi, dia langsung berbalik meninggalkan Serena yang bergeming dengan kebingungan yang semakin pekat.
Kenapa dia merasa Sebastian hanya ingin menghindarinya?
"Bas?"
Langkah Sebastian terhenti. Menolehkan kepala dengan senyum tipis yang menghiasi wajahnya. Namun, alih-alih lembut dan hangat, senyum itu tampak menyimpan tekanan dan kesedihan.
"I love you."
Senyum tipis Sebastian luntur. Dia tampak tertegun. Sebelum beberapa detik kemudian ekspresinya malah sendu. Senyum tipisnya kembali terbit. Berbeda dengan sebelumya, kali ini senyum itu terlihat penuh terima kasih.
Hati Serena mencelos.
Sebastian tidak membalas ungkapan cintanya.
***
Sebastian sungguhan ingin mengajak Serena kabur. Dia siap meninggalkan semua kemewahan yang diberikan orangtuanya. Lebih dari siap untuk meninggalkan keluarganya yang selama ini hanya membuatnya tertekan. Dia bisa mencari pekerjaan baru di tempat barunya nanti sambil melanjutkan membuat musik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Lama yang Belum Usai
Teen FictionDulu, mereka pernah saling menyukai. Ironisnya, tidak ada yang berani lebih dulu mengakui. Sekarang, mereka kembali dipertemukan. Bukan jenis pertemuan membahagiakan yang membawa mereka pada happy ending yang diinginkan. Melainkan pertemuan yang me...