Kayna's Side~
Usia kandunganku sudah memasuki bulan ke sembilan. Perutku semakin besar, dan rasanya tubuhku semakin membengkak. Mungkin ini alasan Heesaa tidak pernah menyentuhku lagi karena penampilanku yang begitu buruk.
~Apartemen,
21.20 KST~
Saat ini suamiku tengah duduk di kursi dekat jendela besar. Ia sedang berkutat dengan laptopnya, mengerjakan tugas kuliah yang begini banyak."Heesaa, aku ingin tteokbokki." Ujarku. Sebenernya bayiku yang menginginkannya. Ia menyibak rambutnya, dan tanpa banyak bicara ia berjalan keluar rumah.
Ponselku berdering, Heesaa menelponku.
"Apa lagi yang kau inginkan?" Tanyanya di seberang sana.
"Tidak ada." Jawabku singkat.
Beberapa menit kemudian ia datang dengan kresek yang aku tahu isinya pasti makanan yang aku idamkan.
"Gumawoyo, Heesaa-ah."
"Hmm." Jawabnya lalu kembali ke laptopnya.
Heesaa telah banyak berubah, berbeda sekali dengan yang dulu aku kenal. Sejak menikah, ia seolah memberi jarak padaku. Terkadang perhatian, namum tiba-tiba akan menjadi dingin seolah aku orang asing. Di depan keluarga kami, dia bersikap seperti menjadi suami yang baik untukku.
Pernah dulu, Heesaa tidak pulang seharian setelah kami bertengkar. Hanya karena aku menanyakan nama bayi kita.
"Terserah, yang penting marganya Lee 'kan?"
Seolah benar-benar tidak peduli tentang aku dan bayiku. Aku yang sensitif saat itu hanya bisa memakinya saat mendengar ucapannya yang membuatku begitu kesal. Jika bukan Lee, lalu siapa? Bukankah ini anaknya? Bahkan ia pun tidak tahu apa jenis kelaminnya. Basa-basi bertanya bagaimana keadaannya pun tidak.
Jika ditanya apa aku menyesal? Ya, sungguh aku sangat menyesal pernah melakukan sejauh ini dengannya. Dulu aku percaya pada Heesaa yang tidak akan meninggalkanku, tapi rasanya saat ini aku ragu. Apa aku masih bisa bertahan dengan Heesaa yang kini bertolakbelakang denganku?
***
Pada malam hari aku merasakan sakit pada perutku.
"Heesaa, akh.. Heesaa perutku sakit." Aku menepuk bahunya yang sedang tertidur pulas.
"Lee Heesaa!" Teriakku sedikit keras. Tentu saja itu membuatnya terbangun, dengan wajah yang kesal menatapku. Oh ayolah ini bukan waktu yang tepat untuk bertengkar.
"Heesaa, seperti aku akan melahirkan."
"Arraseo, aku antar ke rumah sakit." Heesaa menggendong tubuhku lalu membawaku masuk ke dalam mobil. Raut wajahnya tenang, dengan terus mengalihkan pandangannya dariku. Seolah Heesaa jijik melihatku.
~Hospital,
00.30 KST~Hatiku sakit di saat aku berjuang hidup dan mati mengeluarkan bayiku, Heesaa tidak ada di sampingku. Hanya Ibu yang senantiasa menggenggam erat tanganku, sesekali mencium keningku.
"Kau kuat Kayna-yaa, harus kuat." Ucap Ibuku menenangkanku.
Aku lemah tidak sanggup membuka mataku, yang aku dengar tangisan bayi yang begitu nyaring serta tangisan Ibuku lalu aku pun tidak sadarkan diri.
***
Aku menggendong putraku yang tampan, jika dilihat ia sangat mirip dengan Heesaa. Hidungnya bahkan bibirnya yang tipis itu persis seperti milik Heesaa.
Heesaa pulang dengan raut wajah tak bersahabatnya itu. Semenjak kelahiran Hee-jung, aku jarang sekali melihatnya di rumah. Ia pulang larut malam dan berangkat di pagi hari buta. Bahkan ia tidak tahu bagaimana Hee-jung lahir, dan bagaimana rupanya. Berbicara pun kami sangat jarang.
Aku melihatnya membawa bajunya ke dalam tas ransel hitam miliknya.
"Mau kemana?" Tanyaku.
"Jay mengajakku ke Jeju untuk liburan." Jawabnya singkat.
"Liburan? Heesaa, kau akan meninggalkanku lagi?"
"Na, aku mohon mengerti. Aku sedang banyak tekanan soal skripsiku. Aku butuh hiburan setidaknya untuk menjernihkan pikiranku."
"Kau punya hati tidak? Kau bukan anak muda yang bisa pergi kemana pun yang kau mau. Ingat Heesaa, kau seorang Ayah. Bahkan kau tidak pernah tau keadaan anakmu!" Kesalku.
"Sekarang kau mau apa? Aku lelah menghadapi sikap egoismu!" Bentaknya.
Egois? Sebenernya siapa yang egois? Apa salah jika aku selalu membutuhkannya? Dia kan memang suamiku, sudah menjadi tugasnya untuk selalu ada di sisiku.
"Aku egois? Baiklah aku memang egois."
"Aku pergi." Ucapnya lalu pergi meninggalkanku.
Aku menitihkan air mataku, ini bukan pertama kalinya, namun rasanya kali ini aku benar-benar lelah. Ada atau tidak ada Heesaa pun rasanya sama, bahkan aku tidak merasakan kehangatannya sebagai seorang suami. Ia selalu menyibukkan dirinya dengan hal yang bukan tentang aku dan Hee-jung. Rasanya sakit, aku tidak sanggup lagi menahan semuanya sendiri.
