MENYETUJUI PERCERAIAN

269 26 0
                                    

Author's Side~

"Bercerai?" Bentak Nyonya Baek saat mendengar ucapan yang keluar dari mulut putrinya.

"Apa yang terjadi? Kayna, kau tidak kasihan dengan Hee-jung? Jika kalian bercerai, bagaimana dengan Hee-jung?" Lanjut Nyonya Baek.

"Eomma, aku tidak sanggup lagi. Heesaa sudah berubah, ia sangat berbeda dengan Heesaa yang dulu kita kenal." Ucap Kayna.

"Saat berumah tangga, akan ada rintangannya. Itu akan menguji bagaimana kalian kuat menjalaninya. Semua permasalahan pasti akan ada jalan keluar, dan perceraian bukan solusinya. " Nyonya Baek memeluk putrinya sembari mengelus lembut punggung Kayna.

"Kayna-yaa, coba kau bayangkan suatu hari nanti Hee-jung besar dia akan bertanya kemana Ayahnya, dan sedari kecil belum pernah mengenal Ayahnya. Kau tidak ingin tahu bagaimana perasaannya?" Tanya Nyonya Baek.

"Jika Heesaa salah, beri tahu dia perlahan. Jangan gunakan emosimu ketika berdebat. Bersabarlah. Heesaa lebih muda darimu, bukan berarti kau bisa berbicara seenaknya. Bagaimanapun juga dia suamimu, pemimpinmu. Lagipula jika kalian bercerai, bagaimana nanti dengan Ibunya Heesaa. Penyakitnya pasti akan lebih parah." Jelas Nyonya Baek. Kayna menganggukkan kepalanya. Ibu Heesaa memang sedang mengidap penyakit serangan jantung, yang dimana tidak bisa mendengar kabar buruk, hal itu akan semakin memperparah penyakitnya.

Kayna membetulkan perkataan Ibunya. Mungkin selama ini dia kurang bersabar menjadi seorang istri, ia masih selalu mementingkan egonya tanpa memikirkan susahnya menjadi seorang suami. Kayna merasa bersalah kepada Heesaa.

~Apartemen,
01.15 KST~

Heesaa perlahan membuka pintu apartemen, ia berjalan dengan mengendap berharap Kayna tidak memergokinya. Heesaa sudah lelah, yang ia butuhkan sekarang hanya istirahat. Ia memasuki kamar tamu dan menutupnya dengan pelan, setidaknya biarkan ia tertidur dulu, perkara nanti Kayna akan memarahinya atau bagaimana ia sudah benar-benar tidak peduli.

***

Heesaa terbangun ketika mendengar suara tangisan bayi yang menusuk pendengarannya. Ia menutup telinganya menggunakan bantal, namun suara itu masih terus terdengar.

Heesaa bangkit menghampiri kamarnya, tidak ada Kayna disana. Hanya ada bayi yang Heesaa tidak tahu siapa namanya. Ia mengacak frustasi rambutnya.

"Kayna!" Teriaknya Heesaa.

Kayna muncul dengan tergesa-gesa memakai bathrobes.

"Anakmu menangis, kau malah enak-enakan mandi." Kesal Heesaa.

"Heesaa, aku belum sempat mandi sedari pagi. Dan kapan kau pulang?"

"Aku baru pulang. Setidaknya buat dia tidur dulu sebelum kau mengurus dirimu."

Habis sudah kesabaran gadis itu. Heesaa memang tidak pernah tahu bagaimana susahnya menjadi seorang Ibu, terlebih ia melakukan semuanya sendiri seolah hanya Kayna yang bersalah disini.

Kayna menidurkan bayinya lalu menyusul Heesaa.

"Heesaa, ayo kita bercerai." Heesaa menatap Kayna dengan tatapan frustasi seolah perkataan Kayna menambahi beban pikirannya.

"Kayna, jangan berbicara omong kosong itu lagi."

"Kau sudah tidak menginginkanku lagi, dan kau tidak pernah menganggap Hee-jung sebagai putramu!" Bentak Kayna.

Heesaa mendengus kasar. "Kayna ini soal waktu. Aku harap kau mengerti dengan keadaanku. Banyak hal yang sedang aku pikirkan." Ucap Heesaa tenang.

"Heesaa, kau menganggapku istri atau tidak? Mengapa kau tutupi semuanya dariku?"

Heesaa bergerak mendekati Kayna, dan merengkuh tubuh mungilnya. Sudah lama mereka tidak sedekat ini. "Selama aku masih bisa menyelesaikannya sendiri, aku tidak ingin merepotkan orang lain. Aku hanya ingin kau mengerti, itu saja."

Baek Kayna membalas pelukan suaminya. Pelukan yang selama ini selalu ia inginkan. Sejujurnya gadis itu masih bimbang dengan perasaannya pada Heesaa. Terkadang rasanya lelah dan ingin menyerah, namun di sisi lain ia merasa bersalah karena membuat Heesaa menderita karenanya. Seolah Kayna adalah istri yang tidak pernah mengerti keadaan suaminya.

"Maafkan aku, Heesaa-ah."

"Eumm." Jawab Heesaa lalu memeluk Kayna semakin erat.

***

Waktu terus berjalan, bayi kecilnya yang kini telah menjadi balita yang pandai sekali mengoceh. Berlarian kesana kemari sembari bersorak gembira.

Hee-jung tumbuh menjadi anak yang tampan dengan pipi gembulnya yang menggemaskan. Ia adalah obat bagi Kayna. Ketika dunianya hancur, cukup melihat Hee-jung maka semuanya akan baik-baik saja.

Heesaa dan Kayna memutuskan untuk bekerja. Heesaa bekerja di kantor yang dekat dengan apartemennya, sedangkan Kayna di kantor Ayahnya. Setiap hari Kayna menitipkan Hee-jung pada Ibunya, lalu ia menjemputnya sepulang bekerja.

Heesaa masih tetap pada sifat dinginnya, terkadang akan berubah menjadi hangat ketika Kayna berbicara tentang perceraian. Pria itu pulang selalu larut malam, walaupun jarak antara tempat kerjanya dekat.

Hati Kayna terasa sesak ketika Hee-jung memanggil Ayahnya dengan ucapan yang masih terbata-bata. Seperti malam ini, hari libur namun Heesaa tidak ada di rumah sedari pagi. Di telepon tidak ada jawaban, membuat Kayna benar-benar kesal.

Hee-jung sudah tertidur, ia demam tinggi dan terus menggumamkan Ayahnya.

Heesaa datang dengan wajah lelahnya, melewati Kayna yang tengah menatap nyalang dirinya. Tak ada basa-basi atau pertanyaan 'belum tidur?' malah menganggap istrinya bak patung.

"Kau darimana saja?" Tanya Kayna dengan nada dingin seolah tidak ada lagi kesabaran dalam dirinya.

"Aku ada urusan." Ucap Heesaa tanpa menoleh ke arah Kayna.

Kayna membuang nafas kasar. "Hee-jung sedang sakit. Dia terus memanggil nama Ayahnya. Heesaa, tidak bisa 'kah kau memberi waktumu sedikit saja demi anakmu?"

"Kayna, aku lelah. Kumohon jangan mengajak aku untuk bertengkar lagi."

"Kau yang memulai. Heesaa, jika aku tidak memikirkan Ibumu yang sedang sakit, aku sudah menceraikanmu dari dulu. Kau pikir mudah bertahan dengan semua sikap burukmu? Aku juga punya batas kesabaran, Heesaa."

Heesaa berbalik menatap istrinya.

"Terimakasih sudah memikirkan Ibuku." Sahut Heesaa.

"Kau boleh membenciku, bahkan tidak menganggapku sebagai istri. Tapi aku mohon sayangi Hee-jung, bagaimanapun juga dia anakmu, darah dagingmu. Dia sama seperti anak-anak seusianya yang membutuhkan kasih sayang seorang Ayah."

"Akan aku coba." Singkatnya.

"Baiklah, kita akhiri hubungan ini. Jangan menganggapku sebagai isrimu, tapi aku mohon sayangi Hee-jung. Walaupun berat, aku tidak akan melarangmu lagi, berbuatlah semaumu tidak usah pikirkan aku." Heesaa termenung mendengar perkataan istrinya, ia menatap Kayna lebih dalam.

"Aku akan rahasiakan ini pada keluarga kita. Sampai nanti Ibumu sembuh, kita akan bercerai." Lanjut Kayna.

"Aku tahu kau sudah tidak mencintaiku lagi, aku tidak akan melarangmu ingin dekat dengan siapa. Asalkan kau mau menganggap Hee-jung sebagai anakmu." Ucap Kayna lalu berbalik, namun Heesaa mencegahnya.

"Baiklah, aku menyetujuinya." Balas Heesaa. Lalu ia semakin mendekatkan dirinya pada Kayna, mendengus aroma tubuh Kayna.

"Geumanhae, Heesaa! Hubungan kita sudah usai, jangan pernah menyentuhku lagi."

KEEP COMING BACK TO YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang