01

593 10 0
                                    

Haiiihaiiihaiiii
Author balik lagi nichh🫂
Happy Reading📖 💕

Author Ganti judul cerita besti

Jangan lupa vote yaw 💋
....

"Kakak! Kakak!!!!!"

"Maaf, kami harus menangkapnya atas kasus pembunuhan!" ujar polisi tegas.

Jena melotot tak percaya sedangkan sang ibu menangis kencang menyaksikan kejadian ini. Dan kakak laki-lakinya? Dia hanya diam dibawa oleh polisi, seakan pasrah jika dirinya yang bersalah atas kasus pembunuhan itu.

"ENGGAK PAK POLISI! KAKAK SAYA GAK SALAH! INI SALAH PAHAM!" Jena membela kakak laki-lakinya yang sama sekali tidak bersalah.

"Maaf! Silahkan jelaskan di kantor polisi," Jena menarik paksa baju sang kakak karena tangannya sudah di borgol.

Polisi lain yang melihat itu langsung menyingkirkan tangan gadis itu dan mereka membawa sang kakak masuk ke dalam mobil.

"KAKAK!!!!" teriak Jena. Gadis itu mengejar mobil polisi yang melesat pergi dan saat itu juga dirinya terjatuh.

"KAKAK!!!!" teriak Jena lagi kemudian terisak.

"Kakak kamu itu pembunuh! Dia membunuh ayah kamu sendiri! Kenapa masih di bela!" ujar salah satu tetangga yanh menyaksikan kejadian ini.

"Kakak saya gak salah! Ini salah paham!"

"Sampai mulut mu berbusa juga kakak mu terbukti bersalah, Jena!" ujar tetangga 2.

Jena terisak, dengan sekuat tenaga gadis itu bangkit memghampiri sang ibu yang terduduk lemas tak berdaya.

Ella -- sang Ibu pasti sangat syok. Ayah gadis itu, dia terbunuh oleh seorang perampok.

//Flashback//

Saat itu rumah sepi. Sayup-sayup Jena yang sedang tidur siang mendengar suara seseorang berkelahi membuatnya membuka mata lebar lalu mencari asal suara tersebut.

Jena melotot saat melihat sang ayah sedang berkelahi melawan perampok. Perampok itu membawa pisau membuatnya panik.

Tak lama, kakak laki-laki Jena datang. Dia terkejut melihat kejadian itu lantas segera membawa Jena masuk ke dalam kamar untuk melindunginya. Dan ia menyuruh Jena untuk menelpon polisi. Jena mengangguk kemudian kakak laki-lakinya itu berlari keluar untuk membantu ayah sedangkan Jena berusaha menelpon polisi.

Keadaan sungguh mencekam. Jena takut jika salah satu ada yang terluka namun sebisa mungkin Jena berpikiran positif dan terus berdoa. Jena menutup telpon saat polisi mengatakan akan datang secepatnya, setelah itu Jena mengintip di balik tembok melihat kejadian dirumahnya. Perampok berkupluk hitam itu dengan lihai menodongkan pisau tajam ke arah ayah yang posisinya berada di depan.

Kakak laki-lakinya itu mencari benda pelindung, ia menemukan sebuah sapu lalu memukulkan gagang sapu ke tubuh perampok itu sangat kencang. Jena sontak menutup mulutnya ketika melihat jari kakaknya mengeluarkan darah karena perampok itu menggoreskan pisau lumayan cepat.

"Akh!" ringis kakak laki-lakinya.

"PERGI! BERANI BERANINYA LU MERAMPOK DI RUMAH GUA!" teriak ayah Jena.

Seketika Jena melotot lebar, tubuhnya kaku serta air matanya mengalir deras saat perampok itu menusuk leher ayah dengan pisau tajamnya. Darah mengalir kemana-mana hingga muncrat ke wajah kakak laki-lakinya yang berada di sampingnya. Perampok itu naik terburu-buru ke atap dan entah pergi kemana.

Ayah terjatuh dan Jena tidak tau lagi apa yang terjadi karena saat itu, Jena masuk ke dalam kamar menangis sejadi-jadinya melihat kejadian itu secara langsung.

"Jangan bergerak!" suara polisi menggema di telinganya.

Jena berlari kecil keluar kamar dan melihat kakaknya itu sedang berusaha mencabut pisau dari leher sang ayah.

"Tangkap dia!" perintah salah satu polisi pada anak buahnya untuk menangkap kakak laki-lakinya.

Para polisi berasumsi jika kakaknya lah yang membunuh ayah karena mereka melihat laki-laki ity yang sedang mencabut pisau dari leher ayah.

"Pak, kakak saya gak bersalah! Tadi ada perampok dan yang bunuh ayah saya itu perampok bukan kakak saya." ujar Jena membela dengan segala kejujuran yang ia lihat.

"Silahkan jelaskan di kantor polisi!" ujarnya. "Bawa dia!" lanjutnya. Anak buah polisi itu membawa kakak dengan tangan yang sudah terborgol.

Kini, tinggal Jena dan sang ibu berdua. Keluarganya hancur dengan sekejap mata.

Dengan perasaan hancur, Jena memapah Ella untuk berdiri. Hancur sekali mengalami kejadian seperti ini. Mereka berdua pun akan melakukan proses pemakaman secara layak untuk korban.

Selesai pemakaman, Jena memeluk Ella yang menangis terisak. Orang-orang sudah pergi meninggalkan pemakaman, Jena berusaha mengatur isakan tangisnya lalu membujuk sang Ibu untuk pulang.

"Ayo kita ke kantor polisi," ujar sang Ibu tiba-tiba membuat Jena menatap wajahnya.

"Tapi bu-"

"AYO!" teriaknya. Mau tidak mau Jena mengikuti kemauannya untuk pergi ke kantor polisi.

-Kantor polisi

"Pak saya mau jelasin semuanya! Ini salah paham!" ujar Jena dengan otot saat pak polisi itu tidak memberikannya ijin untuk menjelaskan.

"Kami sudah melihatnya secara langsung bahwa saudara Adit-"

"Tapi bapak gak melihat kejadiannya dari awal!" ujar Jena seraya menggebrak meja saking kesalnya pada polisi itu.

"Saya saksinya Pak!" Lanjut Jena dengan napas naik turun.

"Baiklah, silahkan jelaskan kejadian yang kamu liat." ujar polisi itu pasrah karena melihat Jena yang sudah kesetanan ingin menjelaskan segalanya.

Jena menghela napas. Ella menarik tangan sang anak untuk duduk dengan tenang.

Menarik napas sekali lagi, Jena mulai menceritakan segala kejadian yang ia lihat itu pada polisi.

"Apakah kamu punya bukti?" tanya polisi itu setelah Jena selesai menjelaskan.

Jena menggeleng, "gimana mau bukti Pak orang kejadiannya tiba-tiba gak ada yang tau. Saya gak sempat mikir kesana." ujar Jena.

"Baiklah. Tapi untuk sementara, saudara Adit harus kami tahan sampai benar-benar mendapatkan bukti kalau saudara Adiy tidak bersalah. Setelah itu kami akan membebaskannya." ujar polisi itu membuat Jena menatapnya tak percaya.

"Saya yang melihatnya! Dan itu buktinya!" Jena menggebrak meja. Ia mulai kesal.

"Tolong jangan membuat keributan disini!" ujar salah satu polisi.

"Tolong ikuti aturan dari pihak kepolisian, Mbak."

"Tapi Pak Polisi, anak saya saksinya. Adit gak bersalah sama sekali."

"Kami aka menangani kasus ini Bu. Dan saudara Adiy akan kami tahan untuk sementara waktu."

Jena terdiam menatap Ella yang ingin menangis. Jena segera mengusap pundak Ella, menenangkan sang Ibu yang terlihat rapuh dan hancur.

"Udah Bu, gak ada gunanya juga ngejelasin." ujar Jena dengan pelan.

Jena menatap sekilas Polisi itu. "Makasih!" ujarnya tanpa nada. Huft! Percuma saja ia berkoar seperti kebakaran jenggot, polisi itu sangat menyebalkan.

"Ayo bu!" Jena menarik tangan Ella untuk pergi dari kantor polisi.

•••

Terimakasih buat yang udah baca ❤️‍🔥
Luv you bestih

My Sweet HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang