-Pukul 19.30
Setelah melaksanakan sholat isya bersama, aku beserta yang lainnya merencanakan untuk bakar-bakar. Beberapa makanan seafood, sosis, bakso dan jagung sudah dipersiapkan. Kali ini aku yang kedapatan untuk menyalakan alat pembakaran.
"Heh Luthfi mana arang nya?" tanyaku sedikit ngegas. Memang harus begitu jika berbicara pada Luthfi.
"Ini." Cowok itu memberikan dua plastik arang padaku. "gua bantuin." ucapnya lagi.
"Gausah sana-sana!" usirku jengah.
"Udah elah gua bantuin! Lagian gua gak ngapa-ngapain dari tadi."
Tuk!
Aku memukul pelan kepalanya menggunakan alat pemantik api.
"Enak banget ya lu! Sana bersihin sampah tuh! Jangan ngerecokin gua!"
"Ck elah gua mau-"
"Luthfi sana ahhh gua gamau ada luuuu!" Rengekku.
"Ah elah lu!"
Akhirnya Luthfi pergi. Kini hanya aku yang bertugas menyalakan alat pembakaran. Karpet sudah digelar dengan tungku pembakaran yang ada di tengah-tengah. Sedangkan pemandangan yaitu hanya pepohonan yang gelap dengan lampu temaram yang menerangi. Disini sangat minim akan listrik, yaa namanya juga di pedesaan.
Eh tapi...
Aku menatap seekitar. Ini kenapa sepi? Yang lain kemana eh? Mendadak aku merinding saat hanya ada aku seorang yang kini tak lagi fokus pada pekerjaan ku.
"Luthfi!!" Panggilku. Namun cowok ngeselin itu gak datang juga.
"Fitri!! Lela!!" Kini aku berteriak. "Hellow epribadehhhhhh!"
Krrek.
Ya Tuhan! Apa itu?
Jangan-jangan itu hewan liar? Beruang? Anjing? Oh apa jangan-jangan harimau? Singa?
Mataku mulai berkaca-kaca. Memikirkan semua itu membuat aku menjadi hilang akal.
"Ihh kok pada ninggalin gua sih huaa..." Aku mulai menangis. Tak kuasa menahan rasa takut ini.
"kamu kenapa?" Suara itu membuat aku kaget. Namun aku langsung lega karena itu adalah dokter Rey.
Dia menatapku seperti ingin tertawa. Sial! Kenapa aku nangis dihadapannya? Ah memalukan! Dengan cepat aku menghapus air mataku.
"Kok sepi sih yang lain mana Dok?" tanyaku.
"Yang lain ada didalam bermain sama anak-anak desa. Kamu sendiri ngapain?"
"Katanya pada mau bakar-bakar dan saya dapet tugas buat nyalain tungku tapi malah ditinggal sendirian! Ngeselin!"
"kamu takut?" Terdengar kekehan kecil darinya.
Aku hanya terdiam sambil mengerucutkan bibirku menatapnya kesal.
"Dokter juga ngapain jalan jalan sih bikin saya takut."
"Loh kok saya?"
"Iya! Tadi saya denger suara ranting kayu gitu, itu pasti dokter kan!" Kesalku.
"Saya baru saja datang buat cari sinyal." ucapan Dokter Rey membuat aku terdiam.
"Terus itu siap-aaaaaa!" Pekikku refleks saat ada sesuatu yang menabrak kakiku. Sontak aku memeluk dokter Rey.
"Dokter itu apa dokterrr!" Tanyaku ketakutan.
"Tikus kayaknya." ucapnya dengan santai.
"Ihhh dokter saya takuttt!" Aku memeluknya sambil lompat-lompat ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweet Husband
Romance|SUAMIKU DOKTER GANTI JUDUL| "Aku suka Kak Rey dari kecil." "Aku tau. Inget gak? dulu kita pernah main nikah-nikahan?" Jenna menganggukkan kepalanya. "Sampai sekarang, kita belum cerai." -_-_-_- Cerita ini menceritakan bagaimana Jenna bertemu deng...