14

135 5 0
                                    

"Oke Ella, sebelum kamu saya terima kerja, saya mau kamu masak rawon, perkedel kentang, dan ayam serundeng yang enak. Kalau menurut saya masakan kamu enak bahkan sangat enak, kamu akan saya terima kerja disini."

Ella mengangguk-anggukkan kepalanya paham.

"Dirumah ini, ada delapan orang, sarapan harus sudah ada di meja tepat pukul setengah tujuh. Biasanya, kami minum susu di pagi hari, dan kamu harus cari tau apa saja makanan yang cocok dan pas dimakan bersama susu. Karena kamu dibagian dapur, semuanya harus bersih, kamu tau kan apa yang harus kamu lakukan?"

"Tau, Bu." jawab Ella dengan sopan..

"Oke, bisa dimulai. Masak apa yang saya sebutkan tadi untuk makan siang."

"Baik Bu."

___

Setelah kepergian pengacara, Jenna menghela nafasnya. Ia lalu menatap Rey didepannya.

"Dok, saya mau ngomong."

"Iya? Ngomong apa?"

Jenna menatap Rey lekat lalu segera memalingkan wajahnya. Kenapa sih, wajah pria didepannya ini tidak terlihat ada beban sedikit pun? Iya beban, membantu Jenna yang notabenenya dia dan Rey 'baru saja kenal' untuk masalah yang tidak sepele, seperti masalah kasus pembunuhan kakaknya? Bukankah ini adalah beban? Bahkan bagi Jenna saja ini sangat beban untuknya. Tapi, kenapa pria di hadapannya ini enteng tangan membantunya?

Jenna jadi heran, terbuat dari apa sih manusia dihadapannya ini? Hatinya, wajahnya, sifatnya. Arrghh! Apa karena Rey punya banyak uang? Konglomerat? Sultan? Jadi, dengan mudah menghamburkan uangnya begitu saja?

Dan, mana ada orang sebaik dia di dunia nyata?

"Jen?" panggil Rey, menyadarkan lamunan Jenna.

Jenna melirik Rey. "Dokter, maaf banget bukannya saya gak tau terimakasih, saya sangat berterimakasih tapi, saya gamau Dokter Rey ikut campur masalah saya. Tolong Dok, jangan ikut campur. Ini masalah saya, dan ini menjadi urusan saya bukan Dokter. Dokter gak seharusnya menyewa pengacara untuk kakak saya, saya bisa sendiri."

Jenna bukan ingin menyakiti perasaan Rey yang sudah banyak membantunya, tapi Jenna tidak enak hati atas apa yang Rey lakukan. Semuanya ini diluar batas. Rey mengeluarkan uang untuk membantunya, sementara Jenna? Dia siapa? Tidak ada hubungan apapun dengan Rey. Sama sekali.

"Jen, saya sudah bilang sama kamu, anggap saya seperti sahabat kamu sendiri."

"YaAllah Dok, sahabat darimana? Kita aja baru kenal. Kenapa Dokter semudah itu bantu saya?"

"Jenna, udah gausah kamu pikirin. Anggap saja, rezeki kamu itu ada melalui saya, dan pertolongan Allah datang melalui saya. Kamu harus bersyukur, Jen."

Jenna mengatur napasnya, apa yang dibilang Rey memang benar. Tapi dia menjadi tidak enak hati.

"Saya punya ide." usul Jenna.

Rey mengerutkan keningnya. "Apa?"

"Saya punya tabungan, gak banyak sih, nanti saya transfer uangnya ke Dokter Rey, dan sisanya akan saya transfer kalo udah terkumpul."

"Gausah Jenna--"

"Jangan gitu dong, Dok. Pokonya saya harus ganti uang Dokter."

"Dan untuk syarat waktu di Bogor, kayaknya saya gak bisa dok. Gak sepantasnya saya bohongin orangtua dokter." ucap Jenna.

"Saya bakal bayar itu, tapi perlahan ya dok?"

-

"Makasih Dok atas hidangannya." Jenna melirik Rey sekilas lalu membuka seatbelt.

My Sweet HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang