11

133 5 0
                                    

"Jen, lo gak ikut acara sama yang lain?" tanya Fani salah satu temanku.

Aku menatap Fani dengan sayu lantas menggeleng. Siang ini, tubuhku terasa tidak enak. Kepala ku pusing dan bersin-bersin. Akhirnya, aku pun berdiam diri di kamar, bergelung didalam selimut untuk istirahat.

"Lo kenapa, Jen?" Fani menghampiri ku, dan duduk di tepi ranjang.

"Cuma gak enak badan aja, Fan."

Tangan Fani terangkat untuk mengecek kening ku. Perempuan itu meringis kecil.

"Lo panas, Jen. Gue panggilin Kak Titi dulu."

Aku hanya diam melihat Fani pergi untuk memanggil kak Titi. Aku butuh obat, karena nanti sore akan kembali ke Jakarta. Dan tidak ingin membuat Ibuku panik melihat kondisiku yang seperti ini.

Tak berselang lama, aku membuka mata kecil dan melihat kak Titi datang bersama dokter Rey. Mereka berdua menatapku panik dan khawatir.

"Jen, kamu kenapa?" tanya kak Titi dengan panik.

"Gak enak badan, Kak." jawabku dengan suara serak.

Dokter Rey yang mendengar itu dengan sigap langsung memeriksa kondisiku. Memeriksa ku dengan stetoskop miliknya, menyentuh keningku dan tanganku untuk mengetahui denyut nadi ku.

Hatchi!!

Spontan aku bersin, dan bodohnya bersin ke arah Dokter Rey yang duduk di sampingku hingga mengenai jas putih miliknya.

"Duh maaf, Dok, gak sengaja."

"Iya gapapa. Kamu demam, Jen."

"Dok tolong periksa, Jenna, ya? Saya harus urus yang di depan dulu." kata Kak Titi.

"Duh kak, disini aja. Gue gak mau berdua doang sama Dokter Rey." ucapku dalam hati.

"Iya, Mbak." sahut Dokter Rey.

Selepas kepergian kak Titi, hanya tinggal aku dan Dokter Rey. Berdua saja.

"Apa yang kamu rasain sekarang?" tanyanya.

"Pusing, gak enak badan sama bersin-bersin."

Dokter Rey menulis sesuatu di kertas, membuat aku menatap tulisannya yang tidak ku mengerti. Dia menulis apa?

"Maaf, karena saya, kamu jadi sakit kayak gini."

Lagi dan lagi, sudah kedua kalinya Dokter Rey mengatakan maaf padaku. Padahal ini tidak sepenuhnya salah dia.

Tak mau suasana jadi canggung karena aku juga tidak menjawab permintaan maafnya, aku pun bertanya.

"Dok, tadi nulis apa disitu?" tanyaku sembari menunjuk kertas di tangannya.

"Ini mau saya tebus jadi obat untuk kamu. Kamu tunggu disini, istirahat aja."

"Boleh ikut gak, Dok?" tanyaku.

Dokter Rey mengernyit. "Kamu lagi sakit, tebus obatnya jauh harus ke kota."

"Dokter sendiri yang tebus obatnya?" tanyaku dan diangguki oleh Dokter Rey.

"Bagaimanapun saya harus bertanggung jawab."

"Tanggung jawab apa? Dokter kan gak aneh-aneh ke saya."

Dokter Rey menghela napasnya. "Lagi sakit pun ternyata kamu tetep cerewet ya?"

Aku menatap Dokter Rey dengan sinis. Mencebikkan bibir sejenak, aku pun kembali istirahat dengan posisi memunggunginya.

Melihat itu, Dokter Rey tertawa kecil. "Nah gitu istirahat. Saya tebus obat dulu, nanti ke sini lagi."

My Sweet HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang