20. Where Is He

306 37 1
                                    

Zhanta Menghilang.

.
.
.

"Hey, kenapa jalan mu seperti itu."

"Ck. Diamlah."

"Turunkan tas mu. Kita tidak sedang berada diluar untuk terlindungi dari matahari." Fanfan berusaha menurunkan tas dari kepala Zhanta namun makhluk imut itu tetap menolak.

"Aku malu..." Cicit Zhanta.

"Lain kali sebelum bertindak setidaknya berpikirlah lebih dulu. Sekarang kau baru tahu rasanya malu. Coba pikirkan bagaimana diriku yang harus menanggung malu karena berteman dengan mu."

Oh, Zhanta mulai tidak terima. Fanfan menyesal berteman dengan nya.

"Jadi maksudmu selama ini kau tertekan berteman dengan ku? Aku mencintaimu dengan separuh hati namun kau... Ah, ini sakit sekali." Ucapnya sambil menggeleng membuat Fanfan merasa buruk. Namun tentu saja Fanfan tidak akan percaya.

"Sampai lebaran monyet pun aku tidak akan percaya dengan air mata buaya mu. Jadi simpan saja untuk korbanmu yang lainnya. Sekarang bagaimana kau akan menghadapi situasi ini? Sebentar lagi ospek pertama akan dimulai dan aku yakin kau akan menjadi sasaran empuk."

"Kau jangan menakuti ku." Zhanta mulai merasa takut sekarang.

"Aku tidak sedang menakuti mu melainkan bicara fakta. Menurut teman-teman dan kakak tingkat, ketua senat itu sangat menakutkan. Dia itu dingin dengan siapapun dan tidak akan segan-segan memberikan pelajaran kepada orang yang melawan perintah nya."

Dalam pikirannya, ia membayangkan jika dirinya di culik kemudian tumbuh nya di siksa menggunakan besi panas. Matanya di congkel sebelah dan gigi kelincinya di copot membuat jendela di sana. Kepalanya di gunduli dan keperawanan nya... Keperjakaan nya di ambil oleh ketua senat.

"Tidak... Aku tidak akan membiarkan ketua senat itu mengambil keperawanan ku."

Katakan harus bagaimana lagi Fanfan harus bersikap. Kali ini Fanfan sangat menyesal berteman dengan Zhanta. Tolong seseorang berikan dia ilmu teleportasi. Melihat mata semua orang yang tertuju kepada keduanya terlebih sang ketua senat yang seolah akan menguliti mereka hidup-hidup membuat Fanfan pada akhirnya pasrah antara mati dan hidup.

"Siapa yang kau bilang mengambil keperaw___ keperjaan mu? Apakah di wajah ku terlihat tertarik dengan manusia tidak tahu malu seperti mu. Kau mahasiswa baru tapi tidak punya sopan santun. Lancang sekali mulutmu. Tidak punya malu. Apakah begitu dirimu di didik oleh orang tuamu?"

Hari ini, setelah dua puluh tahun seseorang membentak, memaki dan menghina dirinya. Zhanta memang nakal dan sering membuat Gege, paman dan bibi pusing. Tetapi ia tidak pernah melewati batas kesopanan. Membuat didikan orang tuanya di pertanyakan.

Zhanta menahan diri untuk tidak terlihat terluka dan akan menangis. Ia membungkuk di depan sang ketua senat yang di saksikan oleh mahasiswa lainnya.

"Maafkan aku Sunbae. Mulut ku memang tidak bisa di ajak kerjasama tapi tolong jangan pertanyaan didikan orang tua Zhanta. Dia sangat sayang dan mendidik aku dengan baik. Zhanta tidak bermaksud seperti itu. Zhanta tahu kok, kalau Sunbae tidak seperti yang aku katakan. Sekali lagi Zhanta minta maaf." Ujarnya sembari mengeratkan genggaman tali tasnya. Jemari cantiknya menghapus matanya yang basah dan berlari meninggalkan tempat itu.

Dibelakang kampus, ia duduk menyandar di dinding. Ia sakit hati karena kalimat yang baru saja ia dengar. Didikan orang tua nya di pertanyakan membuat perasaan nya terasa buruk.

"Maafkan Zhanta, Gege. Apakah kali ini Zhanta sudah keterlaluan?"

Inilah yang membuat keluarga nya tidak berani berbicara kasar terhadap Zhanta. Ia mudah tersinggung dan sulit untuk melupakan. Suka menyalahkan diri sendiri.

Partner In Bed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang