18. Kebisingan

20 3 1
                                    

‼️HAPPY READING ‼️

Seseorang yang benar-benar mencintai pasti ada seribu usaha untuk mengejarnya. Tidak peduli apapun hasilnya yang terpenting sudah berusaha.

Pukul 06.30 WITA, motor Bian sudah terparkir didepan pagar rumah Inara. Ia duduk di atas motornya sambil memandang jendela kamar gadis tersebut dari bawah. Sementara di dalam ruangannya, gadis tersebut sedang sibuk memasukkan buku ke dalam tasnya.

Setelah lima belas menit menunggu, terlukis senyuman kecil di bibir lelaki itu ketika seorang gadis menghampirinya dengan menggunakan cardigan berwarna hijau pastel.

"Mau kemana?" tanya Bian basa basi agar tidak canggung seperti waktu itu.

"Ya, ke sekolah. Pake nanya lagi!!!"

"Kirain ke pelaminan," sahut Bian dengan senyuman jahil khasnya.

Gadis itu diam beberapa detik. Ia berpikir bagaimana bisa Bian merasa tidak canggung seperti sebelumnya. Padahal suasana bercanda seperti ini sudah tak pernah mereka rasakan lagi beberapa bulan terakhir.

Bian menyadari tatapan gadis itu terlihat kosong. Ia mengayunkan telapak tangannya di hadapan Inara. Dalam beberapa detik, gadis itu merasa tersadar dengan lamunannya.

"Lo mau sekolah atau ngelamun?"

"Sekolah," jawab gadis itu.

"Yauda naik buruan, nanti telat."

"Tumben banget taat peraturan, biasanya kalo kita telat tinggal manjat lewat belakang." Oceh Inara di pagi hari.

"Ciee masih inget ya kebiasaan kita?" rayu lelaki itu sambil mencolek hidung mancung Inara.

"DIEM BODOH."

Matahari pagi menyinari kota itu. Sepasang sahabat yang saling menghindar kini melukiskan tawa kembali. Meski suasananya tak seperti dulu, namun setidaknya keasingan yang pernah terjadi kini telah berakhir. Sebenarnya gadis itu masih merasa sedikit canggung.

Ketika sampai di parkiran sekolah, mereka menjadi pusat perhatian disana. Setelah mereka melepaskan helmnya, cibiran orang-orang mulai terdengar.

"Lah itu si Inara bukan? Cepet amat dapet pengganti."

"Mentang-mentang Galen di luar negri, eh seenaknya berangkat bareng cowo lain."

"Ga tau malu banget sih!"

"Cocok nih jadi duta gatel."

"Dasar lonte!"

"Jadi cewek mahalan dikit dong!" sindir seorang gadis yang melintas dihadapannya.

Tak bisa dibohongi, tatapan tajam Bian tertuju pada seorang gadis yang baru saja melewati posisi mereka. Ia menghampiri gadis tersebut dengan mata penuh amarah.

"Apa lo bilang? Jadi cewek mahalan dikit? Bukannya kebalik? Mulut lo harusnya di mahalin dikit. Mau aja cipokan sama cowok sana sini," balas Bian dihadapan gadis tersebut. Karena beberapa kali Ia sempat memergoki gadis itu berciuman di lorong gudang dengan lelaki yang berbeda-beda, itu sebabnya Ia berani mengungkapkan fakta tersebut di hadapan banyak orang. Merasa malu, gadis itu pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata apapun.

ESTELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang