Saka
Gue mungkin sering bilang kalau gue ini ganteng dan kaya, tapi gue nggak pernah menyangka kalau gue seganteng ini.
Gue tersenyum ke kaca sambil menyisir lagi rambut gue. Hari ini gue pakai kaos putih polos yang gue rangkap pakai kemeja biru muda. Untuk bawahan gue pakai celana jeans santai. Tidak lupa gue semprotkan parfum ke sekujur tubuh. Gila ganteng banget gue hari ini.
Hari ini Hari Minggu, dan gue akan ngedate bareng Hana. Gue merasa udah lama banget semenjak gue terakhir jalan sama cewek. Padahal biasanya hampir tiap hari kalau nggak latihan. Jalan lah, gandengan lah, melakukan kegiatan dewasa lah. Kegiatan dewasa kayak membicarakan masa depan maksud gue. Semua kafe, taman, resto, apa pun tempat pacaran di sekitar sini udah khatam gue kunjungi selama gonta ganti cewek.
Seperti biasa gue menjemput Hana depan gang karena cewek itu akan marah kalau gue mendekat barang semeter dari rumahnya. Gue membawa si Bangkot, si Mber udah lama banget nggak gue pakai. Gue cuman selalu jaga jaga aja barangkali tiba tiba Hana mau dibonceng setiap pulang sekolah. Meski cewek itu nggak pernah mau sih.
Hana selalu tepat waktu. Cewek itu muncul dengan kaus berwarna oranye. Nggak matching banget sama kemeja biru gue. Kita nih malah jadi mirip Nemo sama Dori. Memang sudah jadi kebiasaannya make baju warna menyala. Ia juga mengenakan bando berwarna kuning yang senada dengan tas slempang kuning menyalanya. Beda dengan wajahnya yang pucat tanpa polesan apa pun, barang yang dikenakannya memang selalu punya warna menyala.
"Mau kemana kita hari ini?" tanya gue ceria.
"Lah kan lo yang ngajak!"
Iya juga sih. Tapi mumpung banget ni cewek mau diajak pergi mending sekalian gue ajak yang jauh daripada cuman ngafe. Ke pantai sekalian kali ya? Eh dia kecebur kolam aja sakit apalagi perjalanan jauh. Kemana ya? Kok gue jadi nggak punya ide begini.
"Lo ada saran nggak?" jadinya gue malah bertanya ke dia.
"Eh ajarin gue naik motor dong, mau nggak?"
Boleh juga idenya, gue ajarin dia motor, terus kalau jatuh nanti langsung dengan sigap gue tangkep. Fix sih dia bakal naksir gue.
"Deket sini ada lapangan?" tanya gue.
"Ada itu yang lapangan luas samping kuburan."
Sebenernya lapangannya nggak yang seserem itu. Masih terletak di samping jalan raya, cuman emang di sampingnya TPU aja. Gue juga familiar dengan lapangan ini karena sering lewat.
"Nih ayo tukeran!" Sampai di lapangan gue langsung turun dan menyuruh Hana yang menyetir. Sebenernya agak waswas sih. Masalahnya Hana ini kecil pendek gitu takut nggak kuat ngangkat motor.
"Lah ini caranya gimana?"
"Sabar, naik dulu!"
Dia menurut naik disusul gue dibelakangnya. Gue memperkenalkan sedikit si Bangkot.
"Kalau mau digas standarnya naikin dulu."
"Berat amat ini gara gara lo naik!" protesnya saat berusaha mengangkat motor.
"Emang berani kalau sendirian?"
"Nggak." Dia menoleh sambil menyengir lebar. Giliran gini aja dia ramah.
"Nah pelan pelan aja lu gas, eh pelan!" Dia mulai menekan gas tapi nggak stabil jadi jalannya kadang cepet kadang lambat. Iya sih namanya juga baru belajar.
Dia berhenti, lalu nyoba lagi tapi masih belum stabil.
"Jangan lo rem kalau lagi digas." Gue menepuk tangan kirinya yang terlihat menarik rem.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seribu Harapan Hana
Teen FictionHana, gadis berumur 17 tahun selalu menjalani hidupnya dengan damai sampai tiba-tiba Saka datang di hidupnya. Saka Wahyu, laki-laki kelas pojok yang terakhir kali dipanggil BK karena kasus pelanggaran berat tiba-tiba memaksa untuk menjadi pacarnya. ...