Saka
"Eh list date kita selanjutnya apa dah?" celetuk gue saat bertemu Hana di parkiran sekolah.
"Dih emang gue bilang mau ngelakuin semua listnya?" ucapnya tak peduli.
Gue cuman mencebikan bibir kecewa. Parah banget dia.
"Lo nggak ke dokter? Perasaan udah semingguan lebih tapi masih flu gitu," ucap gue khawatir, tadi saja gue nggak sengaja menyentuh tubuhnya dan masih hangat. Cewek ini sepertinya masih demam dan memaksa terus berangkat sekolah. Dasar orang ambis!
"Nggak papa gue udah minum obat kok!"
"Lo nggak kena corona kan?" ucap gue khawatir.
"Mana ada! Corona aja belum masuk Indo!" bantahnya. "Nih gue tularin nih!" Hana menarik-narik gue lalu sengaja batuk di depan wajah gue.
"Ih jahat!" Gue nggak menghindar sih, siapa juga yang mau menghindar dari Hana.
"Anter ke gramedia yuk Sak, mau beli sesuatu."
"Asik jadinya gramedia date kita!"
"Ya ya terserah lo."
Gue memasangkan helm di kepala Hana, lalu menarik resleting jaketnya supaya terpakai sempurna. Hana nggak protes lagi seperti dahulu, belakangan ini dia nggak banyak protes. Fix sih naksir banget dia sama gue.
"Kalau gue anterin, lo jadi pacar gue ya tapi."
"Dih mending gue naik bus!" sewotnya.
Parah banget, kalau udah naksir gue kenapa nggak mau jadi pacar gue sih. Apa dia baik ke gue karena dia emang baik ya? Tapi kayak bukan Hana banget.
Biasanya kan dia baik ke semua orang tapi jahat ke gue.
"Gue udah pernah bilang belum sih kalau lo nyebelin Han." Gue naik motor, menurunkan pinjakan kaki untuk Hana naik.
"Tapi lo tetep naksir tuh," jawabnya asal sambil naik ke motor gue.
"It doesn't make you less annoying tau," jawab gue jujur, Hana tertawa di boncengan gue.
"Yaudah kan lo bisa berhenti naksir gue Sak, kejar cewek baru kek yang sesuai tipe lo, yang semok dan menor gitu."
Gue menjalankaan motor gue pelan. "Harusnya gitu ya, tapi gue nggak mau ah, yang gue mau emang cuman lo aja si Han. Nggak peduli lo nyebelin, selalu marahin gue, nolak gue terus-terusan. Hati gue nggak mau yang lain, maunya lo."
"Dih paling bentar lagi lo nyerah, terus lo bakal lupain gue gitu aja," jawabnya tak percaya.
Gue nggak ngerti harus gimana lagi buat menghilangkan trust issue Hana ke gue.
Cewek cewek tuh gitu ya, selalu nanya, giliran dijawab malah nggak percaya.
"Mana ada!"
"Mau taruhan sama gue nggak? Abis lo berhasil dapetin gue paling nanti gue jadi nggak berharga lagi buat lo, terus lo buang gitu aja, cari cewek baru, lupa sama gue," ujar Hana lagi.
"Han yang kayak gitu tuh cuman ada di kepala lo aja, gue nggak pernah sekalipun lupa sama lo."
"Gimana gue mau percaya kalau itu kebiasaan lo dari dulu, gonta ganti cewek mulu!"
"Dulu itu, lima bulan terakhir mana pernah gue deketin cewek lain selain lo Han."
Hana diam, mungkin kehabisan kata-kata, atau mungkin malas memperpanjang bahasan soal ini.
Nggak lama dua tangannya maju, masuk ke kantong jaket yang gue pakai. Aneh, padahal Hana cuman gerak dikit tapi jantung gue udah berdebar lebih cepat aja. Apa pun kalau Hana yang inisiatif duluan memang kerasa spesial banget.
"Bekalnya habis tadi?" tanyanya, belakangan ini Hana selalu membawakan bekal untuk gue.
Hehe jelas habis lah, rasanya gue mau bawa itu kotak bekal Hana ke rumah, nggak usah gue balikin, dan jadiin koleksi pribadi. Tapi Hana selalu menagih tiap pulang sekolah, katanya buat bekal besok lagi.
"Habis, enak Han, lo udah cocok jadi ibu dari anak-anak gue!"
"Dih siapa juga yang mau!"
"Jahat!"
"Nanti balikkin kotak bekelnya!"
"Iya iya! Tapi serius Han, tiap makan bekel dari lo rasanya gue pengen langsung bawa lo ke KUA aja."
"Diem nggak!"
"Iya iya!"
***
"Buset beli origami sebanyak itu mau ngapain!" tegur gue melihat Hana memasukkan banyak jenis origami ke keranjang belanja.
"Stop banyak omong!"
Gue mendecak, lalu maju mendekat karena penasaran.
"Lo suka yang warna apa?" tanya Hana
"Nggak suka origami, lo jadi nggak merhatiin gue."
"Aneh, cemburu sama origami!" cibirnya.
"Gue juga cemburu sama Kaka yang tiap malam lo ucapin selamat tidur!" ucap gue menyinggung ikan kami yang dibawa Hana.
"Kan lo juga selalu bawel tiap malam minta telpon!"
"Tapi Kaka bisa sama lo semaleman!"
"Ah ribet! Jangan telpon telpon gue lagi!" omelnya lalu sibuk memilih motif origami lagi.
"Jahat!"
"Mending yang ada motifnya apa polosan? Motifnya bagus yang mana?" tanya Hana lagi. Gue menurut, memilih kertas origami bermotif bunga yang cocok dengan kepribadian Hana, cantik.
"Banyak amat begitu emang berguna?"
"Stop berkomentar jahat!" ucap Hana sebelum meninggalkan gue ke kasir.
Ngomong-ngomong soal Kaka, gue jadi inget ingin mengunjungi pasar hewan bareng Hana.
Saat kami keluar dari gramedia, kebetulan langit masih terang. Ini juga baru pukul 4 sore. Apa hari ini aja ya?
"Han mau tambah anak nggak?"
"Stop bicara nggak masuk akal gitu ya!"
Gue mendecak, Hana ketularan siapa sih jadi ngomong stop stop mulu. Nongkrong sama tukang parkir kah dia?
"Ayolah Han kita ke pasar hewan, liat liat!"
Hana diam menunduk, cewek itu seperti mematung. Aneh banget, omelannya juga tidak sebanyak biasanya. Gue menoel pundaknya tapi dia diam saja. Tumben.
"Han!"
Gue terbelalak melihat darah menetes ke lantai tempat parkir gramedia, tepat disamping sepatu kami yang berhadapan. Gue meraih dagu Hana untuk melihat wajahnya. Cewek itu pucat sekali, dan benar saja darah itu berasal dari hidung Hana.
"Han, mimisan!" Gue melepas dasi gue untuk mengelap hidungnya. Gue nggak terpikirkan apa pun karena panik, bahkan nggak sempat nyari tisu. Cewek itu juga diam saja saat kepalanya gue dongakkan. Sampai dua detik kemudian tubuhnya lemas, Hana terjatuh begitu saja dalam pelukan gue. Cewek itu pingsan.
"Han!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Seribu Harapan Hana
Teen FictionHana, gadis berumur 17 tahun selalu menjalani hidupnya dengan damai sampai tiba-tiba Saka datang di hidupnya. Saka Wahyu, laki-laki kelas pojok yang terakhir kali dipanggil BK karena kasus pelanggaran berat tiba-tiba memaksa untuk menjadi pacarnya. ...