Duapuluh

27 7 65
                                    

Hana

"Lo beneran udah sembuh?" tanya gue saat menjumpai Saka menjemput di depan gang. Bandel banget padahal udah gue bilang nggak usah berangkat dulu kalau masih sakit.

"Udah, kan gue bilang sembuh kemarin pas denger ketawa lo," ucapnya.

Gue maju, mengecek suhu tubuhnya. Masih anget dikit. Saka berdehem, bola matanya menghindari tatapan gue.

"Masih anget gini ah," ucap gue.

"Iya ya? Kayaknya harus dicium dulu nggak sih?" Saka menunjuk dahinya.

"Helooo, gue sebenernya ada gunanya nggak sih disini?"

Gue jadi menoleh pada sosok yang baru saja berbicara. Fidi menatap kami dengan ekspresi malas. Gue baru menyadari keberadaannya. Laki laki itu tengah duduk di motornya sendiri tepat di samping motor Saka.

"Ah lo merusak momen! Ngapain ikut segala sih!" kesal Saka.

"Disuruh Lisa!" sewot Fidi.

"Temen lo tuh!" kesal Saka ke gue.

"Gue yang nyuruh, biar nemenin lo yang lagi Sakit," ucap gue. Emang gue yang nyuruh Lisa buat bilang ke Fidi sih. Takut Saka kenapa napa di jalan makanya gue minta Fidi nemenin.

"Lo khawatir banget ya sama gue," ucap Saka akhirnya sambil menyengir. Gue hanya menghela napas, kalau udah ganjen gini berati emang udah sembuh dia.

"Lo berdua bisa ya flu barengan gitu," celetuk Fidi sebelum kami berangkat. Dia memandang kami curiga.

"Iyalah habis melakukan adegan dewasa," Saka malah menyahutinya sambil cengar cengir. Gue yang sudah membonceng di belakangnya jadi menabok punggungnya reflek.

"Nggak ya! Nggak usah mikir aneh aneh!" bantah gue sambil menatap Fidi yang malah ikut menyengir lebar.

"Adegan dewasa apa tuh, menghadang hujan ya?" balas Fidi lagi.

"Iya, kita sepemikiran banget nggak sih?" jawab Saka lalu mereka berdua saling bertos ria sambil tersenyum aneh.

"Ck ayok berangkat!" gue menabok punggung Saka pelan.

Udara pagi hari ini lumayan dingin. Biasanya kalau berangkat pakai bus gue nggak perlu pakai jaket karena terhindarkan oleh angin. Karena Saka jemput hari ini gue sengaja pakai jaket, takut takut laki-laki itu malah meminjamkan jaketnya lagi ke gue. Padahal dia sendiri masih sakit.

"Pelan banget anying! Orang lari juga menang lawan lu Sak Sak!" cibir Fidi, tadinya ia mengikuti di belakang, tetapi karena tidak sabar dia mensejajarkan motornya dengan si Bangkot. Saka setiap mengendarai motor bareng gue tuh memang selalu pelan banget.

"Saka kan lagi sakit!" bela gue. Nanti kalau ngebut takut masuk angin juga kan.

"Dengerin kata cewek gue!" ucap Saka jumawa.

"Halah, sebenernya apa sih gunanya gue di sini!" kesal Fidi sebelum menyalip kami dan berkendara lebih cepat.

"Nggak usah didengerin, pelan pelan aja," ucap gue pada Saka.

"Baik sayang."

Saka tetap mengendarai motornya pelan. Karena udaranya dingin gue jadi memasukkan tangan gue ke saku jaketnya.

"Eh tadi malem sorry ketiduran," ucap Saka tiba tiba.

"Dasar, lo yang minta jangan dimatiin lo juga yang ninggalin gue tidur duluan."

"Iya janji nanti sebelum gue tidur, gue nunggu lo tidur duluan."

"Dih apaan sih, siapa juga yang mau telponan lagi!" ucap gue cepat, Saka lama lama kepedean.

Seribu Harapan HanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang