Chapter 1: Pertemuan (Revisi)

7.2K 272 10
                                    

"Kath..?" ucap gadis yang lebih tua dengan nafas terengah-engah.

Kathrin terdiam melihat sosok gadis itu, suasana seketika menjadi hening. Mereka saling menatap dengan intensitas, seakan berbicara tanpa kata-kata.

Apa yang sebenarnya terjadi dengan mereka? Saksikanlah When We Were 18, kisah yang dimulai dari pertemuan mereka 8 tahun yang lalu.

------—§ 8 Tahun yang lalu §—------–

8:00AM

"Tai, gue telat!" Ucap gadis cantik berumur 16 tahun yg terburu-buru menyiapkan diri untuk di hari pertamanya ia sekolah di Sekolah Menengah Atas (SMA), hari pertama sekolah di SMA yang seharusnya penuh antusias malah dimulai dengan kepanikan.

Setelah buru-buru mandi dan berpakaian, dia bergegas turun ke meja makan. Tidak ada waktu untuk menikmati sarapan, dia melahap roti panggang dengan cepat sambil memikirkan bagaimana dia bisa sampai ke sekolah tepat waktu.

"Mau kemana, Non?" tanya Bi Naa, pembantu yang sudah lama bekerja di rumah Kathrin.

"Sekolah! Kok aku nggak dibangunin sih?" balas Kathrin dengan mulut penuh roti panggang, suaranya terdengar sedikit tidak jelas.

"Non tidak beritahu bahwa hari ini mulai sekolahnya, lagi pula Non tadi malam begadang main Valorant sampai pagi, kan?" ucap Bi Naa, nadanya sedikit tinggi, mengingatkan pada kejadian semalam.

"Auk ah! Pak Zal mana?" Kathrin mencari-cari sopir keluarga sambil meminum susu dengan cepat.

"Pak zal lagi ngopi di teras non!" Bi Naa mengangkat nadanya agar bisa didengar Kathrin yg semakin menjauh dikarenakan mencari pak Zal.

"PAK ZAL! AYO ANTERIN AKU!." Kathrin bergegas ke mobil dan memberikan kunci mobilnya ke pak Zal. Saat itu dia belum menguasai mobil. Maka dari itu, orang tua Kathrin menyiapkan sopir untuknya.

"Kemana non??" bingung pak Zal.

"Sekolah, Pak! Cepat!" Kathrin menarik tangan Pak Zal ke mobil, tidak sabar untuk segera berangkat.

"Iya-iya." Jawab Pak Zal sambil tersenyum tipis melihat semangat Kathrin yang terburu-buru.

.

.

9:36AM

Di depan gerbang sekolah, suasana tegang. Kathrin, yang baru saja tiba, berhadapan dengan Pak Satpam yang tegas.

"Please, Pak, masa nggak boleh masuk?" pinta Kathrin dengan mata berkaca-kaca, memohon agar diizinkan masuk.

"Tidak. Saya sudah setuju dengan OSIS untuk tidak memberi akses kepada siswa yang telat," jawab Pak Satpam tegas, tidak memberikan celah untuk kompromi.

Tiba-tiba, seorang gadis dengan ekspresi dingin mendekat. "Biarkan dia masuk, nanti saya yang urus." Ucapnya dengan suara tenang namun berwibawa.

"Makasih, Kak," ucap Kathrin dengan tulus, berlari menuju kelas dengan sedikit mengendap-ngendap, berharap tidak menarik perhatian lebih.

When We Were 18 (Gitkath) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang