Hari demi hari berlanjut, Kathrina hanya dapat melihatnya lewat ponsel. Di sekolah maupun di luar sekolah, kerjaannya hanya menelpon Eli untuk mendapat kabar Gita, sang kekasih.
Di sekolah, ia berpikir, "Tuhan, apakah ini pertanda untuk aku agar tidak berhubungan dengan sesama jenis?" ucapnya dengan dramatis.
Sampai pada bulan kedua Gita di rumah sakit, Kathrina merasa cemas karena tidak menerima kabar apa pun dari Eli. Setiap kali dia mencoba menghubungi, panggilan dan pesannya tidak pernah dijawab. Rasa khawatir dan ketakutan semakin besar setiap harinya. Kathrina mulai mempertanyakan segalanya, tidak hanya kesehatannya, tetapi juga hubungannya. Apakah Eli sengaja menghindarinya? Ataukah ada sesuatu yang lebih buruk terjadi pada Gita?
Pada malam hari, ketika Kathrina tidak bisa tidur, pikirannya terus berputar. Dia merasa seolah-olah berada dalam kegelapan tanpa petunjuk sedikit pun. Meskipun teman-temannya mencoba menghiburnya, tidak ada yang bisa menggantikan kehadiran dan suara Gita. Hari-hari tanpa kabar ini terasa seperti penantian yang tak berujung, penuh dengan ketidakpastian dan kekhawatiran.
Tiap malam, ia hanya merenung, mengingat masa-masa bersama Gita. Ia juga membaca ulang chat mereka berdua, setiap pesan membawa kenangan yang membuat hatinya semakin rindu. Kata-kata manis dan candaan mereka terasa seperti harta karun yang kini semakin berharga. Kathrina teringat betapa hangatnya senyum Gita, betapa lembutnya suaranya, dan betapa dalamnya cinta mereka. Setiap kenangan yang terlintas di benaknya, hanya menambah rasa sakit karena tidak bisa berada di sisi Gita saat ini.
Sambil menatap layar ponselnya, Kathrina membiarkan air matanya mengalir. Pesan-pesan yang dulu penuh kebahagiaan dan harapan kini terasa seperti serpihan kenangan yang mengiris hati. "Aku kangen kamu," bisik Kathrina pada diri sendiri, seolah berharap kata-kata itu bisa sampai ke Gita.
Pernah sekali, di tengah malam yang sepi, Kathrina mencoba menelepon Gita lagi, berharap kali ini panggilannya dijawab. Suara dering yang tak kunjung berhenti membuatnya semakin cemas, hingga akhirnya panggilan itu terputus tanpa jawaban. Ia merasa putus asa, takut jika ada sesuatu yang benar-benar buruk terjadi pada Gita.
Di sekolah, Kathrina mencoba untuk tetap fokus, tetapi pikirannya selalu melayang pada Gita. Guru-guru dan teman-teman memperhatikan perubahan pada dirinya, tetapi dia selalu menutupi dengan senyum palsu dan alasan-alasan klise. Hanya Marsha, sahabat dekatnya, yang tahu betapa hancurnya perasaan Kathrina. Marsha selalu ada untuk mendengarkan, memberikan dukungan yang Kathrina butuhkan, meskipun itu tidak cukup untuk menghilangkan rasa kehilangan yang terus menghantui.
Waktu terus berjalan, dan ketidakpastian semakin mencekam. Setiap harinya, Kathrina berdoa agar ada kabar baik, agar Gita bisa segera pulih dan mereka bisa kembali bersama. Namun, doa-doa itu seolah terhenti di udara, tanpa jawaban. Kathrina merasa semakin terpuruk dalam kesedihan dan ketidakberdayaan, berharap hari esok membawa harapan baru, atau setidaknya kabar dari Eli yang bisa memberinya sedikit ketenangan.
"Gita, it's all about you. I need you in my life," ucap Kathrina dengan dramatis, memandangi foto Gita di layar ponselnya.
"Kenapa semua ini harus terjadi?" lanjutnya, air mata mulai menggenang di matanya. "Kenapa kita harus melalui semua ini?"
Dalam keheningan malam, Kathrina merasa seolah-olah suara Gita bisa terdengar menjawabnya, meskipun itu hanya dalam pikirannya.
"Kalau aja aku bisa ada di sana sama kamu, menggenggam tanganmu, mendukungmu melalui semua ini..." Kathrina menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya.
Pikirannya terus melayang pada kenangan-kenangan mereka bersama, berharap bahwa suatu hari nanti, mereka bisa menciptakan kenangan-kenangan baru yang bahagia. Tapi untuk saat ini, Kathrina hanya bisa menunggu dan berdoa, berharap bahwa cinta mereka cukup kuat untuk melewati cobaan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
When We Were 18 (Gitkath) [END]
Fanfiction· - "Kak suka cewek ga?" - · • Ini WP pertama akuu, klo agak aneh maklumin yaa. • Cerita ini berhubungan dengan lagu One direction - 18. My fav song! • Untuk awal cerita, hanya masalah sederhana, dan masalah itu bukanlah inti dari cerita ini. Nanti...