Chapter 15: Krisis dan Intrik

1.2K 101 8
                                    

Minggu, 1 September.

Pada malam itu, jam 10 malam. Cafe masih ramai seperti biasanya, dengan aroma kopi dan tawa ringan yang mengisi udara. Zean dan Marsha duduk di sudut, mengobrol santai sambil menyeruput minuman mereka. Di sisi lain, Aldo dan Ashel baru saja masuk, mencari tempat duduk yang kosong.

Zean mengangkat pandangannya dan melihat Aldo. "Aldo!" Teriaknya, suaranya terdengar jelas meski di tengah keramaian cafe. Wajahnya berseri-seri, senyum lebarnya terlihat.

Aldo menoleh, matanya bertemu dengan pandangan Zean. Dia tersenyum dan melambaikan tangan. "Jen! Apa kabar?" jawabnya sambil menarik Ashel mendekat ke meja mereka.

"Lama nggak ketemu! Eh, Marsha!" Aldo menyapa.

"Hai, duduk sini aja." Kata Marsha, menawarkan kursi kosong di meja mereka.

Setelah itu, Marsha memperkenalkan dirinya kepada Ashel. "Hai, gue Marsha. Senang bisa kenalan sm lo," ucapnya dengan ramah meskipun hatinya masih sedikit teriris karena kenangan masa lalu.

Ashel tersenyum sopan. "Hai juga, gue Ashel." Ucapnya dengan senyum hangat.

Zean menyambung pembicaraan, "Jadi, kuliah lo gimana, Do?"

Aldo mengangguk, "Lumayan, agak sibuk tapi asik. Gimana SMA, Jen?"

Zean mengangkat bahu sambil tersenyum, "Biasa aja, tapi kangen waktu bareng-bareng."

Marsha menambahkan, "Kalian berdua masih dekat kyk dulu?"

"Kita always dekat cui, namanya juga 'saudara beda ibu' haha." Canda Aldo sambil tertawa.

Di tengah keramaian Cafe, Aldo dan Ashel sibuk berdua menikmati waktu bersama. Di meja yang sama, Zean dan Marsha juga sedang menghabiskan waktu berdua. Sambil menyesap minumannya, Zean membuka topik pembicaraan.

"Heh, Do, kemarin gue sama Marsha ke pantai." Zean mulai bercerita dengan semangat. "Kita nonton sunset bareng. Cantik banget, apalagi pas langit mulai berwarna ungu."

Marsha tersenyum mengingat momen itu, sementara Aldo menimpali, "Wah, sounds romantic banget, Zean. Ashel juga suka sunset, kan?"

Ashel mengangguk setuju. "Iya, sunset selalu bikin suasana jadi spesial."

Setelah Zean selesai bercerita, giliran Aldo yang berbagi cerita romantisnya. "Gue sama Ashel kemarin makan malam di restoran rooftop. Suasananya cozy banget, dengan lampu-lampu kecil yang menghiasi. Kita bisa lihat pemandangan kota dari atas."

Ashel menambahkan, "Dan makanannya enak-enak banget! Terus, Aldo malah sempat nyanyi buat gue. Romantis banget deh."

Mendengar itu, Zean tertawa kecil. "Wah, lo berdua benar-benar bikin standar romantis jadi tinggi, Do."

Percakapan mereka terus mengalir dengan cerita-cerita romantis lainnya, membuat suasana di kafe semakin hangat dan penuh canda tawa.

Setelah mereka berbagi cerita romantis, suasana di meja semakin hangat dan penuh tawa. Marsha, yang biasanya pendiam, juga mulai berbicara lebih banyak.

"Gue sama Zean juga sempat nyoba paddleboarding di pantai," kata Marsha. "Awalnya gue takut jatuh, tapi Zean sabar banget ngajarin. Akhirnya gue bisa juga berdiri di atas papan!"

Zean tersenyum bangga. "Marsha cepat belajar. Dia cuma butuh sedikit dorongan."

Aldo tertawa mendengar itu. "Paddleboarding, ya? Seru tuh. Mungkin kita harus coba bareng-bareng lain kali."

Ashel mengangguk setuju. "Iya, sounds fun! Kita bisa bikin double date ke pantai."

Mereka semua setuju dengan ide itu. Sementara itu, pelayan datang membawa pesanan mereka, dan mereka melanjutkan obrolan dengan lebih santai.

When We Were 18 (Gitkath) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang