Literally 'Kangen'
.
.
.
Gita berada di luar negeri, menjalani pengobatan leukemia yang intensif. Awalnya, dia dirawat di rumah sakit lokal, tetapi kondisinya semakin memburuk sehingga teman-nya memutuskan untuk membawanya ke pusat pengobatan khusus di luar negeri. Di sana, dia menjalani serangkaian kemoterapi dan prosedur medis yang ketat.
Gita menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah sakit, berjuang melawan penyakitnya. Hari-harinya dipenuhi dengan pemeriksaan medis, obat-obatan, dan sesi terapi. Meski tubuhnya sering merasa lemah dan lelah, semangat juangnya tidak pernah padam. Dia bertekad untuk sembuh dan kembali ke kehidupan normalnya.
Di luar sesi pengobatan, Gita mencoba tetap terhubung dengan dunia luar melalui ponsel dan laptopnya. Dia sering menghabiskan waktu menulis di jurnal, mencatat perasaannya, serta merenungkan kenangan indah bersama Kathrina dan teman-temannya. Terkadang, dia menulis surat yang ditujukan untuk Kathrina, meskipun dia belum mengirimnya.
Gita merindukan rumah dan orang-orang yang dicintainya. Setiap malam, sebelum tidur, dia memandangi foto-foto mereka yang tertara dimeja ruangan-nya. Dia berharap suatu hari nanti bisa kembali ke Indonesia, bertemu dengan Kathrina, dan memberitahunya betapa dia merindukannya.
Meski jarak memisahkan mereka, Gita selalu membawa cinta dan kenangan mereka dalam hatinya. Setiap hari adalah perjuangan, tetapi dengan dukungan keluarganya dan keinginannya untuk sembuh, Gita tetap berjuang dengan harapan bahwa dia akan bisa kembali dan melanjutkan hidupnya dengan Kathrina di sisinya.
Gita tidak memberi kabar kepada Kathrina karena dia tidak ingin membuat Kathrina semakin khawatir dan sedih. Setelah kondisinya semakin memburuk, Gita merasa bahwa memberi tahu Kathrina tentang situasi yang sebenarnya hanya akan menambah beban emosional bagi kekasihnya.
Gita juga merasa bahwa dia tidak ingin Kathrina merasa terbebani oleh kondisi kesehatannya. Dia ingin Kathrina fokus pada studinya dan melanjutkan hidupnya tanpa harus terbebani oleh rasa khawatir dan ketakutan akan kehilangan. Gita berharap bahwa dengan menjaga jarak sementara waktu, Kathrina bisa lebih kuat dan terus maju tanpanya.
Selain itu, Gita merasa sangat lelah dan terkuras oleh pengobatan yang dia jalani. Setiap hari adalah perjuangan, dan dia sering kali tidak memiliki energi atau waktu untuk berkomunikasi seperti yang dia inginkan. Dalam hatinya, dia berharap bahwa suatu hari nanti, ketika dia sudah pulih, dia bisa kembali ke Kathrina dan menjelaskan semuanya.
Meskipun keputusannya tidak memberi kabar adalah keputusan yang berat, Gita merasa itu adalah cara terbaik untuk melindungi Kathrina dari rasa sakit dan kekhawatiran yang berlebihan. Dia percaya bahwa cinta mereka akan tetap kuat meskipun mereka terpisah oleh jarak dan waktu.
"Gita, gue kasian sama Kathrina, dia tiap hari nanya kabar lo, gue ga enakan kalo diemin kayak gini, Git," ucap Eli dengan suara penuh kekhawatiran.
"Ikuti perintah gue, Li," jawab Gita dengan lemah lesu, matanya terlihat lelah.
Gita menghela napas dalam-dalam. "Gue berharap dia temuin yang lebih baik dari gue," lanjut Gita dengan suara yang semakin lemah.
"Maksud lo?" tanya Eli, wajahnya menunjukkan ketidakpahaman.
"Gue paham, Li. Gue bentar lagi meninggal. Mustahil ada orang selamat dari kanker darah akut seperti gue," kata Gita dengan nada yang pasrah.
"Git... jangan menyerah. Believe in yourself. Gue percaya sama lo, lo bisa, Gita. Lo kuat, lo hebat, lo gaboleh menyerah di tengah jalan," kata Eli dengan tegas, suaranya bergetar dengan emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
When We Were 18 (Gitkath) [END]
Fanfiction· - "Kak suka cewek ga?" - · • Ini WP pertama akuu, klo agak aneh maklumin yaa. • Cerita ini berhubungan dengan lagu One direction - 18. My fav song! • Untuk awal cerita, hanya masalah sederhana, dan masalah itu bukanlah inti dari cerita ini. Nanti...