21. 2016

1.3K 341 13
                                    

NOTE: EKSTRA (NOT) REVENGE EPISODE 3 SUDAH TERBIT DI KARYAKARSA! SELAMAT MEMBACA! Huhuhu another spoiler di sana. Hihihi selamat membaca, ya! Love.

***

2016. Waktu berjalan begitu cepat dan tanpa terasa aku bukan lagi bocah ingusan yang butuh perlindungan. Demi melindungi diri sendiri aku membutuhkan uang, pengaruh, dan kekuasaan. Tentu saja terjun di dunia politik bukanlah keputusan bijak bagi orang sepertiku. Aku tidak ingin terseret dalam pertikaian memperebutkan jatah kursi di parlemen ataupun dimusuhi oleh beberapa kelompok gara-gara memihak sosok tertentu.

Adapun kehidupan yang kuinginkan ialah, bisa membalaskan dendam. Itu saja. Tidak lebih. Tidak kurang.

Sekarang aku berhasil memiliki usaha milikku sendiri sebagai perancang perhiasan. Beladona. Merek dagang milikku. Aku suka bersembunyi di belakang layar. Sementara waktu. Hanya sementara waktu sampai aku yakin tempatku berpijak aman dari jangkauan musuh-musuhku.

Aku tengah berjalan santai menuju sebuah kafe. Tempat itu terletak di dekat toko bunga. Ada banyak orang yang berkunjung ke sana karena konsep yang kafe itu buat berkaitan dengan buku. Begitu menjejakkan kaki ke dalam kafe, lantunan lagu berbahasa Korea pun terdengar lantang. Beberapa meja telah ditempati oleh pengunjung. Aku tidak perlu repot memilih meja karena seseorang telah menantiku di salah satu meja.

“Embun!”

Nia melambaikan tangan, memintaku lekas mendekat. Dia tidak banyak berubah. Justru aku takut dia memang tidak bisa berubah karena wajahnya masih sama dengan dirinya versi SMA. Adapun yang membedakan ialah, caranya berpakaian. Dia mengenakan pakaian bernuansa ungu. Atasan dan rok. Terlihat manis sekaligus menggigit karena aku menangkap basah dia mengenakan sepatu hak setinggi lima atau mungkin enam sentimeter. Luar biasa.

“Kenapa kamu lama banget, sih?” gerutu Nia begitu aku duduk.

Di meja telah tersedia makanan dan minuman yang Nia pesankan untukku. Aku tidak perlu memesan apa pun. Lagi pula, diriku sedang tidak berselera.

“Ada beberapa hal yang perlu kuselesaikan,” kilahku berupaya menenangkan kejengkelan Nia. “Jadi, kenapa kamu memintaku datang ke sini?”

“Mulai deh. Kamu tuh kenapa makin terasa sulit dijangkau? Semenjak kamu sibuk kerja, kerja, dan kerja ... aduh! Coba kuingat. SMA kita hanya bertukar kabar melalui surel. Kuliah? Aku coba kuliah di kota yang sama denganmu, tapi abangmu yang kolot itu selalu mengganggu! Kapan kita bisa sering main bersama? Jarang! Kamu sibuk berkunjung ke tempat-tempat yang membuatku ngantuk. Embun,” rengeknya dengan nada manja. “Apa kamu sudah tidak mencintaiku lagi? Hiks.”

Seulas senyum pun terbit di wajahku. Bersama Nia bisa mengurangi sedikit rasa jengkel yang kadang menghantuiku. “Aku masih sayang sama kamu,” balasku mengikuti kemauan Nia. “Apa, sih, yang enggak buat kamu?”

“Serius?” Nia kali ini mulai memamerkan ekspresi sok imut. “Kapan kamu mau nikah dengan abangku?”

Kuputar bola mata. Lekas kuraih gelas berisi jus melon dan meminumnya. Tidak terlalu dingin dan es yang ada di dalamnya mulai mencair. “Apa kamu nggak bosan menawarkan abangmu kepadaku?”

“Nggak dong,” sahutnya sok imut. “Abangku, kan, ganteng dan memiliki segala bobot calon suami. Papamu pasti senang kalau disodorkan abangku sebagai calon menantu.” Kemudian Nia mulai melirik kiri dan kanan. Dia sedikit mencondongkan tubuh ke arahku dan berbisik lirih, “Diva juga masih berusaha mengejar kakakku. Asal kamu tahu saja kakakku nggak pernah mengikuti kemauan siluman ular itu. Dia hanya setia kepadamu. Kamu suruh dia nari telanjang pun, asal di depanmu, pasti mau.”

Hampir saja aku tersedak ludahku sendiri. “Kamu kurang kerjaan.”

Nia mencebik dan mulai memonyongkan bibir. “Aku hanya berusaha mencarikan jodoh yang terbaik bagimu.”

“Kalau niatmu begitu,” balasku sembari terkekeh. “Kan bisa kamu tawarkan kenalanmu, ‘kan?”

“Enak saja! Yang namanya jodoh terbaik sudah pasti berasal dari keluargaku. Ayolah, Embun. Pilih kakakku.”

Aku menggelengkan kepala dan berusaha menahan dorongan ingin tertawa sampai terpingkal-pingkal. “Nia, aku pengin ketemu kamu karena ada hal penting yang ingin kuminta darimu.”

Lekas kuraih ponsel dari sakuku. Kuperlihatkan foto rancangan terbaruku. “Bagaimana?” tanyaku kepada Nia.

Selama beberapa detik Nia hanya diam dan memperhatikan setiap foto yang ada di layar. Perlahan senyum di bibir pun mengembang. “Sempurna. Kamu bisa memasarkannya tahun ini dan kuyakin pasti akan laris manis.”

“Aku butuh bantuanmu.”

“Embun, putri kesayangan keluarga,” katanya menyombongkan diri. “Kamu bisa percayakan apa pun kepadaku.”

“Audisi,” aku menjelaskan, “ada audisi untuk model perhiasan terbaruku. Kamu bisa tawarkan kepada Eva?”

Kesenangan yang tadinya menggelayuti Nia pun pudar. “Dih kok dia? Nggak ada artis lain?”

“Tentu saja aku nggak menawarkan kesempatan itu kepada Eva seorang,” kataku sembari mencolek hidung Nia. “Diva dan beberapa orang akan ikut dalam audisi memperebutkan kesempatan sebagai model perhiasanku.”

“Udah deh, mending kamu minta aku saja yang jadi model. Lagi pula, bodiku aduhai begini masa kamu nggak mau memanfaatkan? Apa kamu nggak lihat dari tadi mata semua cowok terpaku kepadaku? Eh, lupa. Mereka ngiler lihat kamu, Embun. Soalnya kamu mirip apel merah ranum yang minta digigit.”

Aku pun tidak sanggup menahan tawa. “Nggak gitu. Aku nggak merasa seperti yang kamu definisikan.”

“Embun, percayalah kepadaku. Kamu dan Diva, hmmm ibarat kutu rambut dan kupu-kupu. Dia yang kutu, kamu yang kupu-kupu.”

“Tapi, kupu-kupu berasal dari ulat.”

“Ulat ada banyak yang indah kok. Nggak melulu semok seperti yang ada di animasi Larva. Eh, Embun. Aku kasih peringatan. Nao, andai kamu ingat dengan cowok tengik itu, mulai sering merecokiku. Dia tanya mengenai kamu. Selalu begitu. Dulu aku tipu dia dengan bilang kamu kuliah di Mesir. Dia percaya saja dan pergi ke sana. Terus kubilang saja kamu pergi ke Tiongkok. Kali ini dia juga percaya dan hmmm aku kena tegur orangtuaku!”

Jantungku berdebar kencang.

Nao.

Naoki Kimura.

Aku tidak mau berhubungan apa pun dengan dia. Cukup sekali dan itu memberiku banyak pelajaran. Dia tidak akan memberiku kebaikan sama sekali. Bersama Nao hanya akan memberiku penderitaan.

“Eh, Embun. Kenapa harus menawarkan proyek ini kepada Eva?”

“Karena aku ingin dia bersaing dengan Diva.”

Mereka berdua pasti bisa saling membunuh di atas panggung. Aku tidak sabar menantikan pertikaian di antara mereka. Pasti akan menjadi tontonan yang mengasyikkan. Dengan begitu, keduanya bisa berusaha saling menyakiti. Walau pada akhirnya ... tentu saja tidak akan kuberikan kesempatan tersebut kepada salah satu di antara mereka.

Tidak satu pun.

“Embun,” panggil Nia.

“Ya? Kenapa?”

“Aku sungguh pengin kamu jadi iparku.”

Saat ini aku ingin mengajak Bastian dan berusaha menumbalkan dia kepada Nia. “Kenapa kamu nggak nikah dengan Bastian?”

“Eh, aku nggak suka abangmu! Kenapa nggak kamu tawarkan Zeus?!”

Karena Zeus lebih tertarik memperkaya keluarga daripada pacaran. Mana bisa kukatakan itu kepada Nia?

***
Bastian: “Aku merasa semakin ganteng.”
Zeus: “Nggak juga.”
Bastian: “Aku ganteng!”
Zeus: “Pa, obatnya Bastian habis!”

***
Selesai ditulis pada 16 Mei 2024.

***
Halooooo. Semoga kalian suka dengan episode kali ini. Hihihihi.

Malam ini di sini sangat panas. Padahal kemarin mendung dan dingin. Namun, sekarang panas dan malam pun masih panaaaaaas! Di tempat kalian juga begitu?

P.S: Jangan lupa jaga kesehatan, teman-teman. Love youuuuuuuuu!

(NOT) REVENGE  (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang