27. Bicara (2)

1.2K 277 3
                                    

NOTE: EKSTRA (NOT) REVENGE EPISODE 4 SUDAH TERBIT DI KARYAKARSA. SELAMAT MEMBACA.

P.S: Ada rahasia di sana. Wkwkwkwkwk.

***

Lekas kuletakkan piring ke meja terdekat. Nafsu makan yang seharusnya ada ketika melihat makanan enak pun lenyap. Sebetulnya sedari tadi pun semenjak menginjakkan kaki di sini, membaur dalam pesta mewah, aku tidak ingin makan apa pun.

“Barangkali mengajakmu turun ke neraka terlalu berlebihan,” kataku berusaha meringankan suasana agar tidak terasa kaku. “Kamu nggak akan suka dengan apa pun yang nanti kulakukan.”

“Kamu bahkan belum mencobanya. Bagaimana bisa kamu menyimpulkan bahwa aku nggak sanggup bertahan di lingkunganmu?”

Aku mengedikkan bahu, berharap perbuatanku tidak membuat Biru makan hati. “Sebaiknya aku kembali bersama Nia.”

“Dia sudah besar. Kamu nggak perlu mencemaskan setiap perbuatan yang ia lakukan. Lagi pula, sedari dulu Nia tahu cara melindungi diri sendiri. Eva hanya kerikil, Embun.”

Kerikil yang ingin kuremukkan sampai jadi debu.

“Kamu takut percaya kepadaku?”

Pertanyaan Biru seperti peluru yang menghantam dada. Aku tidak menyangka dia berhasil mengulik rahasia yang selama ini kusembunyikan. Semenjak berhasil kembali ke masa lalu, tidak ada keinginan menjalin hubungan istimewa dengan siapa pun. Bagaimana bisa seseorang yang hatinya dikoyak ekspektasi dan dikhianati orang terdekat mampu menjalani hidup dengan damai? Sampai sekarang pun aku tidak merasa berhasil menikmati segala kemudahan dalam perjalananku.

Sejujurnya aku takut. Takut bila lengah, terbuai oleh kebahagiaan dan kesenangan yang ditawarkan padaku, maka akan ada hal buruk yang menghampiri. Bisa hancur berkeping-keping. Aku pasti akan binasa.

“Aku cuma nggak mau berekspektasi kepada siapa pun,” jelasku dengan tegas.

Pandanganku jatuh kepada Nao. Dia bersama cewek asing. Sungguh konyol menyaksikan adegan semacam itu. Jelas Nao tidak mendengarkan apa pun yang tengah temannya lontarkan. Dia hanya mengangguk, tersenyum tapi setengah hati, dan ketika ada kesempatan ... pandangan mata kami bertemu.

Bisa saja aku meladeni aksi saling serang lewat tatapan mata. Namun, sayangnya aku sedang tidak bersemangat melakukan pertengkaran dengan siapa pun.

“Ekspektasi bisa membunuhmu,” lanjutku. Kali ini aku mengabaikan Nao. Kuputuskan untuk menatap Biru, membiarkan jarak di antara kami tidak terlalu lebar. “Kamu nggak akan sanggup bertahan menghadapi kenyataan karena terbuai pengharapan.”

“Embun, kamu mirip rubah yang ditemui Pangeran Cilik.”

“Baru kali ini aku mendengar seseorang menyamakanku dengan seekor rubah.”

“Apa itu artinya kamu berharap aku bersedia menjinakkanmu sebagaimana Pangeran Cilik dan rubah tersebut?”

Kalau kamu ingin mempunyai teman, jinakkanlah aku,” kataku mengutip Antoine De Saint-Exupéry. “Biru, bagaimana bila aku justru mirip dengan si ular, bukan rubah?”

Lagi-lagi Biru memberiku senyuman menggoda yang kujamin sanggup membuat jantung cewek mana pun berdebar kencang. “Jadi, kamu berencana membantuku pulang menemui setangkai mawar yang bahkan nggak tahu cara mengungkapkan perasaan cintanya kepada Pangeran Cilik?”

Kugelengkan kepala, pelan. Bicara dengan Biru membuatku merasa berada di planet lain. “Senang bicara denganmu, Blue.”

“Kuanggap itu sebagai panggilan sayang,” sahutnya dengan nada suara yang di telingaku terdengar merdu. “Apa aku perlu mencari julukan manis untukmu? Mizu? Dew?”

(NOT) REVENGE  (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang