Tiga

289 10 0
                                    

Hari ini Ahlan memiliki jadwal kuliah menjelang siang. Kebiasaan telat yang mendarah daging membuatnya berjalan santai meski lorong kelas nampak sepi.

Lelaki itu pura-pura berjalan biasa melewati kaca ruang kelas. Padahal niatnya adalah mengecek apakah dosen mata kuliah sudah masuk ruangan.

Netranya bertumbukan dengan teman laki-laki berambut gondrong. Ahlan dan lelaki itu saling berkomunikasi lewat bahasa isyarat dan bahasa komat-kamit.

Tak tahu saja bahwa Ahlan menjadi tontonan gratis untuk mereka sehingga diam-diam mengundang tawa.

Dosen yang tengah menulis di papan tulis merasa aneh dengan keadaan pun berbalik badan. Dengan kompak para mahasiswa bersikap seolah tak terjadi apa-apa. Ahlan pun berjongkok agar tak tertangkap basah.

Pak dosen memicing. "Ada yang janggal."

Pria itu kembali menulis di papan tulis. Ahlan pun kembali berdiri dan segera mengambil kesempatan dengan meminta teman nya keluar.

"Pak!"

Pak Dosen menatap anak didiknya. "Iya gimana?"

Lelaki berambut gondrong itu berkata, "Saya izin ke toilet."

"Silahkan."

Ia pun keluar kelas dan menghampiri Ahlan. "Weh! Biasaan banget lo! Telat mulu!"

Ahlan meringis. "Tadi sebelum berangkat ketiduran njir."

Lelaki bernama Kino itu menyahut, "Yaudah nanti lo jalan di belakang gue. Pokoknya jangan sampe lo bikin pergerakan yang buat Pak Dosen curiga. Instingnya kuat banget."

Kino mengetuk pintu ruang kelas dan menyembulkan kepala lebih duku untuk membaca situasi. Dahinya mengernyit kala dosen tak ada di depan.

Kino bertanya pada teman-teman pelan. "Pak Dosen kemana?"

Kino berdecak, ia bertanya malah dihadiahi kacang goreng. Ia berpikir Pak Dosen tengah ke pergi sebentar. Setidaknya kondisi aman sekarang.

"Pak Dosen ngga ada. Lo langsung masuk aja," suruhnya.

Ahlan mengerut samar. "Hah? Serius ngga nih? Tadi ada njir! masa tiba-tiba ngilang?"

Kino menghela napas. "Kalau nggak percaya lo liat aja sendiri. Lagi ke toilet kali!"

Alhasil keduanya berjalan santai masuk ke dalam kelas menuju bangku paling belakang. Kebetulan barisan belakang cukup sepi peminat sehingga menjadi tempat favorite Kino dan Ahlan.

Setelah duduk, mereka baru menyadari. Ada sesosok pria duduk di bangku lain tengah menyembunyikan wajah di antara dua tangan. Padahal hanya mereka berdua penghuni barisan belakang.

Ahlan meneguk ludah susah payah kala sosok itu mengangkat kepalanya. "Pak Dosen ... Hehe."

"Berani ya kalian ngibulin saya?" terdengar nada sarkastik darinya.

Ingin membantah tapi mereka berdua sudah terlanjur ketahuan. Pak Dosen berdiri sambil membenarkan kemeja-nya. "Sebenarnya nggak masalah, sih. Toh kalian juga sudah menjadi mahasiswa."

Pak Dosen berjalan ke depan. "Tapi kan nilai mata kuliah tetap di tangan saya. Siap-siap saja kalau mengulang di semester depan."

Ahlan dan Kino membelalak. Menghampiri Pak Dosen sambil memohon. "Pak tolong, Pak. Jangan kasih nilai jelek ke kami. Kami minta maaf karena sudah membohongi Bapak."

Pak Dosen mengedikkan bahu. "SSD. Suka-suka Dosen."

Tamat sudah riwayat mereka.

____

Marisa berjalan melewati mading yang sekarang telah berganti konten. Biasanya, ia sama sekali tak tertarik. Namun, kali ini nampak berbeda.

DIES NATALIS SMA BINTANG KE-60

Dies Natalis tahun ini spesial banget loh!
Kira-kira ada apa aja ya?
Yuk! Saksikan rangkaian ulang tahun SMA BINTANG ke-60 pada tanggal 16 September 2024!

"Acaranya bakal meriah," celetuk seorang laki-laki yang tiba-tiba muncul membuat Marisa terkejut.

"Kak ketos?" polosnya menyapa.

Lelaki itu tertawa. "Saya kira jadi ketua osis bakalan tenar. Ternyata kamu nggak kenal nama saya sama sekali ya?"

Marisa meringis malu. "Kayanya saya yang kurang update hehe."

Lelaki itu menunjukkan name tag yang dipeniti pada seragam osis nya. "Sekarang ingat-ingat lagi nih! Nama saya Wily. Siapa tau kita ketemu di luar sekolah. Jadi bisa saling sapa."

Marisa sendiri langsung menyebut namanya. "Saya Marisa, Kak."

"Markisa?" beo Wily.

Marisa menahan tawa. "Marisa. Ma-Ri-Sa."

Wily menganga malu. "Sorry-sorry, kayanya kuping saya perlu dibawa ke dokter."

Gadis itu menatap kembali poster pada mading. "Spesial apa nih, Kak? Guest star-nya ya?"

"Karena tebakanmu bener, saya ngga bisa ngelak."

Sudah sangat terbaca. Setiap kegiatan besar pasti menghadapi bintang tamu di puncak acara. Marisa mengangguk-angguk.

Wily menghela napas. "Padahal bulan Oktober udah re-organisasi. Masih ada event besar yang nyempil."

Marisa juga baru ingat bahwa Wily adalah kelas dua belas yang cukup sibuk. Belum lagi harus mempersiapkan untuk ujian masuk perguruan tunggi.

"Tapi nanti Kak Wily pasti bakal kangen sama temen satu organisasi. Apalagi ruang osis yang biasa jadi tempat kumpul bakal diturunin ke adik kelas."

Wily menyetujui perkataan Marisa. "Rapat ini itu, konsul sana sini, bahkan sampe pulang malem buat beresin acara. Menurut saya, itu semua adalah rasa cape yang terbayar dengan momen berharga."

"Yah saya malah jadi curcol!" Lelaki itu memalingkan wajah.

Marisa terkekeh. "Santai aja kali, Kak. Laki-laki juga manusia."

"Kamu udah makan siang?" tanya Wily mengingat sekarang tengah istirahat kedua.

Gadis itu menggeleng. "Ini tadi mau jalan ke kantin. Tapi ngga sengaja liat poster jadi berhenti dulu."

"Kalau gitu kita ke kantin bareng aja. Saya yang bayar karena udah makai waktu kamu buat ngajak ngobrol." Wily tak enak hati.

"Beneran, Kak? Di traktir nih ceritanya?"

Wily tertawa menatap ekspresi gadis itu. "Gratisan memang menggiurkan ya?"

"Kan saya cuma memastikan. Siapa sih kak yang ga suka ditraktir?"

Mereka berdua lantas berjalan bersama menuju kantin yang selalu nampak ramai ketika jam istirahat tiba.

High Five (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang