Tiga puluh

231 11 1
                                    

"Bangun, guys! Kita hampir terlambat ke bandara!"

Tujuh manusia dalam satu rumah itu kalang kabut ke sana-kemari, naik-turun anak tangga, berlarian sambil sikat gigi, mendorong koper lantas mengumpulkannya di satu tempat.

Tin tin tin!

Nathan, Zane, Ahlan, Marisa, Ratna, Hanin dan Juwi berbondong-bondong keluar rumah menaiki mini bus yang telah disewa untuk mengantar mereka ke bandara.

Di mobil tersebut tak kalah rusuhnya. Para ciwi-ciwi mencoba memoles wajah dengan make up meskipun kecepatan kendaraan bisa saja membuat mereka terdorong-dorong.

"Please deh kalian kalau mau dandan yaudah dandan aja, mulutnya ngga usah ikut-ikutan," ujar Ahlan sebal sambil menyumpal kuping.

"Meskipun kita asal mandi, penampilan harus tetap paripurna," jawab Ratna membantah.

Sesampainya di bandara, mereka berlari seraya mendorong koper masing-masing dan membawanya ke petugas bandara agar diletakkan di bagasi pesawat. Setelahnya mereka melakukan check in sebelum masuk ke gate.

Akhirnya, mereka bertujuh dapat bernafas dengan lega. Lima perempuan duduk di seat persis di depan empat pria yang telah menyamankan diri.

Marisa tersenyum tipis memandang kaca pesawat yang menampilkan langit biru cerah bersama awan-awan putih bersih bagaikan permen kapas.

Ia baru saja lulus dari bangku SMA setelah melewati berbagai ujian yang tiada habisnya. Sebagai hadiah, Nathan mengajak dirinya termasuk yang lain untuk berlibur ke Bali. Tempat dimana Zio tinggal.

Marisa begitu tak sabar menanti momen berharga di sana.

Dua mobil milik Pattricia dan Zio melaju sedang di jalanan raya. Gadis itu berinisiatif menawarkan kendaraannya sebagai tumpangan karena ia tahu hanya dengan mobil Zio saja tak mungkin cukup.

Tepat mereka berdua sampai, burung garuda raksasa telah mendarat dengan selamat di bandara I Gusti Ngurah Rai. Dengan bercampur wajah bantal tak akan mengurangi excited mereka.

"Setelah sekian purnama, akhirnya gue bisa menghirup udara Bali lagi!" seru Juwi tersenyum lebar khas.

Seujurnya, ini bukan pertama kalinya Juwi menginjakkan kaki di sini. Pernah dulu sewaktu SMA, dia melaksanakan study tour. Tapi bukan dengan pesawat, melainkan bis yang diangkut dengan kapal.

Nathan hendak mendial nomor telepon Zio. Namun, belum sempat tangannya mengetuk layar, dua sosok sejoli datang bersamaan dari arah yang sama.

"Kak Nath!" panggilnya sambil setengah berlari.

Keduanya berpelukan sesaat. "Gimana kabarnya?"

Zio mengangguk. "Baik, lancar, aman."

Nathan terkekeh mendengarnya. Zio menghampiri satu persatu dari mereka dan sahabat-sahabat saudaranya. Begitu giliran Marisa, keduanya saling melempar senyum manis.

Zio menarik Marisa ke dalam dekapan hangatnya. "Ternyata ... Ada yang udah mau kuliah aja, nih!"

"Iya, lah! Masa SMA terus?" kekeh sang empu lantas melepas pelukan tersebut.

Gadis itu terharu melihat perbedaan pada kepribadian Zio yang benar-benar kentara. Mulai dari senyumnya, cara bicaranya yang lembut, perlakuannya yang tak lagi canggung, bahkan tubuhnya nampak lebih segar dari yang lalu.

"Kalau gitu kita langsung pergi aja ke resor yang udah aku siapin. Kalian pasti cape kan?" kata Zio kemudian mengambil alih koper Marisa dan membiarkan gadis itu hanya menggendong ransel.

Juwi, Ratna, dan Hanin mengikuti Pattricia dari belakang. Mereka bertiga berbisik-bisik, lebih tepatnya hanya Juwi dan Ratna karena Hanin hanya sekedar mendengarkan.

High Five (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang