Untuk hari ini, Zane membiarkan Zio menyetir. Pikirannya masih membekas pada sang mantan yang tiba-tiba muncul setelah bertahun-tahun lamanya.
Ahlan mencoba mencairkan suasana. "Aku telfon kak Nath ya. Siapa tau dia mau latihan hari ini."
Marisa langsung memberi isyarat tangan seolah menyuruh Ahlan segera melakukannya tanpa banyak bicara. Sebagai perempuan, ia peka dengan perasaan Zane.
Sambungan telepon Nathan berdering, tapi tak ada tanda-tanda akan dijawab. Bahkan pesan yang ia kirim hanya centang abu dua. "Mungkin kak Nath mau jagain kak Hanin lagi," gumam Ahlan.
Mobil mereka parkir di halaman studio yang sama selama latihan beberapa hari ini. Keempat bersaudara berjalan satu persatu memasuki beranda.
Ketika sedang berkoordinasi dengan petugas resepsionis. Seorang perempuan berkaca mata hias masuk sambil berkata cukup keras, "Mba, Papa ada di ruangannya kan?"
Yang dipanggil pegawai, yang menoleh justru keempat saudara tersebut. Hal itu membuat si gadis berkaca membelalakkan mata kontras dengan Zane yang hanya memandang tenang.
"Dokter Zane?"
"Loh? Juwi?"
Bukan. Itu bukan Zane yang menyahut.
Melainkan Ahlan dengan ekspresi sama terkejutnya.
Merasa terpanggil dari orang yang berbeda, Juwi pun menggulirkan manik mata. Keduanya saling bertos ria bagaikan teman akrab. Mereka adalah teman kampus beda fakultas.
"Gue baru tau bokap lo punya studio musik ini," ujar Ahlan tak percaya.
Juwi merotasikan bola mata. "Bukannya dulu gue udah bilang ya? Lupa?"
"Iya, sih. Tapi mana tau ternyata studio musik Coda yang dimaksud."
Ahlan jadi teringat. "Oh iya, kok lo bisa kenal abang gue Zane?"
Juwi terkekeh. "Lyu kecelakaan, jadi gue bawa dia ke klinik hewan punyanya Dokter Zane."
Ahlan dengan baik hati memperkenalkan saudara-saudaranya. Marisa tersenyum manis menjawab lambaian tangan Juwi. Tapi bagaimanapun, satu-satunya orang yang mampu menggaet hatinya hanyalah Zane seorang.
Karema pada dasarnya Juwi adalah orang yang blak-blakan, ia tak malu mengungkapkan apa yang ingin dikatakan sekarang.
"Kalau ini alasan Dokter nolak ajakan nonton bioskop, saya mah ikhlas-ikhlas aja." Juwi tersenyum-senyum.
"Eh?" kompak Marisa dan Ahlan kaget.
Tingkah Zane layaknya orang baru ke-gep sebagai bandar narkoba ketika seluruh pasang mata yang bersangkutan menatapnya. Wah, Juwi udah kelewatan nih, pikirnya.
"Hayo looh!" Si bungsu menyikut abang keduanya dengan menaik-naikkan kedua alisnya.
"Juwi tolong ya ... Jangan buat orang lain berpikir aneh," ingat Zane.
Marisa sengaja mengambil peran. Ia menatap Juwi. "Kak Juwi lagi free kan? Yuk ikut kita latihan!"
"Marisa ..." —Zane
"Hah? Seriusan boleh?!" —Juwi.
Usai Marisa memberi izin, kedua gadis itu saling berpegangan tangan berjingkrak kesenangan ala kadarnya bestie. Padahal baru bertemu pertama kali. Para pria hanya memandang mereka aneh.
Ahlan yang melihat Marisa dan Juwi saling merangkul berjalan lebih dulu pun tersenyum miring. Lantas membatin, "Sabi kali ya gue ajak Ratna besok?"
____
KAMU SEDANG MEMBACA
High Five (Selesai)
Fiksi RemajaAda sebuah keluarga dengan lima bersaudara dengan Marisa adalah anak bungsu dan satu-satunya perempuan di sana. Memiliki empat abang dengan kepribadian berbeda-beda menciptakan momen yang berharga bagi Marisa. Nathan dengan sikap abang-able yang s...