Matahari tepat di atas kepala, beberapa pegawai diizinkan untuk istirahat sejenak secara bergantian.
Nathan berjalan hendak duduk di bawah pohon rindang yang tumbuh di area belakang restaurant. Tepatnya pintu belakang bagian dapur. Ia membawa air botol dingin.
Saat itu ia tak sengaja menjumpai punggung perempuan yang merupakan waiters. Gadis itu menunduk entah melihat apa membuat Nathan ingin menghampiri.
Rupanya sang waiters tengah membuka sarung tangan dan merintih perih akan luka di telapak tangannya yang melintang panjang.
Nathan membelalak. "Itu luka sayatan!"
Sang empu lantas menegakkan punggung terkejut kemudian menurunkan tangannya. "Ngga sopan!" desisnya.
Nathan mengatupkan bibir. Kekhawatirannya malah berujung balasan sensi. "Maaf-maaf, ngga sengaja."
Nathan melihat bahwa luka tadi melintang panjang dan cukup dalam. Agak janggal bila itu hanyalah sebuah luka akibat tak sengaja terkena pisau. Namun, pria itu tak ingin membahas asal-usulnya.
"Tunggu sebentar," kata Nathan meminta.
Pria itu masuk ke dalam ruang khusus pegawai kemudian kembali sambil membawa kotak P3K.
"Duduk," suruhnya pada perempuan itu.
Sang empu nampak tak ingin melakukannya, namun Nathan yang kembali menyuruhnya duduk membuatnya patuh.
"Pinjem tangannya."
Perlahan tangan terluka itu terulur padanya. Nathan mengoleskan salep di antara luka sayatan tersebut. "Lukanya belum nutup sempurna udah langsung buat kerja. Sakit banget ya?"
"Sedikit."
Nathan mendengus mendengar jawabannya. Tak mau jujur. Padahal ia tahu bahwa luka seperti ini sakitnya bisa menjalar hingga ke seluruh tubuh.
Setelah menutup luka dengan perban, Nathan membereskan kembali alat-alat medis sederhana itu. "Saya duluan ya? Sudah harus gantian sama yang lain."
"Makasih," ucapnya pelan.
Nathan mengangguk. "Iya sama-sama."
____
Zane menilik kucing ras persia di salah satu kandang. Tiga hari yang lalu sang pemilik mengantarnya dengan kondisi bulu yang dihinggapi penuh akan jamur sehingga mengharuskan untuk memotong bersih seluruh bulunya.
Sedikit demi sedikit, Zane bisa merasakan bulu itu mulai tumbuh. Ia menambah makanan kucing kering ke dalam wadah.
"Tunggu sampai majikan—ah maksudku, tunggu sampai budak kamu datang menjemput." Zane mengusap lembut kucing yang tengah makan itu.
Pria berpakaian serba hijau khas dokter itu duduk di kursi kerjanya. Ia menatap jam digital di meja. Dia sama sekali belum makan siang, padahal waktu telah menunjuk pukul empat sore. Hari ini pelanggan datang cukup silih berganti.
Zane mempekerjakan seorang perawat yang membantunya mengurus hewan-hewan dalam proses penyembuhan. "Raka, kamu bisa pulang. Jadwal praktek hari ini sudah selesai."
"Baik, Dok."
Setelah Raka mengunci pintu, Zane berjalan menuju mobilnya. Sebenarnya di keluarga ini memiliki dua mobil. Satu mobil yang lain stay di rumah. Biasanya hanya untuk keluar bersama karena masing-masing anggota lebih suka membawa motor.
Pria itu melaju dengan kecepatan sedang di lajur kiri dekat dengan lajur khusus pejalan kaki.
Tak lama, secara tiba-tiba, seekor baby puppy melintas ke jalanan. Masih dengan tali kekang yang terseret dari lehernya. Sepertinya lepas dari tangan sang pemilik.
Sontak hal itu membuat Zane mengerem mobil mendadak. Kendaraan di belakangnya turut membunyikan klakson nyaring.
Setelah kondisi jalan aman, Zane segera turun dari mobil. Betapa ngilu hatinya melihat anjing kecil itu terkapar lemas karena kakinya terlindas ban mobilnya.
Zane menoleh ketika seorang perempuan berlari menghampirinya dengan napas terengah-engah. "Lyubov!"
Sebelum gadis itu menitikkan air mata, Zane segera ambil sikap. "Saya bakal mundurin mobil pelan-pelan. Kamu jangan khawatir. Saya dokter hewan dan akan mengatasi hal ini."
Gadis itu nampak tak mengindahkan ucapan Zane karena sudah lebih dulu terpaku dengan kondisi hewan peliharaannya.
Jantung pria itu berdegup kencang bukan main. Bagaimanapun ia telah menjadikan baby puppy itu cacat meski tak sengaja. Namun, ia tetap mengandalkan ekspresi tenangnya.
"Ayo naik ke mobil!"
Sang pemilik anjing kecil menggendong hewan piarannya dengan lembut kemudian naik ke bangku belakang. Tepatnya di belakang Zane.
"Lyu sayang, tahan sebentar ya?" ucap gadis itu sambil sesenggukan.
Zane mempercepat laju mobilnya. Ia lantas mengambil ponsel dan menelpon seseorang. "Sore, Raka. Kamu sudah sampai rumah atau masih di jalan?"
"Masih di jalan, kenapa ya, Dokter?"
"Kamu bisa balik ke klinik lagi?" Zane melirik sang gadis dari cermin langit-langit mobil, "Sepertinya ada operasi dadakan akibat kecelakaan. Kamu bisa bantu kan?"
"Bisa, Dok, bisa. Ini saya langsung puter balik."
Zane mengangguk. "Oke, makasih ya. Maaf juga karena udah motong waktu pulang."
"Iya, Dok. Ngga masalah."
"Yasudah saya tutup telfonnya. Sekali lagi terimakasih."
Zane meletakkan ponsel di atas dashboard. "Sesampainya di klinik, puppy kamu akan langsung diperiksa. Jangan khawatir."
KAMU SEDANG MEMBACA
High Five (Selesai)
Teen FictionAda sebuah keluarga dengan lima bersaudara dengan Marisa adalah anak bungsu dan satu-satunya perempuan di sana. Memiliki empat abang dengan kepribadian berbeda-beda menciptakan momen yang berharga bagi Marisa. Nathan dengan sikap abang-able yang s...