4. Pasar Malam

4.4K 600 22
                                    




"Joe nanti jangan jauh-jauh dari ayah ya?" Jonathan menggenggam tangan kecil putranya. Memandang Rafa dengan tatapan kucing minta di tampar. 

"Iya ayah." 

"Genggam tangan ayah, jangan di lepas okey. Kalau dilepas, takutnya kamu hilang. Nanti ayah kan panik. " Rafa mengangguk kecil. Meski dalam hati dia beceletuk kalau bukan dirinya tetapi ayahnya lah yang akan hilang jika dia lepas. 

"Nanti disana ayah akan memenangkan beberapa permainan dan memberikan hadiahnya untuk putra ayah tercinta." Jonathan gemas pun memeluk Rafa. 

Mereka sedang berada didalam mobil. Sesuai ucapan Rafa, mereka pergi hanya berdua saja. Jonathan mengajak Rafa ke pasar malam dekat taman kota. 

Rafa hanya iya-iya saja. Sembari jalan-jalan dan refreshing pikirnya. 

Jonathan terkenal memiliki pribadi dingin dan jarang berbicara. Dia pun tak segan menghancurkan siapapun yang menjadi penghalang dalam hidupnya.

Pria licik yang melakukan segalanya untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Memiliki pribadi tak kenal ampun dan tak mengenal gender. 

Pria bermartabat dan pemimpin yang di hormati oleh seluruh bawahan dan membenci pengkhianat. 

Lalu ... Pria bermartabat ini sekarang tengah merengek karena gagal menangkap ikan mainan dalam kolam buatan. Memeluk Rafa karena malu ditertawai oleh anak kecil yang juga ikut bermain.

"Joe pasti pemiliknya curang. Masa ayah mancing tidak kena-kena. Padahal anak kecil itu aja bisa," rengek Jonathan melupakan image dinginnya. 

Rafa menpuk-puk bocah kecil dipelukannya. Sebenarnya yang anak siapa yang bocah siapa. 

"Kita bisa bermain yang lain ayah." Rafa menarik lengan sang ayah untuk pergi ketempat lain.

Jonathan mencebikkan bibir, tatapan mautnya menatap pemilik yang memandang dirinya penuh ejek.

Waktu cepat berlalu, mereka menghabiskan waktu 2 jam dipasar malam. Jonathan hanya bisa memenangkan satu permainan yang hadiahnya berupa satu buah boneka gajah ukuran kecil tengah di peluk oleh Rafa. 

Rafa sendiri sibuk memakan sosis bakar rasa sapi. Sementara ayahnya sibuk bermain, Rafa menikmati beragam jajanan. Dia yang makannya sedikit bisa menyantap banyak aneka makanan. 

Rafa sudah menghabiskan satu Crepes ukuran besar. Lima pisang cokelat, martabak forest, takoyaki, tiga tusuk sate usus, cilok dan terakhir yang dia makan sekarang. 

Satu gigitan terakhir lalu meminum coklat milk bertoping oreo. Rafa beranjak dan menepuk bahu Jonathan. "Ayah, sudah malam, kita harus pulang atau ibu akan marah." 

Jonathan terlihat tidak puas. "Tapi ayah belum memenangkan permainan yang lain." Padahal dia ingin terlihat keren di depan putranya. 

"Huft yasudahlah." Dia pun ikut beranjak. Membiarkan putranya jalan lebih dulu.

Menatap punggung kecil putranya dari belakang, Jonathan jadi ingat sikap Joe sebelum ini. 

Joe memiliki sikap tertutup dan tidak banyak bicara. Keluar kamar hanya ketika sekolah, sarapan atau makan malam. Tidak pernah berkeluh kesah dan terkesan menjauh dari dia atau istrinya. 

Hubungan dengan abangnya pun renggang. Joe memilih menutup diri dan menyimpan masalah untuk diri sendiri. Tentu karena itu dia dan istrinya khawatir. 

Pagi itu, ketika awal dari semuanya berubah. Putra keduanya mengecup pipinya serta pipi istrinya, menyalimi tangannya meniru apa yang di lakukan abangnya. 

Momen manis yang tidak akan pernah Jonathan lupakan. Dimana pada saat itu merupakan perubahan sikap bungsunya serta merekatnya hubungan persaudaraan. 

Orang tua mana yang tak bahagia ketika anaknya akur. 

Jonathan pun sering dibuat gemas karena tingkah lucu Joe 'Rafa' yang aslinya tidak lucu sama sekali. Karena dia bulol jadi itu lucu menurunya. 

Matanya memicing ketika dua pemuda berbaju lusuh mendekati putranya. 

"Loh Joe? kamu juga kesini?" 

Langkah Rafa terhenti, dia menatap Farel bersama dengan temannya, mungkin. "Iya." 

"Siapa dia? kenalanmu?" Tanya seseorang dismping Farel. 

"Iya, namanya Joe. Joe dia Dani, tetanggaku sekaligus temanku. Dani, dia Joe. Teman sebangkuku." Farel mengenalkan keduanya dan menarik tangan Rafa untuk bersalaman dengan Dani. 

"Kamu sama siapa Joe?" 

"Sama Ayah."

Farel dan Dani pun menatap Jonathan yang ditunjuk Rafa. Tatapan mereka bertemu dengan tatapan tajam Jonathan. Aura yang di keluarkan pria itu tidak mengenakkan melihat bocah yang berbicara akrab bersama putranya. 

Sayangnya yang bisa merasakan itu adalah Dani. Terbukti jika Farel masih bertanya ini itu pada Rafa. Dani segera memanggil Farel untuk diajak pergi. "Bentar dulu lah Dan. Ini aku ketemu temanku disini." 

"Mau mampir kerumahku dulu ga? Rumahku dekat dari sini. Dipersimpangan jalan itu, masuk gang kecil lalu sampai kerumahku, dekat kan?!" ujar Farel antusias. 

"Gila kamu Rel, lebih baik kita pergi aja." Dani ketar ketir dan merasa pengap berada didekat Jonathan. Kenapa teman bodohnya ini tidak merasa tertekan sama sekali. 

"Loh kenapa? Sekalian ketemu Joe disini lah. Kita kan teman, jadi tidak masalah jika teman mampir kerum- Uhmphh!!" Mulut Farel langsung dibungkam oleh Dani. 

Dani tersenyum paksa dan memandang horor Farel. "Diam kita pergi!" tekannya lalu tersenyum sumbang di hadapan Rafa. "Permisi." Kedua pergi, Dani menyeret Farel yang meronta memanggil nama 'Joe' 

Rafa bingung dengan sikap keduanya. Kenapa pula Dani terlihat takut. 

Tepukan dikepala membuat Rafa sadar. Dia mendongak melihat ayahnya tersenyum manis. "Kamu harus menjelaskan, mereka siapa baby." 

Deg! 

Oh ya ampun! bagaimana dia lupa jika ada Jonathan disini..









To be continued...

Happy End? - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang