Triple up di padi hari wkwk.."Kamu suka?"
Rafa tersenyum manis mengeratkan gandengan tangannya memberitahu jika dia suka.
Jonathan sengaja mengajak Rafa untuk pergi ke pantai. Dia hanya berpikir jika sang putra memerlukan refreshing diri. Pantai merupakan tempat yang cocok untuk putranya yang menyukai laut.
"Joe, maaf karena ayah tidak bisa menjadi ayah yang baik untukmu." Jonathan berucap sembari menatap lurus ke depan. Seakan ombak di laut lebih menyenangkan daripada reaksi sendu putranya.
Dia tau, jika putranya itu tidak ada terima jika dia berkata demikian. Namun, hal yang ia katakan merupakan faktanya. "Ayah bahkan tidak tau kamu memiliki 'itu'."
"Ayah gagal menjagamu. Kamu boleh memukul ayah Joe. Tapi, jangan pernah menyembunyikan kesakitan kamu pada ayah." Jonathan menunduk. Hanya pada putranya, dia lemah. Hanya pada putranya saja, dia tidak bisa mengontrol dirinya.
"Dunia ayah seolah runtuh ketika dokter mengatakan soal kamu. Ayah terlalu percaya diri mengatakan jika ayah berhasil menjagamu."
Satu tetes air mata terbentuk di celah pasir. Rafa melihatnya, dia tersenyum tulus. Apa yang telah dia khawatirkan dikehidupan ketiganya ini. Keluarganya sangat menyayanginya, menjaganya dan menangis ketika dia terluka.
Rafa menuntun ayahnya untuk duduk berdampingan dengan dirinya. Rafa duduk menekuk kaki, tangan menyilang di depan kaki. "Ayah, tidak ada pria yang menyayangiku seperti ayah. Tidak ada cinta yang tulus seperti ayah. Meski ayah mengatakan jika ayah adalah ayah gagal. Maka dengan lantang aku menyanggah, jika ayah adalah ayah hebat sedunia."
"Bagaimana bisa ayah mengatakan jika ayah adalah ayah gagal?" Rafa menoleh tepat kearah mata ayahnya. Disana, Jonathan melengkungkan bibirnya. Dia terharu akan ucapan putranya.
Rafa menghapus air mata ayahnya dengan jari. Dia melanjutkan kata-kata yang berhasil membuat Jonathan bahagia hingga memeluk Rafa erat. "Ayah ga pernah nyakitin aku, ayah ga pernah bentak aku, ayah juga senantiasa menjagaku. Aku tidak ingin menjadi kurang ajar ketika tidak bisa menyanggah ucapan yang mengatakan jika ayah adalah ayah gagal."
"Tidak peduli bagaimana orang lain melihat ayah, tidak peduli bagaimana tanggapan mereka pada ayah. Bagiku, ayah adalah hero dalam hidupku."
Rafa melepaskan pelukan, kembali memandang lautan luas. "Laut itu indah, tetapi juga mematikan. Sama seperti hidup. Hidup itu terkesan gampang, tetapi banyak dari manusia yang memilih menyerah karena merasa jika hidup itu menyeramkan."
"Aku dari sekian banyak orang yang mengira seperti itu. Tetapi ayah ada disini, ayah membantu aku berdiri. Ayah selalu berada di sampingku menjaga takut putramu terjatuh ketika melangkah." Mata Rafa berair, dia jadi ingat bagaimana Oliver memperlakukannya.
"Ketika aku jatuh, ada ayah yang menangkap ku. Ada ibu yang mengobatiku juga ada abang yang menghiburku karena menangis."
Jonathan memeluk Rafa, memang skinship yang mereka lakukan mengundang berbagai tatapan. Tetapi dia tidak peduli. Ini hanya bentuk kasih sayangnya, juga penenang untuk sang putra yang terisak.
Ingatan masa lalu Rafa kembali, namun kali ini... Dia bersama ayahnya. Jadi, Rafa bisa melewatinya.
"Ayah, bantu aku sembuh ya." Rafa meminta, meski ia yakin Jonathan tak mengerti, dia harus sembuh dari apa. Namun, Jonathan bahkan keluarga begitu pengertian.
Mereka akan membantu dirinya untuk pulih dari trauma masa lalu.
"Ayah akan membantumu, menyingkirkan semua batu runcing di depan jalanmu nak." Terdengar alay, namun Jonathan bersungguh-sungguh. Mendengar seluruh ungkapan isi hati putranya tentang dirinya, Jonathan sangat bahagia.
Dia bahkan tidak lupa jika dia merekam semua ucapan anaknya. Untuk di bagikan pada keluarganya agar iri, dan untuk dia dengarkan ketika sendirian.
"Ayo kita buat rumah dari pasir!" Rafa berdiri. Dia tidak harus selalu sedih dan tetap berada di situasi melankolis.
Jonathan terlihat enggan, dia masih ingin berbagi ungkapan rasa sayang banyak-banyak dari anaknya. "Tidak mau ayah malas. Lebih baik kita duduk di sini saja."
"Ayah! Kita sudah di pantai. Rugi rasanya kalo tidak buat sesuatu dengan pasirnya!" seru Rafa. Dia menatap ayahnya sebal.
Jonathan tetap kekeh dengan keinginannya. "Tidak tidak tidak! Ayah tidak mau. Ayah mau bercerita banyak sama putra ayah." Pria 'Dewasa' itu menjatuhkan diri pada pasir. Menendang-nendang udara kesal bak anak kecil yang tidak dituruti permintaannya.
"Ayah ayookkk!!" Rafa menarik tangan Jonathan. Tentu pria itu bahkan tak bergeming karena untuk ukuran tubuh, Jonathan jauh lebih besar.
Kenapa sih, orang-orang di sekeliling besar-besar semua. Sebal Rafa tuh.
"Kita ketemu lagi Joe!!" Pekik Farel. Pemuda yang hanya memakai celana diatas lutut itu terkejut melihat keberadaan Rafa. Rafa sedikit terkejut. Bahkan Jonathan sudah bangkit dari acara tantrumnya.
"Om, kita ketemu lagi hehe." Farel juga menyapa Jonathan. Dibelakangnya, Dani ketar ketir. Mengutuk Farel karena secara gamblang mendekat orang seperti pria yang sekarang memandang tajam.
"Ini takdir Joe! Kita memang harus berteman dekat atau bahkan jadi sahabat!" Farel berseru bahagia. Dia sangat antusias. Jika dia berteman sama Rafa, maka dia akan mengetahui seluk beluk kebiasaan orang kaya.
Farel akan memeluk Rafa, tetapi Jonathan menarik putranya untuk berdiri di belakangnya. Sementara Dani menarik kerah Farel. Merutuki sikap bodoh tetangganya.
Jonathan tidak akan membiarkan putranya dekat dengan orang asing lagi. Dia sudah mendengar penjelasan putra sulungnya. Tak akan pernah membiarkan sang putra dekat dengan siapapun kecuali org yang dia kenali.
"Jangan dekati putraku bocah!" Desis Jonathan. "Atau aku akan mendepakmu dari sekolah yang tempati sekarang!" Pria itu mengancam Farel. Dia tidak akan melakukan hal yang sama.
Kenyamanan putranya jauh lebih utama.
To be continued....
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy End? - END
Teen FictionDi kehidupan ketiganya ... Rafa mulai tenang. Secercah harapan hadir ketika keharmonisan keluarga memeluk erat tubuh dinginnya. Kali ini ... Rafa memilih sedikit egois. Rafa suka kehidupan ketiganya. Bersama keluarga Caesar yang amat menyayanginya...