Rafa menginjakkan kakinya di lingkungan sekolah. Setelah beberapa hari absen, Rafa pun kembali masuk. Dia keluar dari mobil milik Bian. Abangnya itu libur membawa moge karena tak ingin dia masuk angin, kata Bian sih.
Kedatangannya ditunggu oleh Kenan dan Emir. Kedua pria dingin itu selalu menempeli Rafa di mansion Caesar. Jangan tanya bagaimana reaksi Rafa ketika keempatnya selalu berargumen dan berusaha menarik perhatiannya.
"Stop bisa? Aku lelah abang!" Rafa menunduk lesu. Kenan dan Emir malah kembali beradu tanpa suara. Memperebutkan siapa yang lebih dulu boleh berada di dekatnya. "Sejak kapan kalian kekanakan!"
Kenan dan Emir memandang tajam Rafa yang baru saja meninggikan suara. "Jangan berteriak Joe!" Peringat Bian yang datang dari sisi sebelah. Rafa tidak memperdulikan ketiganya. Dia beranjak pergi menghiraukan panggilan ketiga abangnya.
Kenan ingin mengejar, namun Bian lebih dulu mencegah. "Biarkan saja dulu. Mood nya sedang tidak baik." Ketiganya mengangguk dan berjalan masuk kedalam.
Rafa hanya merasa sedikit tertekan, ingat hanya sedikit. Mengurusi 4 Titan sungguh menguras tenaganya. Mereka semua keras kepala dan tak ada yang mau mengalah. Kalau dia wanita sih wajar, ini dia laki-laki loh. Tapi wajar sih, kan dia kesayangan.
Rafa berjalan lunglai sendirian di koridor. Sedikit tenang karena tidak ada siapapun disisinya.
"Loh Joe sendirian?" Suara lain terdengar. Rafa menghela nafas. Dia ingin sendirian seharian ini, bisakah?
Tidak usah menoleh pun Rafa tau siapa pemilik suara. Pemuda yang saat ini merangkul akrab bahunya. Tersenyum lebar dengan wajah begitu ceria. Orang yang akhir-akhir ini juga berhasil mengganggu ketenangannya.
"Iya."
"Kemana abang-abangmu? Tumben kamu sendirian?" Kepo Farel. Dia memandang Rafa sarat akan keingintahuan.
"Kenapa tidak kamu tanyakan saja pada mereka?" Sinis Rafa. Dia mempercepat langkahnya meninggalkan Farel. Pokoknya dia harus menghidari siapapun hari ini.
Sayang sekali Dewi Fortuna tak berpihak padanya. Bellona datang dari arah berlawanan. Sendirian tanpa kedua temannya. Sedikit melangkah cepat ketika tatapannya bertemu dengan Rafa.
Rafa sontak berhenti. Farel yang masih mengejar Rafa pun tanpa sengaja menabrak tubuh Rafa hingga anak itu terjerembab.
Untung saja sebelum tubuh Rafa menyentuh lantai. Bellona menangkapnya dan memandang tajam Farel. "Lo buta? Ngapain juga lo lari di koridor!"
"Aku ngejar Joe. Salah Joe juga yang berhenti mendadak." Farel tak ingin disalahkan. Dia menjawab ucapan Bellona tanpa takut.
"Lagian lo ngapain ngejar dia. Mending lo pergi!" Usir Bellona. Farel berdecak kemudian berbalik pergi. Dia hanya mengejar Rafa hanya karena rasa penasaran.
"Joe tidak apa-apa?"Rafa mengangguk, tubuhnya lemah sekali. Kena senggol dikit sudah limbung.
"Aku dengar kamu sakit. Ingin menjenguk tetapi Bian selalu menemukan cara untuk mencegah." Bellona menghela nafas. Dia membawa Rafa duduk di tempat duduk yang tersedia di depan ruang perpustakaan.
"Sekarang sudah sembuh kok." Rafa menjawab, walau rada aneh karena Bellona yang sedikit berbeda. "Kakak knapa?" Tanyanya spontan.
"Memangnya aku kenapa?"
Rafa mengangkat bahu. "Kakak tidak seperti biasanya." Meski Rafa suka Bellona yang seperti ini.
"Wahh, ternyata si manis ini memperhatikanku dalam diam." Mengoleksi dagu Rafa, menggoda anak itu. Rafa berdecih, dia berdiri dan ingin pergi.
"Eits bercanda. Duduk sini." Rafa kembali duduk. Lihat saja nanti, jika dia kembali dipermainkan. Moodnya buruk hari ini.
"Sebenarnya aku akan dijodohkan," ujar Bellona.
"Dengan siapa?"
"Kenalan papa."
"Aku tidak keberatan, hanya saja.. Aku kepikiran tentang abangmu." Bellona meremat kedua tangan. Dia menunduk menatap lantai.
"Dia akhir-akhir beda. Ketika Bian tau kalau aku akan dijodohkan. Abangmu itu malah semakin menempel. Aneh sekali." Bellona terkekeh mengingat sikap Sabian. Lelaki itu mengganggunya setiap hari.
"Setelah aku kubur dalam-dalam perasaan ku padanya. Dia malah menunjukkan sikap berbeda." Wajah Bellona menyendu. Dia jadi teringat awal dari hubungan mereka.
"Sikap abangmu membuatku dilema dan enggan menerima keputusan papa."
Rafa mendengarkan sembari berpikir. Alasan yang membuat hubungan keduanya berakhir. Padahal pengganggu keduanya sudah tidak ada. Seharusnya hubungan keduanya semakin erat bukan malah renggang.
Bian tidak berubah sejak awal. Saudara satu-satunya Joe itu sangat bodoh dalam percintaan.
"Sudahlah jangan pikirkan abang atau orang yang dijodohkan sama kakak. Lebih baik kakak jadi istri aku saja," ujar Rafa secara gentle. Menatap serius manik Bellona.
Bellona tertawa keras. "Serius kamu ngelamar aku nih?"
Rafa menggeleng polos. "Enggak, Soalnya aku belum punya apa-apa buat kakak."
Bellona kembali tertawa, seolah ucapan Rafa merupakan kalimat terlucu yang pernah dia dengar seumur hidupnya.
To he continued..
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy End? - END
Teen FictionDi kehidupan ketiganya ... Rafa mulai tenang. Secercah harapan hadir ketika keharmonisan keluarga memeluk erat tubuh dinginnya. Kali ini ... Rafa memilih sedikit egois. Rafa suka kehidupan ketiganya. Bersama keluarga Caesar yang amat menyayanginya...