13. Liodra

2.6K 463 32
                                    



"Tante, ini mau ditaruh dimana?" Liodra bertanya. Gadis itu memegang tumis kangkung yang dibuat oleh Runa. Liodra memilih tidak pulang dan membantu Runa menyiapkan makan malam. Senyumnya tak luntur sejak tadi. Dia merasa jika semua yang dia lakukan akan meninggalkan kesan baik pada keluarga Caesar, khususnya pada Bian maupun Runa.

Liodra menyukai Bian sejak kecil. Dia juga memiliki keinginan untuk menjadi pasangan Bian kelak. Maka dari itu, sejak kecil.. Dia selalu menempeli Runa. Toh, ibu dari seseorang yang dia sukai itu tidak merasa risih atau menyentaknya.

Hanya saja Liodra tidak tahu, bukan kesan baik, kehadiran Liodra menjadi beban untuk Aruna. Dimana, sebelum ini gadis itu menumpahkan bumbu yang sudah dia blender untuk memasak ayam pedas.

Liodra memecahkan piring setelah kekeh ingin mencuci piring kotor. Menjatuhkan lima buah telur yang akan dia masak mata sapi karena putra bungsunya meminta. Lalu terakhir, hal yang membuat Runa kesal, Liodra menumpahkan spageti milik Bian yang ia masak susah payah karena mienya dia buat sendiri.

"Jangan melakukan apapun. Duduk dengan tenang. Atau kalau kau tidak bisa diam, pulanglah!" Hanya karena ikatan persaudaraan yang kuat, Runa tidak menyeret Liodra keluar dari mansion. Menganggu ketentraman keluarga saja.

Liodra menghela nafas lesu. "Tidak apa-apa tante. Liodra mau bantu, dari pada Liodra tidak ngapa-ngapain kan." Dia sama sekali tidak mengerti maksud Runa. Liodra berpikir jika Runa sungkan padanya karena dia tamu disini.

Liodra pun berjalan menuju meja makan yang sudah terdapat suami dan anak-anak Runa. Liodra tersenyum pongah, apalagi melihat senyum Bian. Dia jadi berangan, jika dia berhasil menjadi pasangan Bian kelak, ia akan melihat senyuman itu setiap hari.

Karena melamun, kaki Liodra terantuk kaki kursi meja makan. Satu piring berisikan tumis kangkung harus kembali tercecer di lantai. Piringnya pun hancur tanpa tersisa di dekat kaki Rafa.

Liodra gugup karena kembali menumpahkan sesuatu. Jadi dia sigap mengambil pecahan piring yang besar. Lalu mengambil sapu dan tempat sampah. Menyapu hingga bersih bekas pecahan piring lalu pergi membuangnya keluar dapur.

"Dia siapa sih? Menganggu saja!" seru Jonathan tak suka. Sejak tadi dia ingin menanyakan tentang keberadaan Liodra di mansionnya. Namun teralihkan karena dia sibuk bergelayut manja pada si bungsu.

"Dia itu anak dari adik iparmu, si Agatha." Runa datang dan membawa olahan daging sapi. "Bocah yang dulu menempelimu seperti permen karet." Runa duduk di sebelah kanan. Spot yang memang khusus untuk dirinya.

Jonathan berdecak tak suka. "Apa yang membawanya kemari? Aku tak suka keberadaannya disini." Bahkan saudara kandungnya saja tidak diperkenankan berada di mansion miliknya karena tak ingin adiknya memonopoli putranya.

"Dia kan gadis tidak tahu malu. Sejak dulu tidak pernah berubah. Hanya orang luar, tapi lancang masuk ke ranah kita." Runa berucap pedas. Dia cukup di buat kesal karena ulah Liodra.

Padahal tadi dia sudah melarang gadis itu dan menyuruh untuk diam. Lalu masakannya kembali tumpah. Masakan yang dia masak untuk keluarganya harus hancur karena gadis seperti Liodra.

Kedua pasangan suami istri itu beradu mulut membicarakan Liodra. Seakan sudah terbiasa membicarakan seseorang, keduanya seperti sahabat akrab yang bercerita tentang ketidaksukaan mereka pada pengganggu seperti Liodra.

"Ibu, dimana telur mata sapiku?"

Sesi gosip Jonathan dan Runa terhenti karena pertanyaan Rafa. Sebenernya, Rafa lelah mendengar kedua orang tuanya bergosip. Dia bertanya karena ia tak melihat lauk yang ia pinta pada Runa. "Kenapa mereka tidak ada?"

"Sayang maafkan ibu. Stok telur kita habis. Ibu lupa belanja bulanan karena gadis tak di undang itu. Ibu juga lupa mengabari bibi tentang kehabisan stok." Runa memandang Rafa bersalah.

"Tapi tadi ada kok sisa telur yang aku lihat di kulkas penyimpanan."

"Gadis itu menghancurkan semuanya." Runa jadi kesal dengan Liodra. Lihat wajah murung putranya saat ini. Dia sangat tidak suka ketika kemauan anak-anaknya tak terpenuhi. Apalagi hanya untuk beberapa telur.

"Aku ingin telur." Rafa bergumam pelan. Bukan dia tidak bersyukur atau bagaimana. Dia hanya bosan maka daging dan sayuran. Rafa ingin memakan telur mata sapi campur kecap.

Jonathan terkesiap, dia memegang dadanya dramatis setelah mendengar gumaman Rafa. Dia seperti orang miskin yang bahkan tidak sanggup mengabulkan permintaan kecil putranya.

"Sayang." Memegang tangan Runa. Dia menoleh kaku kearah sang istri. "H-haruskah aku membangun pabrik peternakan ayam Australie?" ujarnya terbata-bata.

Runa memandang suaminya kesal. Dia mencubit tangan yang menggenggamnya. Suaminya terlalu alay. Dia kembali memandang Rafa. "Sayang, makan daging dulu ya. Besok kita belanja bareng dan beli telur sebanyak apapun yang kamu mau." Dia memberi pengertian kepada putranya.

Rafa mengangguk lesu. Dia diambilkan nasi oleh Runa. Harusnya samg putra sudah lahap memakan telur dan tumis kangkung. Akan tetapi Liodra sudah menghancurkan tiga menunya hari ini. Jadi, dia cukup mengambilkan daging sapi dan capcai.

Jika menyuruh maid membuatnya lagi, akan memakan waktu lama dan makan malam terlambat dilaksanakan. Jadinya merasa makan seadanya.

Jonathan, di kursi kepala keluarga seolah kehilangan jiwa.

"A-aku telah miskin."






To be continued...

Happy End? - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang