17. Side Story Carlos

3.9K 396 19
                                    



Carlos menatap sedih Oliver. Ayahnya berbaring di tempat tidur. Menutup mata damai tanpa niat ingin membuka. "Dad, ayo bangun. Daddy harus makan." Perlahan Carlos membangunkan Oliver. Ayahnya harus makan untuk kebutuhan nutrisi.

Oliver membuka kedua matanya. Dia menatap putra keduanya yang sedang sibuk meniup-niup bubur. "Carlos. Apakah ada kabar dari adikmu?" Lagi, sudah dua hari daddynya menanyakan keadaan adiknya, Kenzie.

Carlos tersenyum simpul. "Iya, Xavier sedang berusaha mencari Kenzie. Sementara disini, ayah harus makan yang banyak biar sembuh. Nanti kan malu kalo ketemu Kenzie ayah malah kurus," ujar Carlos jenaka. Tidak ada kesombongan dari setiap perkataannya.

Kemalangan yang menimpa keluarga, memaksa Carlos harus menjadi pribadi berbeda. Dia yang sudah terbiasa diurus, harus mengurus diri sendiri walau kesusahan karena  keterbatasannya.

Dia yang tinggal menikmati uang daddynya. Namun sekarang Carlos harus menghemat uang yang diberikan keempat temannya. "Kita pasti menemukan Kenzie. Nanti kita minta maaf padanya." Carlos tau, jika daddynya juga merasakan penyesalan.

Carlos bersyukur, setidaknya dia memiliki teman yang tak meninggalkan dirinya ketika ia kesusahan. Walau kedua teman yang lain harus pergi karena keegoisannya. Setidaknya Xavier setia disisinya.

Oliver mengangguk lemah. Dia menerima suapan Carlos. Dia tak berdaya. Semua hartanya habis tak tersisa. Kini dia hanya bisa berbaring lemah di kasur. Tidak bisa melakukan apa-apa selain menyesali semua kesalahannya.

"Carlos, maafkan daddy."

Carlos menatap Oliver. "Kenapa daddy minta maaf?"

"Karena daddy tidak bisa membantumu. Daddy malah menyusahkan dirimu." Oliver menunduk sesal. Dia sangat lemah sekarang. Apakah ini balasan atas semua keangkuhannya. Jika semua orang tau, mungkin orang lain akan menertawakan dirinya.

"Jangan berkata apapun dad. Yang penting daddy cepat sembuh. Aku tidak ingin melihat wajah pucat daddy setiap hari." Carlos memberikan Oliver segelas air minum.

"Maaf yah, daddy lemah." Oliver mejadi pesimis. Padahal kondisi putranya lebih parah darinya. Dia merasa menambah beban pada putra keduanya.

"Apakah Kenzie akan memaafkan daddy?"

Carlos menaruh mangkuk dan gelas ke meja samping tmpt tidur. Lalu menggenggam tangan Oliver. "Pelan-pelan ya dad. Jika kita bertemu dengannya nanti. Kita maaf pelan-pelan  tanpa melaksanakan. " Semua yang dikatakan Abi benar adanya. Semua butuh proses dan tak akan pernah selesai jika menggunakan paksaan.

"Daddy harap cepat bertemu denganya."

.

"Nih, titipan dari ibu." Xavier menyodorkan wadah berisi masakan ibunya, Elara. Pemuda itu memang tak pernah absen setiap hari mampir ketika berangkat sekolah maupun sepulang sekolah.

Xavier menemani Carlos sesekali meminta pada Abi dan Tristan untuk menyelesaikan masalah mereka dengan Carlos. Juga menasehati ketiganya. Mereka berteman sudah lama, Xavier tidak ingin pertemanan mereka hancur begitu saja.

"Kudengar Raymond dan Raden mendapatkan hukuman. Mereka dikirim ke sebuah pulau dimana hanya ada mereka disana."

Carlos kaget. "Wah kenapa?" Ia kaget karena kabar ini. Banyak kabar yang tak ia ketahui karena Carlos sementara memilih menutup diri dari luar. Dia tak ingin bersekolah. Dia tak sanggup jika harus mendengar seluruh ejekan  yang akan dia terima.

"Alasannya rumit, jadi.. Untuk waktu yang tidak ditentukan kita tak akan bertemu dengan mereka." Xavier menyandarkan diri di sofa. Merilekskan diri sejenak karena semua temannya memilih jalan masing-masing.

"Aku belum sempat bertemu dengan mereka." Setelah Abi dan Tristan. Raymond dan Raden pun kian menghilang. Carlos terkekeh, apakah dia akan menerima karma mulai dari sekarang?

"Xavier, bagaimana dengan pencarian Kenzie?"

Xavier menegakkan tubuh, dia menautkan kedua tangan di depan dan menatap lurus kearah Carlos. "Aku tidak akan mengatakannya lebih dulu. Aku harus menyelidikinya lebih lanjut."

Carlos mengangguk, dia tidak bisa menekan Xavier untuk mengatakan yang sejujurnya. "Aku akan menunggu. Daddy juga tidak sabar bertemu dengan Kenzie. Aku harap dia mau dibawa pulang."

Xavier memandang Carlos rumit. Setelahnya dia berdiri untuk dan bersiap pergi untuk menimba ilmu. Dia menepuk bahu Carlos. "Aku akan berusaha menemukan adikmu."

"Terima kasih. Maaf selalu merepotkan dirimu."

"Tidak masalah. Kau bisa meminta apaan padaku." Kemudian Xavier pergi, sebenarnya.. Dia ingin segera mengatakan informasi yang dia dapat dari bawahannya. Akan tetapi, Xavier memilih bungkam dan ingin mencari tahu sendiri kebenaran dari informasinya.

"Kenzie, aku harap.. Berita itu tidak benar." Xavier harap-harap cemas. Antara kasihan pada temannya dan merasa iba pada Kenzie.

"Aku tidak mau Carlos semakin terpuruk ketika mendengar  kabar buruk tentang mu."

.

"Abi, sepulang sekolah nanti, ayo kita ke rumah Carlos."

Abi acuh, dia memakan baksonya. "Ngapain kesana? Ogah banget."

"Aku khawatir pada Carlos."

Abi menatap sengit Tristan. "Kalau begitu, kenapa kau tidak pergi saja sendiri. Kenapa menungguku?!" Dia meninggikan suaranya. Menggebrak meja kesal

Brak!!

Selalu seperti ini, setiap kali Tristan mengajak Abi untuk menemui Carlos. Abi akan marah dan berakhir menangis. Tristan ingin sekali menanyakan alasannya. Namun seperti perkataan dirinya diawal, Tristan ingin Abi memberitahu tanpa dipaksa.

"Abi, kita sudah berteman sejak lama. Kenapa kau kekanak-kanakan gini sih?" Tristan mencoba memancing Abi.

"Carlos yang kenakan, bukan aku!" Abi berseru tak terima. Matanya kembali berair. Dia jadi mengingat sesuatu yang mengganggu dirinya sejak kemarin. "A-aku hanya ingin Carlos tidak berlaku seenaknya."

"Carlos harus belajar jika semua tak melulu berjalan seperti kemauannya."

"Hanya karena Kenzie tidak memaafkannya, alih-alih berusaha dia malah semakin tidak sadar."

"Carlos harus tau jika Kenzie lebih menderita."

"Kenapa kau bisa tau jika Kenzie lebih menderita? Lihat sekarang dia bahkan tidak terlihat dimanapun. Mungkin saja dia tengah bahagia sementara disini Carlos dan paman Oliver menderita dan tersiksanya karena mencarinya." Tristan selama ini tidak ingin berdebat. Namun keinginan tahuannya begitu kuat.

"Kau tidak tau apa-apa Tristan!" Abi berdiri dan menunjuk tepat di depan wajah Tristan.

"Memangnya apa yang tidak tau ketahui Abi! Juga bagaimana bisa aku tau kalau kau bungkam dan dan tidak ingin memberi tahu kebenarannya!"

Abi bungkam, dia kembali duduk. Menggigit bibir sebelum dia akan berkata. "Dia.."

Ingatan Abi menyelam ketika dimana dia melihat Kenzie, tatapan kosong anak itu seakan dunianya hancur melihat seorang wanita meninggal karena kecelakaan. Raungan kesakitan Kenzie dirumah sakit berhasil membuat ia bungkam.

Firasatnya benar. Jika Kenzie memang sangat menderita. Abi menjadi emosional ketika temannya Carlos malah bersikap seenaknya saja tanpa tau penderitaan saudaranya.










Happy End? - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang