"JOE YUHUU!! AYAH PULANG BOY!"
Suara menggelegar Jonathan menggema diseluruh mansion. Pria itu berteriak memanggil dan mencari putra bungsunya. Menghampiri sofa ruang keluarga, tetapi tidak ada siapapun disana.
"JOE KAMU DIMANA!"
Kakinya melangkah menuju dapur, siapa tau putra manisnya sedang mengambil minum atau sedang memakan cemilan. Akhir-akhir ini bontotnya suka sekali ngemil.
"HUHUU AYAH BUTUH PELUKAN SEMANGAT BABY!"
Jonathan beralih menuju taman samping mansion. Tetapi tidak ada putranya disana. Ketaman belakang, ke kolam renang hingga ke perkebunan milik Runa tetap tidak menemukan keberadaan 'Joe'
"Joe ... kemana putra manisku itu." Berjalan lunglai, Jonathan duduk di sofa. Dia tidak memiliki semangat karena belum bertemu 'Joe' nya.
"Kupikir tarzan dari mana yang nyasar kemansion. Rupanya itu kamu Jo." Runa datang dengan pakaian rapi. Menggelengkan kepala melihat kelakuan ajaib suaminya.
Dia melepaskan dasi sang suami, mengelap keringat menggunakan sapu tangan dan mengambil tas Jonathan dan diberikan pada pelayan dibelakangnya untuk disimpan.
"Joe sedang tidur honey. Kamu tau sendiri kan ... kamarnya kedap suara. Jadi, meski kamu berteriak sampai pita suaramu putus, putra kita tidak akan mendengar."
Mendapat informasi keberadaan putranya, Jonathan menganga. "Aku lupa mencarinya kesana." Segera dia beranjak setelah mencium kening Runa.
Berjalan melewati Lift untuk sampai ke kamar sang putra. Sebelum masuk kedalam Lift, pria dua anak itu berteriak. "Jangan pulang terlalu malam Honey!" Lalu melambaikan tangan pada Runa.
Jonathan tau jika istrinya akan menghadiri arisan kalangan atas. Otomatis akan memakan waktu lama. Apalagi wanita itu suka menggosip. Besar kemungkinan bukan arisannya yang membuat lama, tetapi gosipnya.
Berjalan riang menuju kamar 'Joe' Jonathan berhenti di pintu berwarna putih. Dia menekan pin pintu lalu masuk kedalam. Bau lavender menyeruak masuk kedalam indra penciuamannya.
Matanya berbinar melihat gundukan di ranjang. Melangkah lebar selebar senyumannya Jonathan mendekat. "Joe, my bab-"
Ucapannya terhenti melihat siluet putra sulungnya. Senyumnya berganti wajah cemberut. Berjalan cepat kesisi ranjang satunya, Jonathan menyingkap selimut.
Menarik Bian tak sabar hingga terjatuh dari ranjang. Mengganti posisi yang ditempati Bian lalu mencium seluruh wajah manis dan polos bontotnya.
Dia, Rafa ... mulai terusik. Mengangkat tangan untuk menghalau wajah ayahnya. "Ayah, stop." suara serak khas bangun tidur Rafa menyuruh Jonathan berhenti.
Rafa membuka mata, wajah antusias ayahnya lah yang terlihat. Rafa bergerak untuk bangun. Dia menyender pada headboard. "Ayah ... dimana abang?"
Jonathan mengerucutkan bibirnya. "Joe, ada ayah disini loh. Kenapa kamu malah bertanya abangmu?" Jo cemberut.
Rafa menghela nafas. "Ayah, dimana abang?"
Jonathan kan jadi sebal. Dia bergeser dan meringkuk memeluk pinggang Rafa. "Ada tuh, di bawah. Ayah tarik sampai jatuh."
"Ayah, kasihan abang."
"Tapi Abangmu itu mendahului ayah."
"Ayah."
"Iya iya, nanti minta maaf kok."
Rafa pun berderhem sebagai jawaban. Dia melirik kebalkon kamar. 'Sudah sore' batinnya.
Rafa tersenyum tipis ... beberapa minggu terakhir dia bahagia. Entah bersikap lama atau sebentar, yang pasti dia sudah siap dengan badai.
Hidup kacau balaunya sekarang mulai membentuk kembali.
***
"Joe hari ini ayah libur. Ga usah sekolah ya ya ya ya." beberapa kali Jonathan berucap sama sedari Rafa bangun tidur sampai selesai sarapan.
Rafa menutup wajah frustasi, sebenarnya ... siapa yang bocah disini? Lihat, pria yang notabene ayahnya sekarang merengek, memeluk kakinya dan meminta dia untuk tidak sekolah.
Sementara abangnya malah memeluk lehernya tanpa suara. Berbeda dengan sang ayah, sang abang malah semangat mengajaknya untuk berangkat.
"Ayah, Joe perlu sekolah."
"Tidak! Kamu tidak butuh. Lagi pula kenapa ilmu dituntut dia tidak salah. Ayah juga sudah memastikan pesangon kamu seumur hidup tanpa kekurangan uang." Jonathan berucap sembari merengek.
Memijit pelipisnya, Rafa menatap ibunya melas.
Runa yang hanya memandang pemandangan biasa setiap hari pun menghela nafas, awalnya tak ingin ikut campur. Tapi melihat tatapan melas putranya kan dia gemas. "Honey, Lepaskan Joe. Dia akan telat jika kamu terus menahannya."
Jonathan menggeleng brutal. "No honey. Aku ingin bersama Joe full sehari tanpa gangguan," jawabnya. Matanya melirik musuhnya.
Dia tidak rela membiarkan bontotnya sekolah yang otomatis putra sulungnya pun sama. Bian akan memonopoli Joe nya sendirian.
"Jonathan jika kamu melepaskan Joe. Kita akan pergi Quality time nanti sore."
"Aku bisa melakukannya sepanjang hari kalau Joe tidak sekolah." Jonathan kekeh terhadap pendiriannya.
"Ayah, lepas. Aku harus berangkat."
"Tidak tidak tidak."
Rafa melepaskan pelukan Bian, membungkuk dan memegang wajah sang ayah. "Jika ayah melepaskanku. Nanti sepulang sekolah kita pergi ketime zone tanpa abang."
Mata Jonathan berbinar. "Sungguh?!" Rafa mengangguk sembari tersenyum lembut.
Jonathan sontak melepaskan kaki Rafa. Beranjak berdiri dan membusungkan dada dihadapan Bian. Lalu berlari kearah Runa, memeluk istrinya sayang.
Runa pun terkekeh kecil, hanya pada putra bungsunya sang suami luluh.
"Ayo bang, kita sudah kesiangan." Rafa menarik tangan Bian.
Sudah cukup drama pagi yang harmonis ini. Sudah saatnya dia berangkat pergi kesekolah untuk menimba ilmu.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy End? - END
Teen FictionDi kehidupan ketiganya ... Rafa mulai tenang. Secercah harapan hadir ketika keharmonisan keluarga memeluk erat tubuh dinginnya. Kali ini ... Rafa memilih sedikit egois. Rafa suka kehidupan ketiganya. Bersama keluarga Caesar yang amat menyayanginya...