18. Side Story Carlos, Fin.

2.9K 282 22
                                    

Kabar yang Carlos dengar, sejenak merengut kewarasannya. Namun Xavier lekas menarik Carlos kembali sadar. Xavier sungguh tidak bermaksud, tapi mau tidak mau Xavier harus memberi jawaban Carlos atas apa yang dia dapat.

"Adikku, Kenzie.. Dia?" Carlos termangu di tempat, dia belum mencerna dengan benar ucapan Xavier. Kenzie, seseorang yang telah dia cari selama ini. Orang yang ia dan daddynya tunggu untuk meminta maaf, telah meninggalkan mereka lebih dulu.

Seseorang yang menjadi harapan mereka. Seseorang yang membuat dia dan ayahnya merasakan penyesalan, telah berpulang lebih dulu. Adiknya memilih mengakhiri hidup? Sejahat itukah mereka terhadap Kenzie.

Carlos menyesal, dia sangat menyesal karena telah menuduh Kenzie sebelum ini. Mengatakan jika adiknya mungkin tertawa keras melihat kesengsaraannya. Lalu, kabar apa yang dia dapat sekarang?

"Carlos, tenangkan dirimu." Xavier berdiri, dia menepuk-nepuk dada temannya. Carlos terguncang, inilah mengapa Xavier berat ketika mengatakannya. "Bernafaslah dengan benar." Xavier memandu Carlos hingga siempu tenang.

Setelah tenang, Carlos menangis keras. Sungguh, kejam dunia padanya. Dia kehilangan saudara tertuanya lalu sekarang dia kehilangan saudara termudanya. "Kenzie.." Suaranya parau, terdengar lirih seolah hanya bisikan.

Xavier menggigit bibirnya kuat-kuat menahan diri supaya tidak runtuh dihadapan Carlos. Melihat kondisi Carlos, siapapun akan iba. Dia yang bukan saudara Kenzie pun sedikit terguncang.

"Xavier, dimana tubuh Kenzie berada?"

Xavier menggeleng. "Jasadnya sudah dikuburkan. Tempatnya pun disembunyikan. Entah siapa yang melakukannya, yang pasti tempat tersebut begitu dirahasiakan." Carlos semakin lesu.

Brug!!

Mereka berdua kaget, suara dentuman keras terdengar dari arah kamar Oliver. Xavier cepat-cepat melangkah untuk melihat apa yang terjadi. Sementara Carlos kembali menunduk, merasa jika Xavier bisa mengatasi. Dia sedang berduka sekarang.

"Carlos!! CARLOS!!" Xavier berteriak, tak cukup sekali namun dua kali.

Carlos sigap mendorong rodanya dan lekas ke kamar sang ayah. "Ada apa Xav-" ucapannya terhenti ketika melihat wajah pucat daddynya. Oliver berada di pangkuan Xavier dengan mata terbuka.

"Daddy! Xavier, apa yang terjadi padanya."

Xavier menggeleng. "Aku tidak tau Carlos. Setelah sampai di sini, Paman Oliver sudah berada di lantai. D-dia.."

Carlos panik, dia turun dari kursinya dan menyeret tubuhnya mendekati Oliver. Ketika dia menyentuh tubuh Oliver, tubuh itu dingin. Tidak ada tubuh hangat yang selalu dia periksa setiap saat. "Tidak tidak tidak tidak." Carlos menggeleng brutal.

"Kenapa tubuh daddy dingin? Daddy kedinginan?" Carlos menarik selimut di atas ranjang. Menyelimuti tubuh Oliver dengan tangan bergetarnya. Mata terlukanya memandang Xavier. Dia meminta kepastian tentang apa yang terjadi pada daddynya.

"Tidak ada denyut nadi, Paman Oliver tak bernafas. D-dia meninggal dunia."

Carlos tertawa miris. Dia menatap Xavier. "Haha, candaanmu sama sekali tidak lucu." Dia menunduk untuk memeluk ayahnya. Tangannya bergerak memeriksa denyut nadi di lengan, dan leher. Kemudian beralih merasakan hembusan nafas yang mungkin saja ada meski sedikit. Tetapi..

Tidak ada.

Carlos merasakan sesak luar biasa. "Dad, bahkan kau meninggalkanku? Kenapa?"

"Harus bagaimana aku menjalani hidup?"

"Dengan siapa aku tinggal disini?"

"Kenapa semua meninggalkanku?"

"Ini terlalu menyakitkan!"

Hikss.. ARGHH!!!

Xavier tak sanggup untuk berkata. Dia menunduk menatap Oliver, tangannya terangkat untuk menutup mata terbuka ayah dari temannya. Air mata lolos dari pelupuk matanya. Sungguh, dua kabar duka ini akan membawa dampak buruk bagi temannya.

Sejak saat itu Carlos hidup dengan penyesalan dan rasa bersalah. Xavier setia di sisi Carlos, menemani Carlos dimasa terpuruknya.

Abi yang mendengar berita itu lekas menemui Carlos. Memeluk erat temannya menguatkan diringi tangis kerasnya. Meminta maaf di antara seruan tangis dan dukanya.

Mereka masing-masing mencoba menyembuhkan Carlos dari rasa kehilangan yang merenggut separuh hidupnya. Hingga 10 tahun kemudian, Carlos memilih menyerah. Tidak lagi sanggup menahan bahu yang perlahan hancur.








Manusia selalu bersikap angkuh dan sombong ketika di atas. Melupakan jika Tuhan bisa merubah takdir mereka dalam sekejap. Jika sudah berada di titik terendah, Manusia condong meminta banyak hal pada penciptanya.

Ketidak tahuan diri Manusia terkadang membuat diri sendiri hancur. Keegoisan mereka membawa mereka ke ambang penyesalan yang tak pernah mereka pikirkan.

Sikap semena-mena tanpa melihat sekitar, menuntun mereka ke tempat dimana Manusia kehilangan orang-orang yang selalu berada di dekatnya.











Mari kita akhiri cerita ini...

Lalu, sampaikan pesan kalian pada seorang Rafandra Kusuma.

Terimakasih sudah membaca kisahnya dari awal hingga akhir. Menemani Rafa dengan  suka dan duka yang dia lewati.

Pesan dari penulis.. tak selalu keinginanmu tercapai, karena kau maupun orang lain tak tau, berjuangnya orang yang mencoba untuk memenuhi keinginanmu.

Happy End? - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang