Seorang gadis berlari kekuar bangunan sekolah menuju tempat parkir. Dia terburu-buru sambil membawa bungkusan yang dia peluk. "Kak Bian tunggu!" Gadis itu berteriak memanggil nama Bian.
Rafa yang awalnya berniat masuk mobil mengurungkan niat dan keluar kembali. Penasaran atas gadis yang di panggil abangnya. Jika saja gadis itu rupanya pacar Bian, dengan senang hati Rafa akan menendang masa depan seorang Sabian.
"Kak! " Gadis itu datang di waktu tepat. Mengatur nafas memburu. Dia pun menegakkan badan dan memberikan Bian bungkusan yang dia bawa.
"Ini, sudah aku cuci. Makasih yah udah mau bantu." Gadis itu malu-malu memandang Bian. Menatap pahatan sempurna. Wajah tampan Bian memang selalu menawan, dari dulu bahkan sekarang.
Bian mengambil bungkusan berisi hoodie miliknya. Kemarin sepulang sekolah, dia bertemu sang gadis kehujanan. Ia tak mengajak atau membawa pulang, dia hanya memberikan hoodie agar si gadis tak kedinginan.
"Joe, lama tidak bertemu!" Gadis itu menyapa Rafa Akrab. Pemilik rambut pendek terkesan imut bagi siapa saja yang melihat sang gadis. Pembawaan positif si gadis membuat dia banyak disegani.
Rafa menaikkan satu alis, dia merasa tak kenal dengan gadis yang sekarang menyapa dirinya riang. "Siapa?"Mengapa setiap orang asing berada di dekatnya, mereka bertingkah seakan mengenal dirinya lama.
"Loh kamu lupa? Aku saudara jauh kamu, Liodra." Liodra mengulurkan tangan. Menarik tangan Rafa untuk berjabat dengannya. Senyumnya mengembangkan. "Aku anak dari adik ipar paman kamu."
Rafa tidak peduli dan tidak mau tau. Yang dia pahami dia risih. Ingat? Jika moodnya sedang buruk hari ini. "Bisa tolong lepaskan?" Pinta Rafa datar. Dia menatap malas kearah Liodra.
Liodra terkesiap dia segera melepaskan tangan Rafa. "Maafkan aku Joe." Dia tertunduk penuh sesal. Lalu mendongak kembali dengan wajah penuh binar. "Kalian mau pulang?"
Ingin sekali Rafa berteriak dan berkata. "Buta mata lo!" Tapi sayang seribu sayang, Rafa harus menjaga imagenya. Dia atau lebih tepatnya Joe kan terkenal pendiam dan tak banyak bicara. Jika dia membuat ulah apalagi berteriak menghina, udah nama jelek, hukuman pun dia dapat.
"Iya kami akan pulang. Jadi, terima kasih ya sudah mengembalikan hoodie milik abang." Rafa tersenyum ramah. Sejak tadi pagi dia sudah ooc. Biarlah ia teruskan sampai nanti malam.
"Ayo bang." Rafa tetap mengembangkan senyum pada Bian. Dia merasa radar pemalasnya menangkap sesuatu. Jika dia tidak segera pergi, maka Liodra akan menempeli mereka. Itu hanya praduga liar. Tetapi sebagai orang yang sudah banyak menghadapi orang seperti Liodra, Rafa sudah paham.
Rafa cepat masuk mobil, Bian pun sama. Namun sebelum mereka memasang seatbelt, Liodra masuk dan duduk di kursi belakang. Tersenyum ceria dan berkata. "Aku ikut ya, udah lama juga tidak kerumah Bibi Runa. Terakhir kali kesana ketika aku masih kecil."
Rafa memutar tubuh kebelakang, dia tersenyum senang. "Wah iya!" Ia sedikit meninggikan suara. Bak orang bahagia karena akan kedatangan saudara yang telah lama tidak berjumpa.
Kemudian duduk kembali ke posisi semula lalu mendatarkan wajah.
Bian menelan ludah gugup, adiknya terlihat sangat marah. Dia berkata, "Tidak harus sekarang. Keluar, kami terburu-buru." Bian mengusir Liodra, dia merasa jika akan dalam masalah kalau Liodra tetap memaksa ikut. Bian juga baru tau dan ingat jika Liodra merupakan saudara jauh mereka.
"Kenapa? Lagi pula kan kalian akan pulang. Jadi sekalian aku ikut." Liodra bahkan tidak merasakan bagaimana perubahan air muka Rafa. Kaki pemuda itu bergerak cepat hingga meninggalkan suara keras.
"Ada apa Joe? Apa kamu ingin ke toilet?"
Rafa tidak menjawab, Bian cepat mengemudikan mobil dan melaju cepat agar lekas sampai ke mansion. Sepertinya dia harus jaga jarak sebentar. Dia agak ngeri melihat adiknya. Sungguh, rasanya bian memilih tatapan tajam ayahnya dari pada mood buruk adiknya.
Beberapa saat kemudian mereka sampai di mansion. Rafa lebih dulu masuk setelah membanting pintu mobil. Bian mengelus dada sabar. Oh, dia harus membeli sesuatu untuk menyogok adiknya.
"Loh sayang, kenapa wajahmu ditekuk gitu?" Runa datang dari atas. Wanita itu terlihat segar mungkin selesai mandi. Dia melihat putranya datang dengan wajah suram.
Rafa tidak menjawab, dia segera mendekati sofa. Membanting tas dan menjauhkan tubuh disana.
"Joe!" Runa segera mendekat. Dia khawatir ketika putranya itu membanting dirinya sendiri ke sofa. Sofa berbeda dengan ranjang, tidak terlalu empuk dan bisa membuat tubuh sakit.
"Jangan melakukan itu lagi, kamu membuat ibu khawatir." Runa duduk, dia mengangkat kepala Rafa dan ia bawa kepaha. Mengelus lembut rambut hitam putranya.
Rafa tetap tidak menjawab. Dia berbalik dan memeluk perut Runa. Tidak tau kenapa, moodnya makin buruk. Firasatnya tidak enak, seakan dia akan kehilangan sesuatu dalam hidupnya. Sudah lama Rafa tidak merasakannya.
Ditambah lelah karena menghadapi empat orang posesif. Lalu kehadiran Liodra. Rasanya tidak nyaman, resah dan gelisah dia rasakan. Tetapi Rafa tidak tau, ditujukan untuk siapa perasaan resah ini.
"Tante Runa!"
Runa tertoleh ketika suara seorang gadis memanggilnya. Dia melihat gadis yang tak asing berjala di dekat Bian. "Ya, siapa?"
Liodra segera duduk di sebelah Runa. Memeluk Runa dari samping tidak tau jika Runa risih. Kedatangan orang asing dan seenak saja memeluk dirinya. "Ini aku Liodra. Dulu yang sering manja sama tante Luna
Runa sedikit memaksa ingatannya. Lalu mengangguk ketika mengingat. Wajar saja jika dia merasa tak asing. Gadis yang dengan tidak tau malu memeluknya merupakan gadis yang sama dengan anak kecil yang dulu sering memeluknya meski dia berkata tidak suka.
"Kenapa kau kemari?" tersirat nada tidak suka disetiap katanya.
Liodra tersenyum manis, dia menjawab. "Kak Bian kemarin nolongin aku tante, dia memberikan hoodienya padaku." Pipinya bersemu melirik Bian yang sedang memandang Rafa. "Jadi aku mengembalikannya hari ini. Kebetulan kak Bian tadi mau pulang, jadi sekalian aku mampir."
"Oh." Runa merasa tidak tertarik. Dia lebih memilih mengelus kepala Rafa yang sekarang sudah nyenyak dalam tidur. Mengabaikan Liodra yang masih berceloteh tentang masa kecilnya dengan Runa dan Bian.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy End? - END
Teen FictionDi kehidupan ketiganya ... Rafa mulai tenang. Secercah harapan hadir ketika keharmonisan keluarga memeluk erat tubuh dinginnya. Kali ini ... Rafa memilih sedikit egois. Rafa suka kehidupan ketiganya. Bersama keluarga Caesar yang amat menyayanginya...