Ditawan: Part 6

610 15 2
                                    

Gemericik air sungai kembali menyambut kedatangan Aldi dan Haikal. Aldi dan Haikal segera menuju gugusan batu tempat mereka berena-ena ria kemarin. Setelah menelanjangi diri mereka, mereka segera duduk bersila.

Ini kalau gini caranya gua ga bisa fokus, Aldi membatin melihat mereka yang duduk berhadapan dengan telanjang. Alih-alih bertemu siluman ular, Aldi malah akan fokus ke "ular" di antara kedua paha Haikal.

"Kal, kita duduk saling memunggungi aja," usulnya.

Haikal mengangguk. Dia paham apa yang dipikirkan Aldi, karena dia juga merasakan hal yang sama. Maka dia segera mengambil posisi membelakangi Aldi. Begitu pula Aldi segera membalik badannya.

Keduanya mulai memejamkan mata lalu merapalkan dalam hati mantra yang diberikan Ki Ditra pada mereka.

Keheningan menyelimuti mereka. Tidak ada suara selain desau angin dan gemericik air. Magisnya suasana itu berangsur-angsur menghanyutkan kesadaran mereka ke dalam dunia yang lain.

***

Haikal membuka matanya. Dia seperti baru saja bangun tidur. Dan sekarang dia mendapati dirinya tidak lagi berada di sungai tempat dia dan Aldi bertapa. Yang dilihatnya adalah sebuah gapura yang menjulang dari bata merah di depannya.

Haikal kemudian menyadari rasa perih di sekujur tubuhnya. Ketika dia melihat tubuhnya, dia mendapati tato-tatonya berubah menjadi luka goresan dengan darah yang mulai merembes, persis seperti saat dia disiksa kemarin. Rasa paling perih dirasakannya di puting, yang saat dilihatnya tersemat tindik mutiara yang dipasang saat dia disiksa kemarin.

"Diam! Jangan bergerak!" Sebuah suara terdengar dari belakang Haikal.

Haikal menoleh. Dilihatnya dua sosok prajurit bermata ular mendekatinya.

"Siapa kamu?" Tanya salah seorang di antara mereka.

"Saya... Haikal," kata Haikal sedikit tercekat.

"Ikut kami!" Perintah prajurit yang lain dan langsung mencengkram lengan Haikal dan mendorongnya untuk berjalan ke sebuah bangunan.

Haikal dibawa masuk ke bangunan itu. Arsitekturnya seperti rumah joglo dengan banyak tiang dan usuk-usuk yang menopang atapnya.

"Selamat datang," sapa sebuah suara.

Haikal seketika merinding.

Sosok yang menyambutnya itu benar-benar sosok hibrida reptil dan manusia yang ketara dengan jelas. Kepalanya benar-benar berbentuk kepala ular atau kadal, Haikal tidak yakin, sementara tubuhnya kombinasi antara tubuh manusia dan punggungnya diliputi sisik ular. Tangan dan kakinya seperti tangan reptil.

"Ah, sedap sekali hidangan yang kalian bawa ini." Makhluk itu menyeringai mengerikan. Dia mendekati Haikal, lalu menjulurkan lidah reptilnya dan menjilati wajahnya.

Haikal mengernyitkan matanya. Saliva makhluk itu benar-benar bau.

"Pengawal, kalian bisa pergi. Saatnya kami berkencan."

Kedua pengawal itu bergegas meninggalkan Haikal dan makhluk itu. Tapi tiba-tiba datang dua pengawal lain yang membawa seseorang lagi.

"Maaf Tuan, masih ada satu orang lagi."

Haikal membelalak. Orang yang dibawa itu adalah Aldi. Seperti Haikal, keadaan tubuh Aldi juga depenuhi sayatan yang membentuk pola tato serta kedua puting yang ditindik mutiara.

Mata mereka bertemu. Sorot mata keduanya seketika menjadi cerah, mengetahui bahwa mereka bersama. Tetapi juga tampak rasa takut.

"Wah, hari ini aku benar-benar beruntung." Seru makhluk hibrida itu kegirangan.

Buaian Tubuh PerkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang